Kembalinya ‘Bendera Keberuntungan’ Tentara Jepang, Hilang Sejak Perang Dunia Kedua

0

Tokyo, Teritorial.com – Toshihiro Mutsuda baru berusia 5 tahun saat itu ketika dia terakhir kali melihat ayahnya, yang direkrut oleh Tentara Kekaisaran Jepang pada 1943. Ayah Matsuda tewas dalam Perang Dunia Kedua dan jasadnya tidak diketahui.

Bagi Matsuda yang kini berusia 83 tahun, ayahnya adalah seorang pria berkacamata dalam sebuah foto keluarga tua yang berdiri di dekat bendera keberuntungan. Bendera itu dibawa oleh ayah Matsuda ke medan perang.

Pada Sabtu (29/7/2023), bendera itu dikembalikan kepada Matsuda setelah dipajang di museum perang di Amerika Serikat (AS) selama 29 tahun.

“Ini keajaiban,” ujar Matsuda.

Bendera tersebut dikenal sebagai “Yosegaki Hinomaru,” atau Bendera Keberuntungan. Bendera itu mencantumkan nama ayah Matsuda, Shigeyoshi Mutsuda beserta tanda tangan kerabat, teman, dan tetangganya yang mendoakan keberuntungan baginya. Bendera itu diberikan kepada Shigeyoshi Matsuda sebelum dia direkrut oleh Angkatan Darat. Keluarga Matsuda kemudian menerima kabar bahwa Shigeyoshi meninggal di Saipan, tetapi jenazahnya tidak pernah dikembalikan.

Bendera tersebut disumbangkan pada 1994 dan dipajang di museum di atas kapal USS Lexington, sebuah kapal induk Perang Dunia Kedua, di Corpus Christi, Texas. Direktur museum, Steve Banta mengatakan, dia tidak mengetahui sejarah bendera tersebut sampai diidentifikasi oleh keluarga Matsuda pada awal tahun ini.

Banta mengatakan, dia mengetahui cerita di balik bendera tersebut pada awal tahun ini. Banta dihubungi oleh Obon Society, sebuah organisasi nirlaba yang telah mengembalikan sekitar 500 bendera serupa sebagai sisa-sisa non-biologis, kepada keturunan tentara Jepang yang tewas dalam perang.

Pencarian pemilik asli bendera tersebut dimulai pada April ketika seorang pengunjung museum mengambil foto dan bertanya kepada seorang ahli tentang deskripsi bahwa bendera itu milik seorang pilot “kamikaze” yang merujuk kepada serangan bunuh diri yang dilakukan awak pesawat Jepang pada akhir kampanye Pasifik Perang Dunia Kedua terhadap kapal laut sekutu. Ketika cucu Shigeyoshi Mutsuda melihat foto itu, dia meminta bantuan Obon Society untuk mengembalikan bendera tersebut kepada keluarganya.

“Ketika kami mengetahui semua ini, dan bahwa keluarga ingin memiliki bendera itu, kami langsung tahu bahwa bendera itu bukan milik kami. Kami tahu bahwa hal yang benar untuk dilakukan adalah mengirim bendera ini ke rumahnya di Jepang dan ke keluarganya,” ujar Banta saat upacara serah terima.

Putra tertua prajurit itu, Toshihiro Mutsuda, terdiam beberapa detik ketika Banta, yang mengenakan sarung tangan putih, dengan lembut meletakkan bendera yang terlipat rapi ke tangannya. Dua adiknya yang berusia 80-an, berdiri dan menyaksikan serah terima bendera itu dalam keheningan.

Toshihiro Matsuda mengenakan sarung tangan katun agar tidak merusak bendera berusia puluhan tahun. Dia dengan hati-hati membuka lipatan bendera untuk diperlihatkan kepada tamu undangan yang menghadiri serah terima.

“Setelah menerima bendera hari ini, saya dengan sungguh-sungguh merasa bahwa perang seperti itu tidak boleh terjadi lagi dan saya tidak ingin orang lain mengalami kesedihan (perpisahan) ini,” kata Toshihiro Mutsuda.

Putri prajurit itu, Misako Matsukuchi, menyentuh bendera tersebut dengan kedua tangannya dan berdoa. “Setelah hampir 80 tahun, semangat ayah kami kembali kepada kami. Saya harap dia akhirnya bisa beristirahat dengan tenang,” kata Matsukuchi.

Toshihiro Mutsuda mengatakan ingatannya tentang ayahnya tidak terlalu jelas. Namun, dia ingat dengan jelas ibunya, Masae Matsuda, yang meninggal lima tahun lalu pada usia 102 tahun, kerap melakukan perjalanan jarak jauh dengan bus hampir setiap tahun dari kota pertanian di Gifu, Jepang tengah, ke Kuil Yasukuni Tokyo. Di kuil tersebut 2,5 juta korban perang diabadikan. Masae Matsuda melakukan perjalanan jauh itu untuk menghormati arwah suaminya.

Korban agresi Jepang selama paruh pertama abad ke-20, khususnya Cina dan Korea, melihat Yasukuni sebagai simbol militerisme Jepang. Namun, bagi keluarga Mutsuda, ini adalah tempat mengenang kehilangan ayah dan suami.

“Ini seperti kisah cinta lama lintas zaman yang datang bersama. Tidak masalah di mana, yang penting bendera ini untuk keluarga,” ujar Banta merujuk pada kontroversi Kuil Yasukuni.

Toshihiro Mutsuda dan saudara-saudaranya memilih untuk menerima bendera itu di Kuil Yasukuni dan membawa foto orang tua mereka yang sudah dibingkai. “Ibuku merindukannya dan sangat ingin bertemu dengannya dan itulah mengapa dia biasa berdoa di sini. Hari ini keinginannya akhirnya terkabul, dan dia dapat dipersatukan kembali,” ujarnya.

Share.

Comments are closed.