Jakarta, Teritorial.Com – Setelah kapal ikan serta Coast Guard meninggalkan wilayah perairan laut kepulauan Natuna, Kini Juru Bicara Menteri Luar Negeri Cina, Geng Shuang mengambil sikap persuasif kepada pemerintah Indonesia. Dalam keterangannya Jubir Menlu Cina tersebut berujar bahwa Cina dan Indonesia telah berkomunikasi secara diplomatik terkait permasalahan ini.
“Cina dan Indonesia adalah mitra strategis yang komprehensif. Di antara kami, persahabatan dan kerja sama adalah arus utama, sementara perbedaan hanyalah bagian saja,” kata Geng Shuang, dikutip dari situs resmi Kementerian Luar Negeri Cina, Rabu (8/1/2020)
Tidak menyebutkan bahwa perairan laut kepulauan Natuna merupakan bagian dari Zona Economi Ekslusif (ZEE), namun Geng Shuang meyakini akan pentingnya stabilitas keamanan regional. “Sebagai negara pesisir Laut Cina Selatan dan negara-negara besar di kawasan ini, Cina dan Indonesia memikul tugas penting untuk menjaga perdamaian dan stabilitas regional,” kata Geng Shuang.
Geng juga sempat mengatakan, Cina selalu memandang hubungan bilateral dengan Indonesia dari perspektif strategis dan jangka panjang. Ia percaya Indonesia juga akan memiliki gambaran yang lebih besar tentang hubungan bilateral dan stabilitas regional. “Saya ingin menekankan bahwa China dan Indonesia tidak memiliki perselisihan mengenai kedaulatan wilayah.
“Kami memiliki klaim hak dan kepentingan maritim yang tumpang tindih di beberapa wilayah di Laut Cina Selatan.” kata Geng dalam keterangan pers regular, sebagaimana dilansir dari situs Kemlu Cina, Kamis (9/1/2020). Ia juga meminta Indonesia untuk tetap tenang, dan mengatakan pemerintah Cina sedang mengupayakan cara damai untuk membahas konflik ini dengan pemerintah RI.
“Kami ingin menangani perbedaan kami dengan Indonesia dengan cara yang tepat dan menjunjung tinggi hubungan bilateral kami serta perdamaian dan stabilitas di kawasan ini. Faktanya, kami telah melakukan kontak satu sama lain mengenai masalah ini melalui saluran diplomatik.” jelas Geng, menanggapi pertanyaan wartawan tentang konflik kedua negara belakang ini soal pelanggaran yang dilakukan China di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia.
Kembali pada persoalan utama, pemerintah Cina menekankan bahwa posisi dan proposisi Cina mematuhi hukum internasional, termasuk United Nations Convention for the Law of the Sea (UNCLOS) hukum laut internasional).”Jadi apakah pihak Indonesia menerimanya atau tidak, tidak ada yang akan mengubah fakta objektif bahwa Cina memiliki hak dan kepentingan atas perairan yang relevan (relevant waters),” tambah Geng.
“Apa yang disebut putusan arbitrase Laut Cina Selatan itu ilegal, batal berdasarkan hukum, dan kami telah lama menegaskan bahwa Cina tidak menerima atau mengakui hal itu. Pihak Cina dengan tegas menentang negara, organisasi atau individu mana pun yang menggunakan putusan arbitrase yang tidak sah untuk merugikan kepentingan Cina,” katanya.
Kasus ini bermula kala kapal pencari ikan dan coast guard milik China berlayar di kawasan perairan Natuna yang berdasarkan Konvensi United Nations Convention on The Law of The Sea (UNCLOS) 1982 masuk dalam ZEE Indonesia. Demi menjaga keamanan, TNI dan Badan Keamanan Laut (Bakamla) RI terus disiagakan di Perairan Natuna yang masuk dalam Provinsi Riau untuk memantau kondisi di sana.