Jakarta, Teritorial.com – Dilaporkan tahun 2018 ini Tiongkok telah merampungkan sekiranya tujuh pangkalan militer di Laut Cina Selatan (LCS), hasil dari proyek reklamasi sejumlah karang di wilayah LCS. Khawatir akan konflik yang lebih besar, pemerintah Indonesia melalui Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, Rabu (10/1/2018) menyampaikan pihaknya akan kembali menekan seluruh negara di kawasan khususnya Tiongkok untuk menyepakati Code of Conduct (CoC).
Retno juga menambahkan bahwa ketegangan yang terjadi di LCS masuk dalam kebijakan strategis pemerintah Indonesia tahun 2018. “Indonesia akan secara aktif melakukan upaya menjembatani ASEAN dan Tiongkok dalam membentuk kesepahaman bersama akan pentingnya CoC bagi terciptanya stabilitas keamanan kawasan, dan menekan pihak-pihak yang berkepentingan atas LCS untuk tidak lagi melakukan tindakan provokatif”, ujar Menlu Retno dihadapan para diplomat asing dalam pers tahunan Kementerian Luar Negeri.
Dirinya juga berharap bahwa negosiasi menuju CoC akan berjalan lancar, ASEAN-Tiongkok akan kembali berbicara soal CoC pada bulan Meret mendatang bertempat di Vietnam, yang juga merupakan salah satu dari negara yang mengklaim sebagian teritori LCS.
Disela pidatonya Retno juga menyampaikan bahwa Indonesia tetap berkomitmen mendorong ASEAN sebagai stabilisator keamanan kawasan yang mengedepankan peran kolektif bagi seluruh negara-negara di Asia Tenggara untuk menyuarakan kepentingan perdamaian dan menyelesaikan permasalahan secara damai.
Berlanjut dari apa yang telah disampaikan pada East Asia Summit (EAS) tahun lalu di Manila Filipina, negara-negara ASEAN harus terlebih dahulu melakukan pertemuan ASEAN se-tingkat Menteri terutaman Menlu untuk menyatukan kesepahaman yang sama sebelum mengadakan pertemuan dengan Tiongkok.”ASEAN harus tetap menjaga sebagai sentralitas dalam prospek jangka panjang mengenai keamanan di kawasan”, ujar Menlu Retno.
Hal yang nantinya akan ditegaskan ASEAN kepada Tiongkok dan dituangkan dalam CoC tidak lepas membahas juga mengenai sejumlah pangkalan militer Tiongkok yang tersebar disepanjang LCS. Pada juli 2016 lalu, telah ditetapkan oleh Permanent Court of Arbitration (PCA) bahwa klaim historis yang selama ini menjadi pedoman Tiongkok tidaklah dapat dibenarkan secara hukum laut internasional.
Penyelesaian secara hukum dan diplomatis adalah cara yang tepat, walau bagaimanapun Tiongkok tetap menjadi partner bagi negara-negara Asia Tenggara dalam hal perdagangan. Hingga tahun 2016 total investasi ASEAN-Tiongkok menyentuh hingga 1 triliun USD.
Kesempatan inilah yang juga harus dimanfaatkan oleh negara-negara ASEAN, dimana Tiongkok sangat fokus terhadsap perluasan pengaruh ekonominya, dan beruntungnya Asia Tenggara sebagai sasaran utama investasi Tiongkok. (SON)