Jakarta, Teritorial.com – Sebuah laporan dari Mondoweiss menyebut kalau militer Israel justru menumbalkan sejumlah warga sipilnya sendiri untuk mencegah militan Hamas melakukan penyanderaan.
Laporan itu menyebut, korban sipil Israel saat Hamas melakukan serangan mendadak pada 7 Oktober 2023 terhadap permukiman dan pangkalan militer Israel, banyak yang jatuh justru karena tembakan militer mereka sendiri, IDF (Israel Defense Forces).
“Pasukan Israel juga membunuh banyak warga Israel yang tewas selama serangan Hamas tersebut,” tulis laporan dari situs berita yang berfokus pada Palestina, Mondoweiss.
Diketahui, Israel menyatakan selama serangan itu, Hamas membunuh 1.400 warga Israel, mayoritas warga sipil tidak bersenjata, ketika 1.000 atau lebih militan Hamas menyusup ke pemukiman Israel di tempat yang dikenal sebagai selubung Gaza.
Hamas mengklaim pihaknya menargetkan tentara Israel, bukan warga sipil.
Baik Hamas maupun Israel telah mengakui kalau kelompok perlawanan Palestina tersebut menyandera sekitar 200 orang Israel dan orang asing dalam serangan tersebut.
Hamas menyatakan niat mereka untuk menukar mereka dengan sekitar 500 tahanan Palestina yang ditahan di Israel.
Kemampuan Hamas untuk melakukan serangan yang menakjubkan tersebut disalahkan oleh media Israel atas kegagalan intelijen.
Media Israel dan Barat telah menggambarkan serangan Hamas sebagai “9/11-nya Israel,” dan mengklaim kalau Hamas melakukan tindakan brutal seperti ISIS.
Prosedur Hannibal Directive
Mondoweiss menyatakan, selain laporan pembunuhan warga Israel oleh pejuang Hamas Palestina, ada semakin banyak laporan yang menunjukkan kalau militer Israel juga bertanggung jawab atas kematian warga sipil dan militer Israel mereka sendiri pada tanggal 7 Oktober dan beberapa hari setelahnya.
Laporan tersebut mengutip contoh dari media Israel di mana pasukan Israel menyerang warga sipil dan tentara mereka sendiri untuk mengalahkan para pejuang Hamas yang menyerang.
Prosedur militer Israel itu sesuai dengan apa yang dikenal sebagai Hannibal Directive, “Petunjuk Hannibal.”
Mengutip Wiki, Hannibal Directive merupakan prosedur kontroversial yang digunakan oleh IDF untuk mencegah penangkapan tentara Israel oleh pasukan musuh.
Aturan ini diperkenalkan pada tahun 1986, setelah sejumlah penculikan tentara IDF di Lebanon dan pertukaran tahanan yang kontroversial.
Teks lengkap dari arahan tersebut tidak pernah dipublikasikan dan hingga tahun 2003, sensor militer Israel bahkan melarang diskusi mengenai hal ini di media.
Arahan tersebut telah diubah beberapa kali. Rumusannya pernah berbunyi bahwa “penculikan harus dihentikan dengan segala cara, bahkan dengan konsekuensi menyerang dan merugikan kekuatan kita sendiri.”
Petunjuk Hannibal, terkadang, tampaknya terdiri dari dua versi yang berbeda, satu versi tertulis yang sangat rahasia, hanya dapat diakses oleh eselon atas IDF, dan satu versi “hukum lisan” untuk komandan divisi dan tingkat yang lebih rendah.
“Dalam versi terakhir, “tentu saja” sering diartikan secara harfiah, seperti “seorang prajurit IDF ‘lebih baik mati daripada diculik’,” tulis penjelasan di Wiki.
Serang Markas Sendiri Pakai Bom Udara
Laporan Mondoweiss tersebut mencatat kalau pada Jumat (20/10/2023), harian liberal Israel, Haaretz, menerbitkan laporan tentang peristiwa pada tanggal 7 Oktober sebagaimana diceritakan oleh komandan Divisi Gaza, Brigjen Jenderal Avi Rosenfeld.
Komandan tersebut menggambarkan bagaimana pejuang Hamas menyerbu markas divisi tersebut, menewaskan banyak tentara.
Dia kemudian menyatakan kalau divisi tersebut terpaksa meminta serangan udara terhadap pangkalan itu sendiri untuk memukul mundur para pejuang Hamas.
Mondoweiss juga mencatat kalau peristiwa serupa terjadi selama invasi darat Israel ke Gaza pada tahun 2014.
Setelah pejuang Hamas menangkap seorang tentara Israel, Hadar Goldin, militer Israel menargetkan daerah di mana ia ditangkap dengan serangan udara dan buldoser, untuk membunuh Goldin dan banyak warga Palestina sebanyak mungkin.
“Menurut investigasi yang dilakukan oleh Amnesty International dan PBB, “pemboman besar-besaran Israel menewaskan antara 135 dan 200 warga sipil Palestina, termasuk 75 anak-anak, dalam waktu tiga jam setelah dugaan penangkapan seorang tentara Israel itu,” tulis laporan tersebut.
Tujuan dari Protokol Hannibal Directive
Laporan Mondoweiss menjelaskan, respons militer Israel itu disebutkan adalah hasil dari kebijakan resmi tentara Israel.
“Kebijakan militer Israel itu terdokumentasi secara baik, setidaknya sejak tahun 1986, yang dikenal sebagai “Petunjuk Hannibal,” ungkap laporan tersebut.
Protokol ini menyatakan kalau pasukan Israel dapat membunuh tentara mereka sendiri untuk mencegah mereka jatuh (ditangkap/ditawan/disandera) ke tangan musuh.
Apa tujuan protokol penumbalan ini?
“Melakukan hal ini membantu mencegah musuh mendapatkan pengaruh atas Israel. Sebagai contoh, Hamas menangkap seorang tentara Israel, Gilad Shalit, di dekat perbatasan Gaza pada tahun 2006. Setelah menahannya selama lima tahun, Hamas memaksa Israel untuk menukar Shalit dengan lebih dari 1.000 tahanan Palestina di Israel, termasuk pemimpin politik Hamas saat ini. di Gaza, Yahya Sinwar,” papar ulasan di laporan Mondoweiss tersebut.
Ulasan itu juga melebarkan dugaan kalau protokol Hannibal Directive pada kasus serangan Hamas 7 Oktober, juga diterapkan bagai kalangan warga sipil Israel, bukan di kalangan warga sipil Palestina.
“Electronic Intifada menerbitkan wawancara panjang dengan seorang wanita Israel, Yasmin Porat, yang menggambarkan bagaimana dia ditawan oleh pejuang Hamas di Kibbutz Be’eri pada tanggal 7 Oktober.”
“Menurut sumber-sumber Israel, pejuang Hamas membantai 112 warga Israel di kibbutz sebelum militer Israel mampu merespons.”
“Namun, menurut laporan Porat, para penculik Hamas memperlakukan dia dan tawanan lainnya dengan “manusiawi”, percaya bahwa mereka akan diizinkan mundur dengan aman ke Gaza karena perlindungan yang diberikan oleh tawanan Israel sebagai perisai manusia.”
“Tetapi, ketika tentara Israel tiba, “mereka melenyapkan semua orang, termasuk para sandera. Terjadi baku tembak yang sangat, sangat hebat,” kata Porat seperti diulas dalam laporan tersebut.
Kesaksiannya dilengkapi dengan bukti dari tentara Israel yang menggambarkan bagaimana militer Israel menembakkan peluru tank ke gedung-gedung tempat pejuang Hamas dan tawanan Israel berada.
Sebagai informasi, catatan Mondoweiss ini mengutip laporan tanggal 11 Oktober oleh jurnalis Quique Kierszenbaum di The Guardian.
Dihujani Tembakan Tank
Dalam laporan lain di Haaretz edisi Ibrani tanggal 11 Oktober oleh jurnalis Nir Hasson dan Eden Solomon, seorang wakil komandan batalion cadangan lapis baja Israel menggambarkan bagaimana dia dan unit tanknya bertempur di dalam kibbutz, dari rumah ke rumah, dengan tank.
“Kami tidak punya pilihan,” dia menyimpulkan.
Dalam artikel Haaretz selanjutnya, tertanggal 20 Oktober, Hasson melaporkan, menurut seorang penduduk Be’eri yang rekannya terbunuh dalam serangan itu, militer Israel “menembaki rumah-rumah yang semua penghuninya ada di dalamnya untuk melenyapkan para pejuang Hamas bersama dengan para sandera.”
“Laporan tersebut mencatat, “Kemarin, 11 hari setelah pembantaian tersebut, mayat seorang ibu dan putranya ditemukan di salah satu rumah yang hancur. Diduga masih banyak jenazah yang masih tergeletak di reruntuhan,” tulis Mondoweiss.
Laporan Mondoweiss menyimpulkan, kalau para militan Hamas Palestina bersembunyi di gedung-gedung tersebut bersama tawanan Israel mereka ketika tentara Israel menyerang mereka dengan tembakan tank besar-besaran dari jarak dekat.
“Patut diusut siapa penyebab paling banyak kematian dan kehancuran yang terjadi. Hal ini sangat penting karena kematian tersebut kini digunakan untuk membenarkan kehancuran Gaza dan pembunuhan ribuan warga sipil di sana,” tulis laporan tersebut.