Healing

Harmony of Heritage, Perayaan 11 Tahun Prambanan Jazz 2025 Memadukan Tradisi dan Modernitas

Jakarta, Teritorial.com – Festival Prambanan Jazz 2025 yang berlangsung pada 4-6 Juli lalu di kompleks Candi Prambanan telah membuktikan dirinya sebagai lebih dari sekadar acara musik.

Memasuki tahun ke-11, festival besutan Rajawali Indonesia ini berhasil menciptakan narasi baru tentang bagaimana warisan budaya dapat berdialog dengan ekspresi artistik masa kini.

Perbedaan paling mencolok dari edisi tahun ini adalah transformasi visual yang dikurasi oleh duo seniman Yogyakarta, Indieguerillas.

Santi Ariestyowanti dan Dyatmiko “Miko” Bawono berhasil menghadirkan interpretasi kontemporer dari relief pohon hayat yang menjadi salah satu elemen ikonik Candi Prambanan.

“Kami penginnya Prambanan gak hanya menjadi background, kita harus kenal juga di dalam itu ada apa, dan kenapa sih itu masih berdiri. Itu harus di-decoding gitu,” ungkap Santi saat ditemui di media center.

Pendekatan mereka yang menggabungkan unsur tradisional dengan sentuhan modern tidak hanya menghasilkan karya yang secara visual menarik, tetapi juga menciptakan interaksi organik dengan pengunjung.

Konsep “pomah” atau rasa nyaman yang dihadirkan membuat instalasi-instalasi tersebut menjadi ruang yang hidup dan dinamis.

Sebelas Selaras: Filosofi di Balik Tema

Tema “Sebelas Selaras” yang diusung tahun ini bukan sekadar permainan kata.
Anas Syahrul Alimi, CEO Rajawali Indonesia, mengartikan konsep ini sebagai upaya menyelaraskan festival dengan berbagai isu kontemporer, mulai dari perubahan iklim hingga tantangan ekonomi global.

“Kebetulan backdrop kami ini kan Candi Prambanan, yang ini benar-benar peninggalan masa lalu. Jadi kami ingin menyelaraskan. Makanya secara konsep, kami membuat satu konsep bagaimana menyelaraskan antara masa lalu dan masa kini,” jelasnya.

Filosofi ini terwujud tidak hanya dalam kurasi visual, tetapi juga dalam pemilihan lineup yang menggabungkan legenda musik Indonesia dengan talenta internasional serta generasi baru.

Momen-Momen Berkesan: Dari Nostalgia hingga Inovasi

Hari Pertama: Pulang Kampung Bersama Ebiet G. Ade

Penampilan Ebiet G. Ade di hari pertama menjadi puncak emosional festival.

Musisi legendaris ini mengungkapkan perasaannya tampil di Yogyakarta sebagai “pulang kampung”, mengingat kota ini yang membentuk perjalanan artistiknya sejak dekade 1970-an.

Interaksi spontan Ebiet dengan penonton, termasuk candaannya tentang generasi muda yang mengenal lagu-lagunya, menunjukkan bagaimana musik dapat menjembatani gap generasional.

Hari Kedua: Kolaborasi yang Menginspirasi
Kolaborasi Letto dengan Kiai Kanjeng menghadirkan fusion gamelan-rock yang

memukau, sementara duet Raisa dan Bernadya menciptakan momen bersejarah sebagai kolaborasi penuh pertama mereka di panggung manapun.

Hari Ketiga: Shaggydog dan Evolusi Musikal

Shaggydog tampil dengan formasi diperluas, menambahkan enam musisi tiup mahasiswa Institut Seni Indonesia Yogyakarta.

Pendekatan ini tidak hanya memperkaya tekstur musik mereka, tetapi juga menunjukkan komitmen terhadap regenerasi dan kolaborasi dengan talenta muda.

Dampak Ekonomi Dan Budaya

Richard Bernado dari Shaggydog menyoroti peran Prambanan Jazz dalam ekosistem pariwisata Yogyakarta: “Menambah devisa Jogja lah. Untuk pariwisata, orang-orang juga udah semakin mengenal Prambanan Jazz juga kan.”

Festival ini telah menjadi ritual tahunan yang ditunggu-tunggu, tidak hanya oleh penikmat musik, tetapi juga oleh pelaku industri kreatif dan pariwisata lokal.

Inovasi di Tengah Tantangan

Meskipun menghadapi beberapa kendala teknis dan perubahan regulasi media, Prambanan Jazz 2025 tetap berhasil mempertahankan esensinya sebagai platform yang mempertemukan beragam generasi dan genre musik.

Keputusan penyelenggara untuk membatasi akses media ke area backstage, meskipun kontroversial, menunjukkan upaya untuk menjaga privasi dan kenyamanan para artis.

Visi ke Depan

Dengan wishlist menghadirkan artis internasional seperti Norah Jones dan Michael Bublé, Prambanan Jazz menunjukkan ambisi untuk terus berevolusi tanpa kehilangan identitas lokalnya.

Festival ini telah membuktikan bahwa pelestarian budaya tidak harus bersifat statis.

Melalui pendekatan yang dinamis dan inklusif, Prambanan Jazz berhasil menciptakan ruang di mana tradisi dan modernitas dapat berharmoni, menciptakan pengalaman yang bermakna bagi semua generasi.
(*)

Dinda Tiara

About Author

You may also like

Healing

Israel Larang Warga Indonesia Dapat Visa Traveling ke Yerusalem

Tel Aviv, Teritorial.com – Tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Indonesia, pemerintah Israel melarang masuk turis warga negara Indonesia sebagai bentuk
Healing

Tim Ekspedisi Wanadri Lakukan Pendataan Kualitas Air Sungai Citarik

Bandung, Teritorial.com – Tim Ekspedisi Pendataan Kembara Citarik Wanadri mulai melakukan kegiatan pengambilan sampel air di Sungai Citarik, salah satu