Jakarta, Teritorial.Com – Seolah dipojokan dengan kebijakan diskriminatif Uni Eropa terkait pembatasan impor minyak sawit, Pemerintah Indonesia meminta Belanda membantu menyelesaikan masalah tersebut. Hal ini menyusul arahan Energi Terbarukan UE (Renewable Energy Directive II/RED II).
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi saat melakukan pertemuan bilateral dengan Menlu Belanda Stef Blok di Gedung Kementerian Luar Negeri RI, Selasa (3/6/2018). “Kami berdua telah membaca draf trialog [RED III antara Komisi, Dewan, dan Perlemen Uni Eropa] dan prihatin bahwa draf tersebut mengandung potensi tinggi diskriminasi terhadap kelapa sawit,” kata Retno dalam pernyataan bersamanya di depan wartawan bersama Blok seusai pertemuan.
Tepatnya awal Januari lalu, Parlemen Uni Eropa menambahkan larangan penggunaan larangan penggunaan biodiesel seperti minyak sawit di Benua Biru itu setelah 2021 “Saya dan Blok berbicara soal isu kelapa sawit dan kami sepakat untuk bekerja sama menemukan solusi win-win terkait hal ini. Indonesia akan terus menjamin tidak ada lagi diskriminasi kelapa sawit,” tutur dia menambahkan.
Protes tersebut juga kelanjutan dari protes keras dari Indonesia dan Malaysia sebagai dua negara produsen minyak sawit terbesar di dunia. Aturan itu pun dinilai bisa mengancam kesejahteraan petani sawit dan juga tak sejalan dengan agenda pembangunan berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Meski pemerintah telah memastikan kebijakan tersebut tidak akan mengucilkan ekspor sawit Indonesia di pasar Eropa, Retno menganggap draf RED II sarat akan bias penilaian kebijakan energi terbarukan secara global. “Kami telah membaca draf dialog tersebut yang akan menggunakan teknik indirect land-use chain (ILUC) sebagai salah satu kriteria, yang di mana ini menggambarkan pandangan Eropa dari pada pandangan umum yang sudah diterima secara global,” kata Retno.
Menurut Retno, Belanda merupakan salah satu mitra dagang dan investasi terbesar bagi Indonesia. Berdasarkan data, Retno memaparkan nilai perdagangan Indonesia-Belanda pada 2017 lalu mencapai US$5 miliar, naik 27,3 persen dari tahun sebelumnya. Sementara itu, dia menjelaskan nilai investasi kedua negara juga cenderung naik di tahun 2017 menjadi US$1,49 miliar yang tertuang dalam 871 proyek.
“Komoditas ekspor Indonesia yang terbesar adalah kelapa sawit. Maka dari itu kenapa saya angkat isu kepala sawit dengan Menlu Blok karena ini penting bagi Indonesia dan Belanda,Saat ini Indonesia dan Uni Eropa juga sedang bernegosiasi mengenai Kemitraan Ekonomi Komprehensif (CEPA) yang diharapkan segera rampung.” papar Retno.
Selain penguatan hubungan ekonomi, Retno dan Blok juga turut menyepakati langkah awal kerja sama Indonesia-Belanda dalam hal keamanan siber melalui penandatanganan Letter of Intent (LoI). Dalam kesempatan yang sama, Menlu Blok turut menegaskan bahwa Belanda berkomitmen terus memperkuat kerja sama menanggulangi ancaman terorisme global bersama Indonesia.
Sebab, menurutnya, Indonesia dan Belanda sama-sama tengah menghadapi ancaman yang sama seperti gelombang eks simpatisan ISIS yang baru kembali dari Suriah dan Irak, serta potensi kekerasan ekstremisme dari dalam negeri sendiri.
Menlu yang baru diangkat Perdana Menteri Mark Rutte pada 2017 lalu itu juga mengungkapkan belasungkawa kepada pemerintah dan rakyat Indonesia terkait serangkaian teror yang terjadi di beberapa wilayah Indonesia dalam beberapa waktu terakhir. (SON)