Washington, D.C. Teritorial.com – Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA) resmi memberhentikan Kepala Ilmuwannya, Katherine Calvin, sebagai bagian dari pemutusan hubungan kerja (PHK) bertahap yang diperintahkan oleh Presiden Donald Trump. Langkah ini menjadi bagian dari kebijakan pemerintahan Trump yang dinilai melemahkan penelitian perubahan iklim di Amerika Serikat.
Meskipun tahap awal PHK ini hanya berdampak pada 23 pegawai, NASA telah mengonfirmasi bahwa pengurangan tenaga kerja lebih lanjut akan segera dilakukan. “Untuk mengoptimalkan tenaga kerja dan mematuhi Perintah Eksekutif, NASA memulai pendekatan bertahap dalam pengurangan tenaga kerja atau yang dikenal sebagai Reduction in Force (RIF),” ujar Cheryl Warner, juru bicara NASA, dalam pernyataan resminya.
Katherine Calvin dan Kebijakan Anti-Ilmiah Trump
Salah satu posisi penting yang dihilangkan adalah Kepala Ilmuwan NASA, yang sebelumnya dijabat oleh Katherine Calvin, seorang klimatolog ternama yang turut berkontribusi dalam laporan utama Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang perubahan iklim. Tidak hanya diberhentikan, Calvin dan delegasi AS lainnya juga dilarang menghadiri pertemuan ilmiah penting di Tiongkok bulan lalu.
Selain itu, NASA juga menutup beberapa divisi strategis, termasuk Kantor Teknologi, Kebijakan, dan Strategi, serta Cabang Keberagaman, Kesetaraan, Inklusi, dan Aksesibilitas. Kebijakan ini sejalan dengan visi Trump yang lebih berfokus pada eksplorasi luar angkasa dibandingkan penelitian ilmiah berbasis lingkungan.
Jared Isaacman dan Peran SpaceX dalam Kebijakan NASA
Meski NASA belum mengalami pemangkasan besar-besaran seperti lembaga lainnya, hal ini dilaporkan berkat campur tangan Jared Isaacman, miliarder di industri pembayaran digital yang diangkat Trump sebagai Kepala NASA. Isaacman, yang dikenal memiliki hubungan dekat dengan Elon Musk, disebut-sebut menjadi faktor utama di balik penundaan PHK massal yang awalnya direncanakan sejak Februari.
Menurut laporan Ars Technica, NASA sebelumnya berencana memberhentikan sekitar 1.000 pegawai dalam masa percobaan. Namun, Isaacman meminta agar rencana tersebut ditunda tanpa penjelasan resmi lebih lanjut.
Trump, Musk, dan Prioritas Misi ke Mars
Presiden Trump dan Elon Musk secara terbuka mendukung misi manusia ke Mars. Dalam pidato kenegaraannya minggu lalu, Trump menegaskan ambisinya untuk menancapkan bendera AS di Mars dalam waktu dekat.
“Amerika Serikat akan menancapkan bendera di planet Mars dan bahkan melangkah lebih jauh lagi,” tegas Trump dalam pidatonya.
Namun, kebijakan ini menuai kritik karena NASA selama ini berperan besar dalam penelitian perubahan iklim global. Pemotongan anggaran dan tenaga kerja dikhawatirkan akan menghambat pengoperasian satelit pemantau Bumi, penelitian berbasis udara dan darat, serta pengembangan model iklim canggih yang selama ini menjadi rujukan ilmuwan di seluruh dunia.
Gelombang PHK di Lembaga Ilmiah AS
Tidak hanya NASA, kebijakan Trump juga berdampak luas pada lembaga ilmiah lainnya. Administrasi Kelautan dan Atmosfer Nasional (NOAA), lembaga utama AS yang bertanggung jawab atas penelitian iklim dan cuaca, telah memberhentikan ratusan pegawai. Sumber internal memperkirakan bahwa lebih banyak PHK akan terjadi dalam waktu dekat.
Keputusan Trump untuk memangkas anggaran dan tenaga kerja di lembaga-lembaga ilmiah menimbulkan kekhawatiran akan masa depan penelitian perubahan iklim di AS. Di tengah meningkatnya tantangan global terkait krisis iklim, kebijakan ini dianggap sebagai langkah mundur bagi upaya ilmiah dalam memahami dan mengatasi dampak perubahan iklim.
Dengan terus berkurangnya tenaga ahli dan pendanaan bagi penelitian ilmiah, pertanyaan besar pun muncul: Apakah ambisi AS untuk menjelajahi Mars harus mengorbankan keberlanjutan planet Bumi?