Jakarta, Teritorial.Com – Pengangkatan jabatan ASDM Polri masih dapat diperdebatkan, karena tidak memiliki landasan hukum yang kuat, atau dalam istilah hukum dikenal sebagai ‘Aanvechtbaar’.
Hal ini dikatakan pakar hukum tata negara dari Universitas Pancasila Muhammad Rullyandi pada Minggu, 19 Agustus 2018 di Jakarta.
Menurutnya, Pengisian jabatan ASDM polri saat ini menjadi perdebatan konstitusional. Sebab, polri sebagai institusi ‘staats organen’ yang memiliki derajat konstitusional sebagaimana diatur dalam Pasal 30 ayat 4 dan 5 UUD 1945.
“Konstitusi mengamanatkan susunan kedudukan polri dalam kaedah undang-undang dan peraturan dibawahnya,” katanya dalam keterangan kepada Redaksi, minggu, (19/8/2018)
Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa secara khusus pengaturan pengisian jabatan pada sistem pembinaan karir pejabat polri dapat dicermati secara hirarkis dalam Peraturan Presiden No.5 tahun 2017, tentang perubahan atas Perpres No. 52 Tahun 2010 tentang Susunan dan Tata kerja di Lingkungan Polri.
Ahli hukum termuda yang masuk rekor MURI ini juga menjelaskan bahwa dalam perpres A quo menunjukan rambu rambu penempatan eselonisasi.
“Hal demikian sesuai juga dengan pelaksanan perpres A quo melalui peraturan kapolri nomor 9 tahun 2016 Tentang sistem pembinaan karir anggota polri,” sambung dia.
Dengan demikian maka pengangkatan jabatan ASDM masih dapat diperdebatkan karena tidak memiliki landasan hukum yang kuat (Aanvechtbaar).
“Karena polri didalam menjalankan susunan organisasi Mendapatkan pengawasan dan pertanggungjawaban sbg staats organen (uit oefening controle bestaan),” jelas dia.
Apalagi, tambah Rully, tindakan pengangkatan dalam jabatan eselonisasi tersebut ‘contra legem’ atau bertentangan dengan norma hukum yang diatur secara hirarkis yang berkarakteristik ‘ejusdem generis’.
Maka, seyogyanya Penempatan jabatan esolonisasi wajib tunduk pada landasan hukum perpers A quo dan peraturan Kapolri nomor 9 tahun 2016 sebagai acuan ‘wet matigheid van bestur’.
Karena literatur penempatan jabatan khusus ASDM tidak lepas dengan pemahaman genus atau kelompok normatif yang mengatur secara spesifik tentang suatu sistem pembinaan karir yang dapat dipahami dalam diktum konsiderans dan diktum mengingat peraturan kapolri nomor 9 tahun 2016 yang menyebutkan:
“… Di dalam satuan kerja Diperlukan sistem pembinaan karir Anggota polri yang tersusun secara sistematik, terencana, dan Selaras sesuai dgn kebutuhan Dan kompetensi organisasi”.
Selanjutnya, disebutkan dalam diktum konsiderans bahwa:
“Setiap anggota polri mempunyai hak yang sama Dalam pembinaan karir Sejak penempatan pertama, penempatan lanjutan Sampai dengan pengakhiran dinas Pada setiap jenjang jabatan”.
Rully menegaskan bahwa dalam perspektik hukum tata negara, perlu dikaji ulang atas penempatan Pejabat ASDM Polri yang saat ini baru ditunjuk kepada brigjen pol Eko Indra Heri.
“Apakah sesuai dengan prosedur atau terdapat maal administratif,” ujarnya.