Jakarta, Teritorial.Com – Menindaklanjuti perluasan ancaman terorisme generasi ketiga, Menteri Pertahanan RI Jenderal TNI (Purn) Ryamizard Ryacudu saat menjadi keynote speaker di acara seminar internasional, Indonesia International Defense Science Seminar (IIDSS) yang bertempat di Grand Mercure Jakarta, Kamis (11/7/2018), mengakui bahwa terorisme di Indonesia mengalami transformasi baru.
Perubahan tersebut menyasar kepada hal-hal yang hampir kita tidak pernah duga sebelumnya. Contohnya sebagaimana serangkai persitiwa bom di Surabaya dan rentetan kejadian setelahnya mengindikasikan bahwa ancaman tersebut hingga kini tetap eksis. Untuk itu penting kiranya Indonesia sebagai negara terbesar di ASEAN terus memaksimalkan berbagai upaya pendekatan guna mencari penyelesaian yang terpadu dalam mencegah bahkan mengatasi persoalan terorisme.
Untuk itu, Menhan RI menghimbau bahwa diplomasi pertahanan menjadi sebuah cara negara tentang bagaimana mampu berhubungan dengan negara sahabat dan menjalin konektivitas yang menyeluruh terhadap penyelesaian ancaman yang dihadapi bersama. Adapun Konsep diplomasi pertahanan dalam perspektif Kemhan yakni dilakukan melalui pendekatan strategis dan menyeluruh, serta menyentuh pada aspek-aspek nyata yang menjadi tantangan negara saat ini.
Adapun empat poin penekanan diplomasi pertahanan yang dimaksud ialah, pertama; pendekatan terhadap negara great power di kawasan Indo-Pasifik seperti Amerika Serikat, China, Rusia, dan ASEAN, kedua; menyasar langsung pada pola interaksi antar negara demi menjaga iklim stabilitas keamanan kawasan, ketiga; dilakukan melalui praktik di lapangan sebagaimana joint exercise, joint patrol, dan sharing intelligent Information, keempat: yakni dengan kegiatan diskusi dan seminar sebagaimana yang dilakukan Universitas Pertahanan (UNHAN) sekarang ini.
Dalam perspektif indonesia, ancaman bukan lagi perang terbuka antar negara, lantaran dalam revolusi ancaman generasi ketiga Indonesia disibukkan dengan permasalahan terosisme, separatisme, hingga disintegrasi wilayah. Dengan demikian maka diplomasi pertahanan dapat menjadi kunci utama dalam merespon serta menghadirkan resolusi dan komitmen guna membangun mekanisme kerja sama baik secara bilateral maupun multilateral.
Adapun sejauh ini terkait kerja sama Sub-Regional, Pemerintah Indonesia telah menggalang kerja sama khusus terkait penanggulangan terorisme dengan negara-negara tetangga melalui mekanisme Our Eyes. “Indonesia dengan negara Filipina, Malaysia, Singapura, dan Australia telah mengambil langkah konkret untuk memperkuat sistem pengawasan dan deteksi dini terhadap potensi ancaman ISIS di kawasan,” ujar Ryamizard.
Tidak dapat dikesampingkan selain ancaman yang bersifat non-tradisional, khususnya kawasan Indo-Pasifik sendiri masih belum pada tahap yang jauh dari kata stabil. Suhu ketegangan antara AS dan China tetap berlangsung bahkan mengalami perubahan skema, seperti perang dagang yang terjadi saat ini. Belum lagi masih ada permasalahan soal Semenanjung Korea, walaupun sudah ada akhir-akhir ini sentimen positif Korea utara terhadap dunia barat terutama AS, Korsel dan sekutunya.
Perlu diketahui, seminar internasional IIDSS 2018 dihadiri lebih dari 1000 peserta yang berasal dari Sesko AL, Sesko AD, Sesko AU, Sesko TNI, PTIK, STIN, Perwakilan Universitas se-Indonesia, seluruh pejabat tinggi di lingkungan Mabes TNI, Kementerian Pertahanan RI dan Universitas Pertahanan. Hadir pula ditengah-tengah perserta undangan Menteri Koordinasi Politik Hukum dan HAM (Menkopolhukam) Jenderal TNI (Purn) Wiranto yang dalam hal ini mewakili Presiden RI Joko Widodo yang berhalangan hadir. (SON)