Beijing, Teritorial.Com – Menuntut asas keterbukaan pasa bebas, Tiongkok menyatakan mengecam proteksionisme dalam mekanisme perdagangan internasional. Melalui pertemuan multilateral KTT G-20, 28-29 Juni 2019 mendatang, Tiongkok sekarang ini sedang mencari dukungan ke sejumlah negara anggota G20 lainnya.
Upaya itu muncul di saat Tiongkok terlibat perang dagang dengan Amerika Serikat. “Unilateralisme dan proteksionisme telah merusak pertumbuhan global, merusak rantai nilai global, dan meredam sentimen pasar,” kata Asisten Menteri Urusan Luar Negeri Tiongkok, Zhang Jun, Senin, 24 Juni 2019.
Hal tersebut dilakukan Tiongkok tidak lain sebagai bentuk kritik terhadap kebijakan perdagangan AS yang kini memainkan strategi proteksionis guna melindungi pasar domestik di era persaingan perang dagang.
“Tiongkok akan bekerja dengan negara lain di KTT G-20 untuk menegakkan multilateralisme yang kuat dan tatanan perdagangan global yang terbuka dan berdasarkan aturan,” tambah Zhang.
Jepang, Uni Eropa, dan mitra dagang lainnya di masa lalu mengeluhkan hal yang sama dengan AS, yaitu tentang dugaan pencurian kekayaan intelektual dan kurangnya lapangan permainan yang setara bagi investor asing di Tiongkok. Di sisi lain, sebuah pertemuan antara Xi Jinping dan Donald Trump di sela-sela pertemuan di Osaka, Jepang, itu, telah memicu harapan akan gencatan senjata di saat perang dagang semakin merusak perekonomi kedua negara besar di dunia itu.
Wakil Menteri Perdagangan Tiongkok Wang Shouwen mengatakan tim dari kedua belah pihak sekarang membahas langkah selanjutnya untuk komunikasi menjelang pertemuan Xi-Trump. “Keduanya harus melakukan kompromi dan setiap pembicaraan antara Tiongkok dan AS harus didasarkan pada saling menghormati dan kesetaraan, serta saling menguntungkan dan mematuhi aturan WTO,” kata Wang.
Kedua pemimpin itu juga diperkirakan akan membahas nasib perusahaan raksasa teknologi Tiongkok, Huawei, yang telah mengalami pukulan berat sejak pemerintah Trump melarang perusahaan-perusahaan AS untuk bekerja sama dengan Huawei. Wang juga mendesak AS untuk menghilangkan hambatan yang diskriminatif terhadap perusahaan Tiongkok. Wang mengatakan, langkah-langkah seperti itu membahayakan kepentingan perusahaan Tiongkok dan AS.
Di lain hal, seorang cendekiawan asal Tiongkok yang sedang berkunjung ke Indonesia menegaskan kembali bahwa perang dagang hanya akan merugikan AS, bukan Tiongkok. “Perang dagang tidak akan membuat ‘Amerika great again’, tapi malah merugikan AS. Mengapa? Karena lebih dari 50 persen eksportir di Tiongkok itu umumnya merupakan perusahaan asal AS,” kata Wakil Presiden Eksekutif China Institute of International Studies, Ruan Zongze, di Jakarta, kemarin.