New Delhi, Teritorial.Com – Majelis rendah parlemen India menyetujui rancangan undang-undang (RUU) yang terkesan diskriminatif. RUU itu berisi pemberian memberikan hak tinggal dan kewarganegaraan bagi semua imigran kecuali imigran Muslim. HIngga kini RUU yang dianggap sangat diskriminatif tersebut masih membutuhkan persetujuan majelis tinggi.
Kelompok imigran yang bisa mendapatkan kewarganegaraan di India antara lain berasal dari komunitas Hindu, Jain, Parsis, dan beberapa kelompok agama non-Muslim lainnya yang bermigrasi secara ilegal dari Bangladesh, Pakistan, dan Afghanistan. “Mereka tidak punya tempat untuk pergi kecuali India,” kata Menteri Dalam Negeri Rajnath Singh mengatakan kepada parlemen pada hari Selasa dilansir Al Jazeera, Rabu (9/1/2019).
Para kritikus menyebut RUU itu terang-terangan anti-Muslim dan upaya dari kubu nasionalis Hindu; Partai Bharatiya Janata (BJP) pimpinan Perdana Menteri Narendra Modi untuk meningkatkan basis pemilih Hindu menjelang pemilu yang akan diadakan pada bulan Mei. RUU itu telah memicu protes di negara bagian timur laut Assam, di mana hampir 4 juta orang, yang dituduh sebagai orang asing, secara efektif dicabut kewarganegaraannya pada tahun lalu.
Para pemrotes di sana marah bukan karena RUU itu mengecualikan Muslim, tetapi karena RUU itu akan memberikan kewarganegaraan kepada orang-orang Hindu yang tidak berdokumen yang gagal membuktikan kewarganegaraan mereka dan karenanya dikeluarkan dari rancangan Daftar Warga Negara (NRC) yang diterbitkan Juli lalu. Suhas Chakma, direktur Rights and Risks Analysis Group yang berbasis di New Delhi, mengatakan RUU kewarganegaraan itu benar-benar tidak konstitusional. “Karena menargetkan kelompok-kelompok tertentu,” katanya.
Menurutnya, RUU itu tidak mungkin diloloskan majelis tinggi parlemen, karena kursi majelis tinggi tidak dikuasai oeh partai yang berkuasa. “Ini akan menjadi bumerang bagi BJP,” katanya, mengacu pada pada kemarahan di negara bagian Assam. Dalam protes hari Selasa, para demonstran membuat blokade dengan ban yang terbakar dan merusak dua kantor BJP. Massa mengganggu lalu lintas dan bisnis dari pagi hingga sore.
Mereka juga membakar patung Perdana Menteri Narendra Modi
Mukesh Agarwal, juru bicara kepolisian Assam, mengatakan lebih dari 700 demonstran ditangkap. Polisi menggunakan gas air mata untuk membubarkan massa.
Samujjal Bhattacharya, pemimpin Serikat Pelajar Assam, mengatakan bahwa memberikan hak tinggal dan kewarganegaraan untuk imigran tidak berdokumen dari Bangladesh akan mengancam masyarakat adat.
“Sudah, kami memiliki banyak sekali imigran Muslim dari Bangladesh yang memasuki Assam secara ilegal selama bertahun-tahun. Sekarang, pemerintah berusaha membuat undang-undang yang berusaha memberikan kewarganegaraan kepada umat Hindu dari Bangladesh. Kami ingin semua migran ilegal terdeteksi dan dideportasi, terlepas dari agamanya,” kata Bhattacharya.
Masalah imigrasi dari Bangladesh telah memicu pemberontakan publik secara berkala di Assam sejak pemerintah India memberikan hak kepada orang Bangladesh yang memasuki negara itu sebelum tahun 1971. Tahun itu merupakan tahun Bangladesh meraih kemerdekaan dari Pakistan.