TEL AVIV, Teritorial.com – Intelijen Israel dilaporkan membantu operasi AS dalam membunuh jenderal Iran, Qasem Soleimani, pada 3 Januari.
Soleimani yang merupakan komandan Pasukan Quds terbunuh ketika berada di Bandara Internasional Baghdad, Irak.
Dia tewas bersama wakil pemimpin milisi Hashed al-Shaabi, Abu Mahdi al-Muhandis, ketika mobil mereka dihantam rudal AS.
Dalam laporan NBC News Jumat (10/1/2020), intelijen AS sudah mengetahui pesawat Aibur A320 milik maskapai Suriah Cham Wings Airlines yang ditumpangi Soleimani telah mendarat.
Dikutip Middle East Monitor Senin (13/1/2020), mereka mendapat laporan mengenai lokasi maupun jam berapa pesawat itu mendarat.
Intelijen Israel kemudian mengonfirmasi informasi yang dipunyai AS, dan berujung pada serangan yang menewaskan jenderal Iran itu.
Washington disebut hanya memberi tahu Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengenai kebijakan mereka untuk menggelar serangan.
Karena itu sebelum bertolak ke Yunani, Netanyahu sempat menyatakan “kejadian yang sangat dramatis” bakal terjadi di Timur Tengah.
“Kita tahu kawasan kita ini panas. Bakal terjadi kejadian sangat dramatis,” katanya di Bandara Ben Gurion, dikutip The Times of Israel.
Netanyahu melanjutkan, jajarannya bakal meningkatkan kewaspadaan dan memonitor serta mendiskusikannya dengan AS.
Kemudian di hari yang sama, Washington Post memberitakan bahwa AS mencoba melenyapkan pejabat militer senior Iran yang lain.
Target yang disasar adalah Abdul Reza Shahlai, yang merupakan komandan senior di Garda Revolusi Iran.
Namun gagal. Shahlai disebut merupakan pengelola kekuangan dan salah satu petinggi kunci Pasukan Quds, dan diketahui aktif di Yaman.
Akibat kematian Qasem Soleimani, Teheran melancarkan aksi balasan dengan membombardir dua pangkalan milik AS dan sekutunya di Irak.
Situasi itu sempat membuat khawatir akan terjadinya konflik lebih besar.
Namun, Presiden Donald Trump memilih pendekatan berbeda.
Dalam konferensi pers Rabu waktu AS, Trump tak mengumumkan serangan balasan. Melainkan bakal menjatuhkan sanksi.