Jakarta, Teritorial.com – Setelah mendapat klarifikasi dari Duta Besar (Dubes) Korea Selatan Kim Cang-beom bahwa Joint Vanture Indonesia-Korea pembuatan Pesawat Tempur generasi 4,5 KFX/IFX tetap berjalan. Sekretaris Jenderal Kementerian Pertahanan Marsekal Madya Hadiyan Sumintaatmadja mengatakan ada keterlambatan dalam proses pembuatan pesawat jet tempur KFX/IFX.
Jet tempur KFX/IFX merupakan pesawat yang sedang dibuat oleh Indonesia-Korea Selatan. “Bukan penundaan, tapi ada kelambatan proses-lah gitu, bukan penundaan, tapi kelambatan. Ada masalah yang harus kita selesaikan dengan pihak Korea,” kata Hadiyan saat ditemui di kawasan Monumen Nasional, Jakarta, pada Rabu, 25 April 2018.
Menurut Hadiyan, keterlambatan terjadi karena ada masalah teknis. Ia tidak menjelaskan lebih lanjut mengenai hal tersebut. Namun Hadiyan yakin program pembuatan pesawat tempur tersebut akan terus berjalan. Jet tempur KFX/IFX adalah pesawat semi-siluman generasi 4.5 yang dikembangkan Indonesia dan Korea Selatan. Kerja sama pengembangan pesawat ini sebatas pada pengembangan pesawat hingga mencapai prototipe.
Dari enam prototipe yang akan dihasilkan, satu prototipe akan diserahkan kepada Indonesia. Pada Juli 2017, program Engineering Manufacture Development (EMD) telah menyelesaikan 14 persen dari keseluruhan perencanaan program yang berlangsung hingga 2026. Di lokasi yang sama, Kepala Pusat Penerangan Tentara Nasional Indonesia Mayor Jenderal Sabrar Fadhilah mengatakan target penyelesaian tersebut akan tercapai. “Setiap perencanaan pasti diatur waktunya, dirancang sedemikian rupa untuk bisa mencapai target,” katanya.
Pengembangan jet tempur ini awalnya dilakukan Korea Selatan pada 15 tahun lalu. Namun pada 2015 dibuat kesepakatan antara pemerintah Korea Selatan dan Indonesia untuk mengembangkan jet tempur ini secara bersama-sama. Kesepakatan kerja sama strategis (strategic cooperation agreement) program ini dilakukan pada 4 Desember 2015. Sedangkan kesepakatan cost sharing dan kesepakatan penugasan kerja (work assignment agreement) dilakukan pada Januari 2016.
Dalam kesepakatan tersebut, Indonesia menanggung biaya program pengembangan sebesar 20 persen, sementara Korea Selatan 80 persen. Dalam 10 tahun pengembangan yang akan dilakukan hingga 2026, total biaya yang ditanggung Indonesia mencapai Rp 21,6 triliun.
Pada 28 Juli 2017, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pertahanan Anne Kusmayati mengatakan keterlibatan Indonesia dalam pengembangan jet tempur ini berkaitan dengan rencana strategis TNI AU tentang kebutuhan pesawat tempur pada 2014. Selain itu, keterlibatan Indonesia pada program ini adalah sebagai upaya meningkatkan kemandirian teknologi nasional serta meningkatkan kemampuan industri pertahanan nasional. (SON)