Geneva, Teritorial.Com – Berbanding terbalik dengan agenda program yang ditawarkan oleh Menlu AS Mike Pompeo saat melangsungkan lawatan ke Indonesia beberapa hari lalu. Pemerintah AS kini desak Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO) untuk segara jatuhkan sanksi dagang terhadap Indonesia senilai USD350 juta atau setara Rp5,05 triliun (kurs Rp14.453 per USD).
Sanksi tersebut bermula saat AS merasa dirugikan dengan kebijakan pengetatan dan batasan terhadap barang impor AS di pasar domestik Indonesi. Dianggap melanggar perjanjian, dan tidak sesuai dengan statuta dalam kesepatan perdagangan di WTO, AS memenangkan gugatan sengketa perdagangan di WTO.
Dalam gugatan tersebut, Indonesia kalah dalam banding. AS meradang atas pembatasan impor produk-produk pertanian dan peternakan mereka yang dilakukan pemerintah Indonesia. Diantaranya apel, anggur, kentang, jus, buah kering, bawang, daging sapi dan daging ayam.
Melansir dari Reuters, Selasa (7/8/2018), Pemerintah AS mengatakan sanksi tersebut berdasarkan total kerugian industri pertanian dan peternakan AS yang mencapai USD350 juta pada tahun 2017.
“Pengajuan terbaru dari AS karena Indonesia belum mematuhi putusan WTO, sehingga Washington memberi sanksi tahunan atas kompensasi kerugian yang dilakukan terhadap kepentingan bisnis AS. Negara Adidaya tersebut klaim bahwa pihaknya telah merugi sekitar USD350 juta pada 2017 lantara kebijakan perdagangan Indonesia mengalami pengetatan,” tulis laporan tersebut seperti dikutip Reuters.
Amerika akan memperbarui angka ini setiap tahun karena ekonomi Indonesia terus berkembang, Kendati AS memenangi gugatan di WTO, proses pengenaan sanksi dagang ini diproyeksi akan memakan waktu cukup lama karena Indonesia akan kembali mengajukan banding.
Selain itu, Indonesia dikabarkan telah melobi pejabat senior AS agar tetap masuk dalam daftar negara-negara Asia Tenggara yang menerima persyaratan perdagangan khusus di bawah Sistem Preferensi Umum (Generalized System of Preferences/GSP). Sebuah fasilitas yang memberi pengurangan tarif hingga sekitar USD2 miliar terhadap ekspor Indonesia ke AS.
Dan pada April lalu, Kantor Perwakilan Dagang Amerika mengatakan sedang mengkaji kelayakan Indonesia dalam GSP. Hal ini terkait kebijakan Jakarta soal hambatan perdagangan dan investasi, dimana jangan sampai memberi efek negatif bagi perdagangan AS.