Jakarta, Teritorial.Com – Setelah menerima salinan surat Perwakilan Amerika Serikat (AS) untuk Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) di Jenewa, Swiss, kepada Badan Penyelesaian Sengketa WTO yang menjatuhkan sanksi ke RI senilai Rp 5 T. Dalam keterangan tertulis yang disampaikan Kementerian Perdagangan, disebutkan bahawa gugatan AS tersebut merupakan buntut dari masalah yang terjadi di tahun 2015.
Dalam keterangan tersebut tidak hanya AS, namun Salandia Baru pun tikatakan turut jadi korban dari kebijakan pemerintah Indonesia yang memperketat impor produk hortikultura, serta hewan dan produk hewan terhadap pasar domestin Indonesia. Total terdapat 18 kebijakan RI yang diadukan oleh AS dan Selandia Baru karena dianggap tidak dengan komitmen kerja sama dagang di WTO. Gugatan tersebut pada intinya mempermasalahkan kebijakan pelarangan (impor) yang diterapkan Indonesia.
Direktur Jendral Perdagangan Luar Negeri Oke Nurwan, mengatakan, Pemerintah Indonesia sebenarnya telah melakukan perubahan kebijakan yang menjadi gugatan AS. “Indonesia sendiri merasa sudah memenuhi putusan panel WTO dengan telah mengubah beberapa permentan dan permendag yang telah disampaikan kepada WTO,” ujarnya detikFinance, Rabu (8/8/2018).
Perubahan kebijakan yang dimaksud, lanjut Oke, merupakan tindak lanjut dari rekomendasi panel WTO pada tahun 2015 yang pada intinya AS merasa Indonesia menerapkan hambatan dalam importasi produk hortikultura, hewan dan produk hewan. Menjadi tanda tanya besar bagi AS terkait kebijakan Indonesia yang melakukan pengetatan berupa audit dan pendataan ulang kembali soal siapa saja negara yang dapat dan berhak atas kuota impor produk hortikultura ke Indonesia.
Sampai tahun 2015 sudah 11 negara yang mendaftarkan diri, antara lain Belanda, Prancis, China, Thailand, Brasil, Filipina, Mesir, Afrika Selatan, Rusia, Jepang. Dianggap tidak efektif, AS justru malah mengesampingkan soal peraturan. Setiap negara yang mengekspor hortikultura ke Indonesia sudah diberi masa transisi selama 1 tahun. Dikutip dari South China Morning Post (SCMP), Selasa (7/8/2018), ternyata tidak hanya AS, Salandia Baru dikabarkan juga merugi atas kebijakan Indonesia tersebut. Tak banyak dispose media massa, ternyata Salandia Baru juga mengajukan gugutan yang sama ke WTO, dan hasilnya disetujui.
Imbas Perang Dagang AS-China ?
Ditengah perdebatan terkait kewajiban Indonesia untuk membayar sanksi dagang yang dibebakankan oleh WTO tersebut, Sejumlah pihak menilai bahwa tindakan reaktif AS tersebut juga merupakan kepanjangan dari perang dagang yang terjadi antara AS-China. AS memahami bahwa Pembatasan Impor yang dilakukan pemerintah Indonesia terhadap produk hortikultura asal negaranya merupakan kebijkan diversivikasi pasar dimana Indonesia sejak 2015 mengundang masuk banyak impor dari negara lainnya terutama China.
Sanksi dagang yang dijatuhkan AS kepada Indonesia melalui WTO tersebut, sebanarnya sangat multitafsir. Hal tersebut lantaran sangat bersifat politis, AS melalui sanksi dagang tersebut hendak memberikan efek jera baik kepada Indonesia maupun kepada negara berkembang lainnya untuk tidak melakukan hal yang sama sebagaimana yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia.
Difersivikasi yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia dengan memberikan akses kepada produk China baik yang dilakukan secara berkala maupun besar-besaran untuk menembus pasar domestik Indonesia dianggap telah mengkhianati perjanjian dagang dengan AS. Adapun kerugian dagang AS yang selama ini digambar-gemborkan di media massa merupakan salah satu cara untuk menekan dunia dan pemerintah Indonesia secara politis agar tidak lagi tergantung terhadap China.
Meski AS memenangi gugatan di WTO, proses pengenaan sanksi dagang ini diproyeksi akan memakan waktu cukup lama karena Indonesia akan mengajukan banding kembali. Kasus ini akan terus berlanjut lantaran kemungkinan besar pemerintah Indonesia akan melakukan banding terhadap sanksi yang diajukan oleh AS di WTO. Berbeda dengan AS, Selandia Baru belum memunculkan tanda-tanda untuk mengajukan klaim ganti-rugi kepada Indonesia, meskipun gugatannya menang di WTO.