Arab Saudi, Teritorial.com – Arab Saudi dan negara-negara Arab lainnya mengecam pernyataan Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu, Minggu. Sebelumnya, Netanyahu mengisyaratkan dalam sebuah wawancara bahwa negara Palestina dapat didirikan di wilayah Arab Saudi.
Pernyataan Netanyahu, yang oleh beberapa media Israel dianggap sebagai lelucon, muncul ketika kawasan tersebut sudah gelisah dengan wacana Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang mengusulkan untuk mengambil alih wilayah tersebut ke dalam kendali Washington. Trump juga ingin memindahkan warga Gaza ke luar negeri.
Minggu, Ketua Liga Arab Ahmed Aboul Gheit mengatakan bahwa pemikiran di balik pernyataan Netanyahu tidak dapat diterima. “Ini mencerminkan keterpisahan total dari kenyataan…tidak lebih dari sekedar fantasi atau ilusi,” tegasnya yang dikutip dari AFP (Senin,10/2/2025).
Kementerian Luar Negeri Saudi juga menekankan penolakan tegas terhadap pernyataan semacam itu. “Komentar Netanyahu hanya bertujuan mengalihkan perhatian dari kejahatan berkelanjutan yang dilakukan oleh pendudukan Israel terhadap saudara-saudara Palestina di Gaza,” ujarnya.
Dalam pernyataannya, Arab Saudi mengatakan “mentalitas pendudukan ekstremis ini tidak memahami apa arti tanah Palestina. Pola pikir sepeti itu, tidak menganggap bahwa rakyat Palestina layak untuk hidup sejak awal, karena telah menghancurkan Jalur Gaza dan membunuh puluhan ribu orang tanpa sedikit rasa kemanusiaan atau tanggung jawab moral,” tambah Arab Saudi.
Sebelumnya, dalam sebuah bincang-bincang dengan jurnalis sayap kanan Israel Yaakov Bardugo tentang prospek normalisasi diplomatik dengan Arab Saudi, Netanyahu ditanya soal bagaimana kemajuan pembicaraan kedua negara. Netanyahu lalu memotongnya dengan menebak alur pertanyaan Bardugo dengan menyebut “Negara Palestina?”.
“Kecuali jika anda ingin negara Palestina berada di Arab Saudi,” lanjut Netanyahu dengan tertawa.
“Mereka (Saudi) memiliki banyak wilayah,” tambahnya lagi.
Pembukaan hubungan Israel dengan negara-negara Arab sendiri menjadi salah satu program Trump sejak masa kepemimpinannnya yang pertama. Perjanjian itu disebut Abraham Accords di mana saat masa pertama Trump memimpin Israel membuka hubungan dengan Uni Emirat Arab (UEA) dan Bahrain.
Pernyataan ini langsung mendapat reaksi keras juga dari Qatar dan Mesir, yang aktif menjadi mediator dalam gencatan senjata Israel dan Hamas di Gaza. Kementerian Luar Negeri Palestina menggambarkan penyataan tersebut sebagai rasis.
Kementerian Luar Negeri Yordania mengutuk pernyataan tersebut sebagai pelanggaran hukum internasional yang jelas. Yordania menekankan bahwa warga Palestina memiliki hak untuk mendirikan negara yang merdeka dan berdaulat bersama Israel.
“Komentar tercela dan provokati, pelanggaran teranga-terangan terhadap hukum internasional dan piagam Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB).” ujar Kementerian Luar Negeri (UEA).
Perlu diketahui, bagi warga Palestina, setiap upaya untuk memaksa mereka keluar dari Gaza akan membangkitkan kenangan kelam tentang apa yang disebut dunia Arab sebagai “Nakba”. Dalam bahasa Arab, Nakba diartikan sebagai “malapetaka” di mana terjadi pemindahan massal warga Palestina selama pembentukan Israel pada tahun 1948.