Jakarta, Teritorial.com – Pengangkatan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) 2024 ditunda oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kementerian PANRB) hingga Oktber 2025 nanti.
Penundaan ini juga telah disepakati oleh Komisi II DPR RI pada rapat beberapa waktu lalu.
Bhima Yudhistira selaku Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) menilai kebijakan ini bisa berdampak signifikan pada perekonomian Indonesia.
Ia juga menyebutkan bahwa total pendapatan CPNS yang berpotensi hilang akibat penundaan tersebut mencapai Rp6,76 triliun.
“Kerugian akibat penundaan pengangkatan CPNS dari Maret hingga Oktober 2025 mencapai lebih dari Rp 6,76 triliun,” ungkap Bhima.
Asumsinya, rata-rata gaji pokok ASN untuk masa kerja 0-3 tahun sebesar Rp 3,2 juta. Jika dihitung 80% dari gaji pokok, dikurangi pajak dan ditambah berbagai tunjangan, maka CPNS harusnya menerima sekitar Rp3 juta per bulan.
Namun, dengan adanya penundaan selama 9 bulan, potensi pendapatan per orang yang hilang mencapai Rp27 juta.
Sementara, kebutuhan formasi CPNS tahun ini sebanyak 250.407 di tingkat pusat dan daerah.
Bhima juga mengungkapkan bahwa kebijakan ini menciptakan pengangguran semu karena banyak CPNS yang sudah terlanjur mengundurkan diri dari pekerjaan sebelumnya.
Padahal, rekrutmen CPNS seharusnya menjadi solusi untuk menyerap tenaga kerja di tengah lesunya sektor swasta dan maraknya pemutusan hubungan kerja (PHK).
Tak hanya itu, Bhima juga menilai dampak berganda dari penundaan ini terhadap ekonomi nasional bisa lebih besar lagi.
“Sementara ini, kami masih menghitung besaran dampak ekonomi secara keseluruhan,” lanjutnya.
Bhima juga menduga kalau ada beberapa faktor yang membuat pemerintah harus mengambil kebijakan ini.
Pertama, menurunnya anggaran pemerintah dalam bentuk kas atau tunai akibat rendahnya penerimaan pajak dan implementasi sistem Coretax.
Hal ini akan menimbulkan dampak pada penghematan belanja pegawai.
Kedua, kebijakan efisiensi anggaran untuk program makan bergizi gratis (MBG) dan program prioritas lainnya yang berimbas pada alokasi belanja pegawai.
“Apalagi, efisiensi APBN juga diarahkan untuk modal Danantara, yang pasti berdampak pada pos belanja lainnya,” tutur Bhima
Ketiga, perencanaan yang buruk karena pembukaan formasi CPNS 2024 dilakukan sebelum pemerintahan baru berjalan.
“Kebutuhan pegawai berubah, tetapi rekrutmen sudah dilakukan, sehingga terjadi ketidaksesuaian antara formasi yang dibuka dengan kebutuhan aktual pemerintah,” kata Bhima.
(*)