Jakarta, Teritorial.Com – Tentara Nasional Indonesia (TNI) mengirimkan kapal perang untuk membantu pengawasan di kawasan Laut Natuna Utara. Hal itu sebagai respons dari masuknya puluhan kapal nelayan dan coast guard China ke perairan Natuna Utara yang masuk Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia.
Setidaknya, ada empat kapal perang milik TNI AL dikerahkan ke perairan Natuna untuk membantu kapal Badan Keamanan Laut (Bakamla) dan kapal patroli dari instansi terkait guna merespon tindakan kapal China mengklaim kawasan hak berdaulat Indonesia. Empat kapal yang dikerahkan TNI adalah KRI John Lie, KRI Usman Harun, KRI Karel Satsuitubun, dan KRI Semarang. Seluruh KRI itu saat ini berlabuh di Faslabuh Lanal Ranai, Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau.
KRI John Lie
KRI John Lie dengan nomor lambung 358 adalah kapal perang jenis frigate yang dibuat Inggris. KRI John Lie merupakan salah satu alat utama sistem pertahanan di bawah pembinaan Satuan Kapal Eskorta (Satkor) Koarmada I TNI AL yang bermarkas di Jakarta. Nama John Lie dipilih sebagai bentuk penghargaan terhadap jasa Laksamana Muda (purn) John Lie Tjeng Tjoan menumpas kelompok separatis Rakyat Maluku Selatan dan Perjuangan Rakyat Semesta.
KRI John Lie dilengkapi dengan persenjataan yang canggih. Dari sistem radar, KRI John Lie memiliki radar navigasi, radar pengintaian, hingga radar tracker senjata. Selain itu, KRI John Lie memiliki sistem sensor senjata yang dilengkapi Electro Optical Tracker System (EOTs) untuk pengendalian meriam kapal dan pengamatan secara visual. Sensor sonar bawah air dengan tingkat akurasi tinggi untuk mendeteksi dan mengklarifikasi kontak di bawah air juga melengkapi kecanggihan KRI John Lie.
Untuk persenjataan, KRI John Lie dilengkapi meriam Oto Melara 76 milimter, meriam REMSIG 30 mm, peluncur tripel topedo BAE System 324 mm, tabung peluncur peluru kendali, hingga dua set peluncur peluru kendali MBDA. Kapal berbobot 2.300 ton itu dapat melaju dengan kecepatan 30 knot dapat mengangkut 79 awak kapal. Selain itu, KRI John Lie dilengkapi flightdesk untuk mengangkut satu helikopter jenis Seahawk.
KRI Usman-Harun
KRI Usman-Harun dengan nomor lambung 359 adalah kapal perang jenis korvet buatan BAE Systems Marine yang diluncurkan pada 2001. Sama seperti KRI John Lie, KRI Usman-Harun juga berada di bawah pembinaan Satkor Koarmada I TNI AL. KRI Usman-Harun memiliki kesamaan dengan KRI John Lie dalam hal ukuran kapal, teknologi, hingga persenjataan.
Perbedaan hanya terletak pada polemik penamaan kapal tersebut. Singapura memprotes Indonesia karena menjadikan Sersan Dua Korps Komando TNI Angkatan Laut (KKO) Anumerta Usman Janatin dan Kopral Dua KKO Anumerta Harun Thohir.
Usman dan Harun dijatuhi hukuman mati negara jiran karena terlibat dalam pengeboman gedung Hongkong and Shanghai Bank yang terletak di Orchard Road, Singapura, pada 1965 silam. Singapura menuding Uman dan Harun melakukan infiltrasi terkait dengan operasi konfrontasi dengan Malaysia. TNI tetap menggunakan nama Usman Harun untuk KRI-nya hingga saat ini meski mendapat protes dari Singapura.
KRI Karel Satsuit Tubun
KRI Karel Satsuit Tubun merupakan kapal perang fregat dengan nomor lambung 356 bekas AL Belanda. Berdasrkan informasi yang dihimpun, KRI tersebut dibuat pada tahun 1967 dan mengalami peningkatan kemampuan pada tahun 1977-1980. KRI Karel Satsut Tubun yang berada di bawah pembinaan Satkor Koarmada II TNI AL memiliki panjang 113,4 meter dan lebar 12,5 meter dengan daya tampung 251 orang termasuk awak kapal. Kapal dengan sistem pertahanan rudal antipesawat itu mampu bergerak dengan kecepatan 28,5 knot dengan jarak tempuh 4.500 mil laut.
Pada persenjataan, KRI Karel Satsuit Tubun dilengkapi rudal darat ke udara dengan sistem peluncur simbad. Meriam OTO-Melara caliber 76 mm, Rudal antikapal perang C-802, torpedo Honeywell MK 46 kaliber 533 mm, dan senapan mesin browning caliber 12,7 mm. Teknologi lain yang terpasang di KRI Karel Satsuit Tubun adalah radar control tembakan, sonar, hingga decoy.
Karel Satsuit Tubun merupakan personel Polri yang menjadi korban meninggal pada peristiwa 30 S/PKI. Pahlawan nasional yang dimakamkan di TMP Kalibata itu merupakan pengawal menteri Johannes Leimina yang juga menjadi korban 30 S/PKI. Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) saat meninjau KRI Karel Sasut Tubun yang sedang berlabuh di Puslabuh TNI AL di Selat Lampa, Kabupaten Natuna.
KRI Semarang
KRI Semarang merupakan kapal perang jenis Landing Platform Dock dengan nomor lambung 594 merupakan produksi PT PAL Indonesia (persero). KRI Semarang merupakan kapal peran yang berada di bawah satuan kapal amfibi Koarmada I TNI AL. KRI Semarang yang saat ini difungsikan sebagai kapal Rumah Sakit memiliki bobot mencapai 2.700 ton dengan panjang 124 meter dan lebar 21,8 meter. KRI Semarang memiliki kecepatan maksimal 16 knot dan mampu berlayar hingga 30 hari.
KRI Semarang mampu mengangkut 650 prajurit, delapan kendaraan tempur jenis Anoa, 28 truck, tiga helikopter karena memiliki dua kapal Landing Craft Utilities (LCU). Tidak ada informasi rinci mengenai teknologi yang terdapat di kapal tersebut. Berdasarkan informasi resmi, KRI Semarang miliki fungsi docking dan undocking dalam rangka proyeksi dari laut ke darat untuk proyeksi operasi militer perang dan operasi militer selain perang.
KRI Semarang juga memiliki fungsi lain sebagai rumah sakit terapung. KRI Semarang dilengkapi dengan ruang perawatan dan operasi. Selain itu, KRI Semarang pernah melakukan Gladi Tugas Tempur Tingkat III sejak diresmikan pada tahun 2019.