Bali, Teritorial.com – Dalam perhelatan internasional yang digelar oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) bersama 30 perwakilan negara yang tergabung dalam Global Counter Terrorism Forum (GCTF) membahas fenomena dan penanganan terorisme secara global. Ditunjuk sebagai tuan rumah jelas bahwa Indonesia menjadi salah satu negara yang sangat aktif di forum ini.
Tidak hanya itu, Indonesia dipercaya sebagai co host pada acara The Second Regional Workshop on Initiative on Addressing the Challenge of Returning Families of Foreign Terrorist Fighters (FTF) di Nusa Dua Bali, 7-8 Mei 2018. Di forum ini, Indonesia akan banyak memberikan pengalaman dalam melakukan penanganan foreign terorism fighter (FTF) dengan pendekatan lunak (soft approach), seperti yang telah dilakukan BNPT selama ini.
“Workshop GTCF ini akan membahas berbagai isu terorisme, dan fokusnya tentang returness dan keluarga FTF. Indonesia kebetulan punya pengalaman masalah itu sehingga kita akan sharing dengan mereka. Intinya, penanganan terorisme tidak selamanya menggunakan hard approach, tapi soft approach seperti yang telah kita lakukan,” ujar Kepala BNPT Komisaris Jenderal Polisi Suhardi Alius usai membuka workshop, Senin (7/6/2018), seperti dalam keterangan tertulis yang diterima SINDOnews.
Suhardi mengungkapkan, saat ini sudah lebih 600 returness FTF dan keluarganya yang kembali dari Suriah. Hal itu dikatakannya menjadi ancaman tersendiri karena mereka sudah “radikal” sehingga apabila tidak dimonitor dan diperhatikan, bisa menjadi ancaman. Apalagi tidak hanya fighter-nya, tapi ada keluarganya, yaitu istri dan anak. Oleh karena itu, kata dia, perlu ada penanganan khusus.
BNPT sudah beberapa kali memulangkan keluarga FTF dari Turki ke Indonesia. Mereka tetap ditangani secara intensif bersama stakeholder lain seperti Kementerian Sosial dan kepolisian agar tidak merasa dimarjinalkan. Artinya, mereka harus disentuh dan terus dilakukan upaya untuk mereduksi tingkat radikal mereka sehingga nantinya bisa kembali di tengah masyarakat dan bisa bereintegrasi secara sosial.
“Itulah yang kita bahas di forum ini. Banyak negara peserta sangat tertarik belajar dengan cara-cara soft approach Indonesia dalam menangani keluarga FTF ini. Selain itu, kami juga bahas berbagai persoalan yang terjadi di negara-negara lain,” tutur mantan Kepala Badan Reserse Kriminal Polri ini.
Menurut Suhardi, pertemuan ini merupakan lanjutan dari forum-forum sebelumnya. Bertindak sebagai tuan rumah (host) kegiatan ini adalah Amerika Serikat (AS) dan Belanda, sedangkan Indonesia, meski menjadi tempat pelaksanaan, hanya menjadi co-host. Delegasi AS dipimpin Irfan Saeed, Director for the Office of Countering Violent Extremism, Department of State, United State of America, sedangkan delegasi Belanda dipimpin Lars Tummers, Special Envoy on Counterterrorism, Ministry of Foreign Affairs, The Netherlands
Sebelumnhya telah digelar forum GCTF di Abu Dhabi, Belanda, dan New York. Setelah di Bali, GCTF akan bersidang lagi di badan PBB United Nations Office of Counter Terrorisme di New York dengan membahas berbagai macam isu terkait kontraterorisme. Rencananya Suhardi hadir di forum itu untuk memaparkan program soft approach. (SON)