Beirut, Teritorial.Com – Juru bicara Kementerian Luar Negeri RI, Teuku Faizasyah, mengatakan satu orang WNI menjadi korban luka dalam insiden ledakan dahsyat yang terjadi di Beirut, Lebanon, Selasa (4/8). Kondisi WNI yang merupakan seorang pekerja migran itu kini dilaporkan sudah stabil.
“Ada satu WNI yang mengalami luka-luka (inisial NNE). Staf KBRI sudah berkomunikasi melalui video call dengan yang bersangkutan. Kondisinya stabil, bisa bicara dan berjalan. Yang bersangkutan sudah diobati oleh dokter rumah sakit dan sudah kembali ke apartmennya di Beirut,” kata Faizasyah, seperti dikutip BBC Indonesia.
Duta Besar RI untuk Lebanon, Hajriyanto Thohari, menjelasskan WNI yang mengalami luka itu adalah seorang perempuan yang bekerja di kawasan Jal El Dib, yang berlokasi delapan kilometer dari Pelabuhan Beirut.
“Luka sudah dijahit oleh dokter. Saat ini sudah pulang dan berada di apartemen bersama empat WNI lainnya di Jal El Dib,” sebut Hajriyanto dalam pesan tertulis kepada BBC Indonesia, Rabu (05/08).
Di Lebanon, terdapat total 1.447 WNI, 213 di antaranya masyarakat dan keluarga besar KBRI) dan 1.234 TNI anggota kontingen Garuda.
Menurut Dubes RI untuk Lebanon, Hajriyanto Thohari, KRI Sulthan Hasanuddin 366—yang bertugas sebagai Kontingen Garuda Satgas MTF dalam UNIFIL—terkonfirmasi aman karena sedang berlayar di Mersin, Turki.
Sementara itu, Hamzah Assuudy Lubis selaku Presiden Perhimpunan Pelajar Indonesia di Lebanon, mengatakan bahwa ledakan awalnya mereka rasakan seperti gempa kurang lebih 10 detik.
“Saya dan beberapa teman sesama mahasiswa tinggal di daerah Barbir, Beirut, yang berjarak kurang lebih empat kilometer dari lokasi kejadian,” tambahnya.
Sebelumnya diberitakan telah terjadi ledakan dahsyat yang mengguncang Beirut, ibu kota Lebanon, Selasa (4/8). Akibat ledakan tersebut 78 orang menjadi korban jiwa dan lebih dari 4.000 orang lainnya luka-luka. Para pejabat menuding adanya bahan peledak yang disimpan di gudang selama enam tahun.
Perdana Menteri Hassan Diab mengatakan adanya 2.750 ton amonium nitrat – bahan untuk pupuk dan peledak – disimpan di gudang “tidak dapat diterima.”
“Saya tidak akan diam sampai kita menemukan orang yang bertanggung jawab atas apa yang terjadi, sehingga kita dapat meminta pertanggung jawaban dan menerapkan hukuman paling berat,” kata perdana menteri dalam akun Twitter resminya.
“Tidak dapat diterima ada 2.750 amonium nitrat disimpan di gudang selama enam tahun, tanpa adanya langkah pengamanan sehingga membahayakan keselamatan warga.”
Amonium nitrat merupakan zat yang sangat mudah meledak ketika bersentuhan dengan api dan ketik meledak,amonium nitrat bisa melepaskan sejumlah gas beracun, termasuk nitrogen oksida dan gas amonia.
Karena mudah meledak, ada sejumlah aturan ketat dalam menyimpan amonium nitrat secara aman. Ragam aturan tersebut meliputi tempat penyimpanan yang tahan api, tidak boleh ada lubang drainase, pipa-pipa, atau saluran lain yang dapat menumpuk amonium nitrat sehingga menciptakan bahaya ledakan tambahan.
Pasca ledakan ini, Perdana Menteri Lebanon Hassan Diab mengumumkan Rabu (05/08) dan dua hari berikut sebagai hari berkabung nasional. Para pejabat mengatakan korban luka-luka “akan sangat tinggi jumlahnya.”
Pertemuan Dewan Pertahanan Nasional yang dipimpin Presiden Michael Aoun merekomendasikan pemerintah menetapkan “kondisi darurat dua minggu” di ibu kota Beirut dalam pertemuan kabinet Rabu (05/08). Presiden Aoun juga mengatakan pemerintah akan menggelontorkan dana darurat sebesar 100 miliar lira (Rp972,1 miliar).
Gerakan Hezbollah Lebanon menyerukan kesatuan nasional menyusul ledakan yang disebut “tragedi besar nasional.” “Tragedi dan kerusakan yang belum pernah kita saksikan sebelumnya…memerlukan solidaritas dan kesatuan dari seluruh rakyat Lebanon, berbagai pelaku politik,” kata Hezbollah dalam satu pernyataan.