TERITORIAL.COM, JAKARTA – Warung Maya di Seattle, Amerika Serikat, menjadi salah satu tempat yang kerap dibicarakan masyarakat Indonesia di Amerika Serikat. Warung yang juga dikenal dengan nama Maya Asian Market ini tidak sekadar menjual kebutuhan sehari-hari, melainkan juga menyediakan suasana hangat dan cita rasa nusantara yang dirindukan para perantau.
Konsul Jenderal Republik Indonesia (Konjen RI) di San Francisco, Yohpy Ichsan Wardana, bahkan rela menempuh perjalanan sejauh 1.290 kilometer dari tempatnya berkantor untuk mengunjungi Warung Maya pada Minggu, 24 Agustus lalu. “Saya ingin mendukung dia agar produk-produk Indonesia semakin hadir dan dikenal di Washington,” ujarnya.
Warung Maya dirintis oleh Maya Damayanti, perempuan asal Cianjur yang telah tinggal di Seattle lebih dari dua dekade. Awalnya hanya berupa toko kecil, usaha ini berkembang pesat hingga kini menyediakan lebih dari 1.000 produk khas Indonesia, mulai dari bumbu masakan, minuman, makanan ringan, hingga membuka kafe yang menyajikan aneka jajanan nusantara.
Kerinduan diaspora Indonesia akan kuliner tanah air pun terobati. Mie bakso, soto Bandung, pempek, nasi Padang, hingga jajanan tradisional seperti nagasari, lupis, dan risoles bisa dengan mudah ditemui di Lynnwood, Seattle, tempat warung ini berdiri. Tak hanya warga Indonesia, masyarakat lokal pun ikut jatuh hati.
“Saya sangat senang bisa menemukan bumbu dan makanan asli Indonesia di sini. Soto, rendang, dan mie instan Indonesia punya rasa yang unik,” kata Matt Hashemi, warga Seattle, dalam siaran pers KJRI San Francisco.
Lebih dari sekadar pasar, Warung Maya telah menjadi ruang pertemuan budaya. Matt bahkan menyebut tempat ini sebagai sarana belajar mengenal Indonesia lebih dalam. Sementara bagi diaspora, Warung Maya menjadi ruang silaturahmi yang menghadirkan kembali kehangatan sosial khas tanah air. “Warung Maya bukan hanya tempat makan, tapi juga tempat berkumpul bagi kami yang tinggal di perantauan,” ungkap Syech Idrus, warga Indonesia yang menetap di California.
Maya sendiri memiliki ambisi besar. Ia bertekad membangun supermarket Indonesia pertama di Seattle, sebuah mimpi yang lahir setelah dunia mulai pulih dari pandemi COVID-19. Selain mengelola Warung Maya, Maya juga dikenal sukses di bidang real estat dan pernah membiayai sendiri pendidikan pascasarjananya di AS.
Bagi Konjen Yohpy, langkah Maya adalah contoh nyata kontribusi diaspora Indonesia dalam memperkenalkan kuliner nusantara ke dunia. “Perkembangan Warung Maya menunjukkan semangat luar biasa diaspora Indonesia dalam menjaga dan mengenalkan kekayaan kuliner nusantara,” katanya.
Ia menilai, inisiatif seperti Warung Maya sejalan dengan strategi diplomasi ekonomi dan nation branding Indonesia di luar negeri. Kehadiran warung ini menjadi bagian dari gastrodiplomasi, sebuah upaya menggunakan kuliner sebagai sarana diplomasi budaya.
Gastrodiplomasi sendiri bukan hal baru. Sejarah mencatat, hubungan China dan AS mencair pada 1970-an berkat jamuan kuliner antara Richard Nixon dan Zhou Enlai. Kini, banyak negara memanfaatkan makanan untuk memperkuat citra bangsa, termasuk Indonesia.
Dengan dukungan Kementerian Luar Negeri RI dan KJRI San Francisco, Maya Damayanti diharapkan semakin mampu memperluas jejaring dan mengokohkan usahanya. “Setiap toko dan bisnis kuliner diaspora Indonesia adalah duta kuliner nusantara,” tegas Yohpy.
Warung Maya pun tak lagi sekadar toko, melainkan simbol semangat, budaya, dan diplomasi kuliner Indonesia yang menggema hingga ke Amerika.