Jakarta, Teritorial.Com – Khawatir terjadi bentrok massa antar pendukung Capres, Menteri Koordinator Politik, Hukum, Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto bersama Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian sepakat melarang pawai kemenangan peserta pemilu sebelum ada pengumuman resmi dari Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Pelarangan ini merupakan hasil Rapat Koordinasi Kesiapan Akhir Pengamanan Tahapan Pemungutan dan Perhitungan Suara Pileg dan Pilpres Tahun 2019 yang digelar di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, kemarin. “Karena itu, tadi dari aparat kepolisian telah tegas mengatakan bahwa mobilisasi massa dalam rangka pawai kemenangan sebelum pengumuman resmi diumumkan, maka akan tidak diizinkan,” kata Wiranto.
Menurut dia, ada 4 syarat agar bisa mendapatkan izin melakukan mobilisasi massa sesuai undang-undang. Salah satunya tidak mengganggu ketertiban umum. “Di mana di pasal 6, kegiatan unjuk rasa, kegiatan mobilisasi massa di muka umum itu paling tidak ada empat syarat, tidak mengganggu ketertiban umum, tidak mengganggu kebebasan orang lain, kemudian dalam batas-batas etika dan moral. Yang keempat tidak mengganggu kesatuan dan persatuan bangsa,” ujarnya.
Wiranto menyarankan agar masyarakat melakukan syukuran kemenangan di rumah masing-masing dibandingkan dengan melakukan pawai kemenangan yang bisa mengganggu ketertiban umum. “Nah, kalau syukuran kemenangan di rumah masing-masing boleh tentunya ya, syukuran kemenangan di rumah tetangganya hadir boleh,” katanya.
Wiranto mengaku sudah mengeluarkan enam instruksi untuk menjamin keamanan masyarakat selama berlangsungnya pencoblosan pada 17 April nanti. Pertama, menciptakan ruang aman bagi para pemilih. “Berikan dan ciptakan ruang yang aman bagi para pemilih untuk bisa bergerak, berangkat dari rumah ke TPS untuk melaksanakan pemilihan tanpa tekanan. Ini seusai dengan amanat pemilu kita,” ujarnya.
Wiranto juga mengaku sempat khawatir karena adanya isu kerusuhan saat pemilu dan membuat masyarakat lari keluar negeri. Namun, dia memastikan isu itu tidak benar. “Yang kita khawatirkan adanya eksodus keluar negeri, adanya isu hoaks yang mengatakan adanya ancaman, ada chaos atau kerusuhan sehingga kemudian membuat rasa takut dan mereka lebih baik luar negeri,” ungkapnya.
Wiranto pun menyebut bahwa masyarakat justru menyambut dengan antusias pemilu di dalam negeri. Hal itu ditandai dengan banyaknya orang masuk ke Indonesia dibanding yang meninggalkan. “Total kurang lebih antara 70.000 yang keluar, yang masuk 74.000. Artinya apa? Banyak masyarakat sangat antusias untuk memberikan hak suaranya dalam pencoblosan,” katanya.