New Delhi, Teritorial.com – Dikenal sebagai jalur pelayaran internasional tentunya persoalan yang melanda Laut Cina Selatan (LCS) terkait klaim sepihak yang dilakukan oleh Tiongkok mamaksa banyak negara untuk terlibat didalamnya.
Menanggapi pernyataan Komandan U.S Pacific Command (USPACOM) Laksamana Harry Harris dalam keterangan pers nya selasa, (16/1/2018), yang menyatakan bahwa dominasi militer Tiongkok kini semakin tidak terkendali, Kepala Staf Angkatan Laut India Laksamana Sunil Lanba bahwa diri tengah mempersiapkan diri menghadapi kemungkinan kehadiran militer Tiongkok di Samudera Hindia.
Mosi ketidakpercayaan terhadap Tiongkok atas tindak provokatif selama ini di LCS, menjadi topik utama dalam pembahasan pertemuan diplomasi multilateral yang dihadiri oleh India, Amerika Serikat Japan dan Indonesia. Sikap tertutup Tiongkok atas apa yang terjadi di LCS semakin menguatkan upaya Tiongkok mengubah status quo atas LCS secara unilateral.
Dilansir dari economictimes (19/1/2018), dalam diskusi panel Raisina Security Dialogue 2018 yang disponsori oleh Observer Research Foundation (ORF) kamis (18/1/2018), Komandan USPACOM tersebut menyatakan bahwa realitas yang dihadapi negara di kawasan saat ini adalah Tiongkok. “Kami memahami bahwa Tiongkok sejauh ini telah menghantarkan acaman bagi stabilitas keamanan kawasan bagi Indo-Pasifik, sehingga trust deficit menjadi fenomena yang mengakar dalam arsitektur keamanan kawasan”, ungkap Harris.
Dihadapan Menteri Pertahanan RI Jenderal TNI (Purn) Ryamizard Ryacudu, yang memimpin langsung delegasi Indonesia, Komandan USPACOM itu juga mengatakan bahwa Tiongkok bersama AS juga sepakat dalam beberapa isu-isu tertentu seperti bantuan kemanusiaan, anti-piracy, dan perang melawan terrorisme.
Laksamana Lanba juga mengatakan bahwa pemerintah India sekarang ini tengah berupaya mengawasi dan melakukan monitoring terhadap pergerakan kapal yang menuju Samudera Hindia. Dalam kurun waktu kurang lebih 10 tahun terakhir aktivitas Kapal Tiongkok di Samudera Hindia mengalami peningkatan yang cukup drastis. Beberapa pengamat mengatakan kebijakan hal tersebut merupakan dampak dari kebijakan Maritime Slik Roots Tiongkok.
Komanda tertinggi Aangkatan Laut India tersebut juga menyatakan bahwa Tiongkok kini tengah membangun beberapa pelabuhan melalui kerjasama dengan negara tetangga seperti Pelabuhan di Djibouti, dan pelabuhan di Hambantota Sri Lanka. “Dari laporan terakhir bahwa memang tidak ada satupun didapati pergerakan kapal perang Tiongkok, namun begitu kewaspadaan tetap menjadi hal utama karena saya pikir begitulah pola Tiongkok yang terjadi dalam waktu dekat.”
Standing Point Indonesia Dalam Raisina Security Dialogue 2018
Dalam diskusi panel Raisina Security Dialogue 2018 yang dihadiri oleh Menhan RI Ryamizard Ryacudu, kamis (18/1/2018), Indonesia tetap dalam posisi sebagai stabilisator keamanan yang juga bertanggungjawab terhadap keamanan kawasan Asia Tenggara. Jalur diplomatik dalam pencegahan konflik di LCS tetap dipertahankan hal tersebut mencegah agar konflik tidak mengarah pada perang terbuka di kawasan.
Dalam kesempatan tersebut Menhan RI juga menegaskan kepada seluruh delegasi yang hadir bahwa Standing Point Indonesia akan tetap mengupayakan perdamaian di LCS, mencegah Tiongkok untuk kembali melakukan tindak provokatif. “Kami Indonesia bersama dengan ASEAN mendesak agar Tiongkok untuk menyetujui CoC yang akan digelar pada bulan Maret mendatang di Vietnam”. tegas Menhan RI.
Mantan Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat sekaligus Wakil Menteri Luar Negeri RI Dino Patti Djalal menyatakan bahwa sekarang ini Indonesia sudah merasa tidak nyaman dengan segala bentuk manuver politik yang dilakukan Tiongkok khususnya terhadap Asia Tenggara.
Kaitannya dengan klaim sepihak di LCS, pendiri Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) itu menyatakan “Tiongkok harus mematuhi norma yang berlakuk di kawasan, kapabilitas power memang tidak dipungkiri namun bukan berarti hal tersbeut digunakan sebagai senjata menekan negara-negara ASEAN”, jelasnya.
Peningkatan agresi Tingkok di LCS dengan kehadiran kapal perang dan kapal selam yang hingga meluas ke Samudera Hindia dikhawatirkan akan menyulut konflik dalam skala global. (SON)