Kuasa di Laut Cina Selatan, Apakah Selanjutnya Tiongkok Invasi ASEAN ?

0

Jakarta, Teritorial.com – Menindaklanjuti sengketa kepemilikan Laut Cina Selatan, dimana Tiongkok semakin menunjukan sikap agresif. Dalam makalah singkatnya yang dipaparkan di Universitas Pertahanan, Direktur Eksekutif Center Institute of Strategic Studies (CISS) M. Dahrin La Ode mengungkap bahwa dengan membaca geopolitik Tiongkok saat ini, ada grand narasi besar yang tengah disusun Tiongkok.

Direktur Eksekutif CSIS, menjelaskan kepada seluruh Mahasiswa Unhan dan tamu undangan yang hadir bahwa Tiongkok tidak hanya ingin mengendalikan jalur perairan internasional LCS, namun Tiongkok tengah bersiap untuk melakukan invasi di kawasan ASEAN. Pernyataan tersebut kemudian didukung dengan data-data laporan badan intelijen Amerika Serikat yang mempublikasikan mengenai penempatan alutsista berat Tiongkok seperti kapal perang, aircraft, kapal selam hingga perlengkapan satelit Angakatan Udara.

Walaupun Pemerintah Tiongkok selalu mengatakan penempatan alutsista dan gelar pasukan yang ditempatkan di LCS sebatas pemenuhan kepentingan keamanan nasional Tiongkok, namun tidak menutup kemungkinan Jika suatu saat Tiongkok menggunakan hal tersebut untuk menekan negara-negara ASEAN.

Mengutip “Leibensraum” dari Krl Houshofer yang mengajarkan perluasan ruang hidup atau “living space”, sesungguhnya sudah mulai dilakukan Tiongkok di Laut Cina Selatan (LCS) yang menuju ke wilayah daratan negara-negara ASEAN seperti Filipina, Vietnam, Malaysia, Brunei Darussalam, dan Indonesia.

Penulis buku Etnis Cina Indonesia dalam Politik itu melanjutkan, penduduk Tiongkok dewasa ini jumlahnya sudah mencapai kurang lebih 1,3 miliar jiwa. Dengan begitu dalam perspektif teori geopolitik Houshofer akan berebut makanan, air bersih dan tempat tinggal. Ekspansi wilayah kecil kemungkinan ke arah utara, berhubung di arah Utara ada Mongolia dan Russia yang juga memiliki sikap politik ekspansionis.

“Untuk itu maka pilihan ekspansi ke arah wilayah Selatan dalam hal ini di wilayah ASEAN, menjadi pilihan yang tepat, hal ini juga dapat diukur dari kalkulasi kekuatan dimana hampir seluruhnya kepabilitas militer negara-negara di Asia Tenggara seluruhnya kini dibawah Tiogkok” ungkap Dahrin.

Itulah sebabnya, kata Dahrin, maka peta Nine atau yang kini berkembang menjadi Ten Dash Line dipertahanakan guna memastikan pendudukan dan klaim sepihak atas wilayah LCS. Jika selanjutnya yang masuk dalam peta itu benar akan diinvasi, tentu akan dibuat dalam peta dengan menggunakan garis penuh.

Alasan lain karena wilayah ASEAN adalah wilayah yang subur dan kaya sumber daya alam. “Dengan demikian Tiongkok berharap ekspansi ke wilayah ASEAN mendapatkan akses kepemilikan terhadap aset sumber daya baik migas maupun non-migas hingga perluasan kekuasaan sebagaimana yang tertuang dalam pemikiran geopolitik ala Houshofer,” tegasnya.

Dari pemberitaan sebelumnya telah dikabarkan pemerintah Tiongkok melakukan rotasi militer dengan menempatkan Letnan Jenderal Xu Anxiang, 61 tahun. Xu sebelumnya merupakan Komandan Pasukan Khusus Serbu Angkatan Udara Sayap Selatan Tiongkok yang bertugas di perbatasan wilayah LCS. Namun karena kepentingan politik pemerintahan saat itu, tahun 2013 lalu Xu menjabat sebagai salah satu dari 10 anggota Komite tetap Partai Komunis dari fraksi Angkatan Udara Tiongkok.

Penunjukan Xu kembali penugasan ke wilayah sengketa, merupakan langkah yang tepat bagi Tiongkok. Xu dikenal karena perannya di People’s Liberation Army (PLA) dengan spesialisasi khusus bertanggungjawab secara menyeluruh terhadap pergerakan pasukan dan logistik persenjataan di tingkat regional.

Dengan kembalinya Xu bertugas maka diharapkan berdampak positif bagi pendudukan Tiongkok di LCS. Pasukan khusus Tiongkok The China’s Southern Theatre Command (CSTC), sekarang ini menjadi salah satu dari lima penempatan pasukan di tingkat regional dengan tugas utama yakni fokus dalam mempertahankan kepentingan strategis Tiongkok atas LCS. (SON)

Share.

Comments are closed.