Teritorial.com – Irjen Pol Paulus Waterpauw selaku perwakilan Mabes Polri mengungkapkan bahwa terdapat sekenario dari kelompok tertentu di balik tindakan anarkisme di Papua Barat.
Ia mengatakan bahwa terjadi penjarahan di sejumlah toko di daerah Manokwari, Papua Barat, pada malam sebelum terjadi pembakaran kantor Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Papua dan Majelis Rakyat Papua (MRP) pada hari Senin, 19 Agustus 2019.
“Dari kejadian di Manokwari, sebelum kejadian pembakaran kantor DPR dan MRP Papua Barat, malam sebelumnya, sudah terjadi aksi penjarahan pengambilan barang-barang di beberapa toko,” ujarnya, dikutop dari Tribunnews.com
Sebagai perwakilan dari Mabes Polri, Irjen Paulus ditugaskan sebagai mediator sekaligus fasilitator antara pemerintah dan seluruh komponen masyarakat yang ada di Tanah Papua untuk menenangkan situasi Papua dan Papua Barat.
“Kami terus bangun komunikasi, agar semua pihak melihat permasalahan yang terjadi secara jernih dan murni,” ujar pria yang merupakan putra asli Papua itu.
Menurut hemat Waterpauw, penjarahan yang terjadi di Papua merupakan hal yang tidak wajar. Ia meyakini bahwa terdapat sekenario dari kelompok tertentu yang ingin melawan pemerintah dengan membuat kekacauan di Papua.
“Ini kan tidak wajar, biasanya penjarahan terjadi saat momen bersamaan dengan aksi demo atau keributan, dimana biasanya memanfaatkan situasi, untuk melakukan aksi kriminal,” ujar mantan Kapolda Papua tersebut.
Menurut keterangan Waterpauw, aktor dibalik kerusuhan di Tanah Papua bukan kelompok sembarangan. Ia menilai bahwa kelompok tersebut memiliki kemampuan yang besar. Waterpauw menduga bahwa kelompok tersebut bisa jadi berafiliasi dengang organisasi lain yang selama ini selalu melawan pemerintahan Indonesia.
“Bahkan indikasi itu sudah dapat di Malang, namun saya tak etis mengatakannya, karena saya tidak punya kewenangan mendalami seperti itu, tugas saya selain ikut menenangkan Papua juga mediator dan fasilitator untuk berbagai pihak,” ujar pria yang juga sempat menjadi Kapolda Sumatera Utara itu.
Mantan Wakil Kepala Badan Intelijen dan Keamanan Polri (18 April 2017 – 2 Juni 2017) itu mengatakan bahwa hingga saat ini telah ditetapkan 3 orang tersangaka. Mereka diduga terlibat dalam pembobolan ATM dan pembakaran. “Masih dikembangkan lagi untuk pelaku-pelaku lainnya,” ujarnya.
Waterpauw mengatakan bahwa saat ini Polisi masih mendalami dan mengumpulkan bukti serta keterangan dari beberap saksi terkait peristiwa di Fakfak yang diketahui sebagai kota kelahirannya pada tanggal 25 Oktober 1963.
“Kami agak kesulitan untuk menangkap para pelaku dan menerapkan hukum positif di Fakfak karena termasuk konflik komunal, kami masih kumpulkan bukti dan keterangan saksi,” kata Waterpauw
Sementara itu, terkait pembakaran Lapas di Sorong, Waterpauw mengatakan bahwa binaan Lapas Sorong yang sempat kabur, sudah sebagian yang kembali ke Lapas. “Sebagian tahanan sudah kembali, mereka kabur karena kebakaran,” ujarnya.
Papua Mulai Kondusif
Pascaterjadinya tindakan anarkis pada aksi massa di sejumlah kota di Papua berangsur semakin kondusif. Sebelumnya diketahui bahwa sejumlah mahasiswa Papua dikabarkan mendapatkan tindakan rasis dari beberapa orang di Surabaya dan Malang Jawa Timur.
Namun Waterpauw memastikan bahwa kondisi di Papua semakin kondusif. “Hari ini kondisi Papua dan Papua Barat aman kondusif tenang dan terkendali,” ujar Paulus Waterpauw.
Menurutnya saat ini persoalan yang terjadi di Papua langsung diatasi negara dengan mengutus Menkopolhukam, Kapolri dan Panglima TNI ke Papua Barat, sehingga masyarakat dapat langsung menyampaikan pesan-pesannya kepada Presiden. Ia menilai hal tersebut merupakan salah satu bentuk kehadiran negara yang mengharapkan agar insiden di Papua segera tuntas.
Waterpauw juga menghimbau agar semua pihak bersabar dengan langkah-langkah yang diambil oleh pemerintah untuk menyelesaikan permasalahan di Papua. Harapannya semua tetap sabar, tenang dan saling mengalah satu dengan yang lain dama menyikapi persoalan yang sudah terjadi,” ucapnya.
Ia juga menjelaskan bahwa kasus dugaan rasis yang menimpa mahasiswa Papua di Surabaya sedang ditangani oleh Polda Jawa Timur dan Polrestabes Surabaya.
Pernyataan Gubernur Papua Barat dan Anggota Komisi I DPR RI
Gubernur Papua Barat, Lukas Enembe, juga sempat mengatakan bahwa dirinya meminta aparat yang melontarkan ujaran rasis terhadap mahasiswa Papua ditangkap. Ia mengaku bahwa rasisme terhadap warga Papua sudah berlangsung sejak lama dan berulang. Ia tidak menginginkan hal tersebut terus dibiarkan karena menyangkut harkat dan martabat orang Papua.
“Karena itu bukan sekali mereka sampaikan. Sudah banyak kali di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Yogyakarta. Ya pasti mereka tidak terima. Selama orang Papua dihinakan, direndahkan martabatnya, itu pasti mereka ribut,” kata Lukas.
Lukas mengaku saat ini dirinya telah berkomunikasi dengan mahasiswa Papua yang ada di Surabaya. Ia mengatakan bahwa para mahasiswa tersebut juga telah memberikan laporan kepadanya.
Sementara itu anggota Komisi I DPR RI, Sukamta, menyarankan agar Pemerintah serius dalam mengatasi akar permasalahan yang terjadi di Papua. Ia mengharapakan agar persoalan yang melibatkan masyarakat Papua ini tidak berlarut-larut. Bahkan ia meminta agar Gubernur Papua Barat ikut mendorong penyelesaian masalah yang terjadi di Papua secara nasional.
“Sebagai Gubernur mestinya harus percaya kemampuan Pemerintah. Sampaikan akar persoalan sesungguhnya di Papua serta usulan penyelesaian masalahnya. Saya kira yang seperti ini akan lebih konstruktif,” jelasnya.
Keresahan Warga atas Pembatasan Akses Internet
Sejak Senin (19/8), Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) telah membatasi akses internet di Papua dan Papua Barat. Hal tersebut dilakukan dengan alasan mencegah penyebaran hoaks kepada masyarakat Papua dan Papua Barat. Pemerintah melalui Kominfo menilai bahwa penyebarluasan informasi hoaks dapat mengganggu stabilitas dan di Papua dan Papua Barat.
Akibatnya banyak masyarakat yang mengeluhkan kondisi tersebut karena merasa aktivitas mereka menjadi terganggu terutama bagi masyarakat yang kesehariannya menggunakan internet.
“Susah juga kita kalau begini terus, tidak ada kejelasan kapan normal. Tentu kita terganggu,” kata Axel Refo, salah satu warga Manokwari, Sabtu (24/8). Ia menyayangkan kebijakan pemerintah yang membatasi akses internet di Papua.
Menurutnya, Kemenkominfo seharusnya menertibkan akun-akun bodong penyebar hoax di media sosial, bukan melumpuhkan jaringan internet di Papua. Ia berharap pemerintah segera menormalkan kembali jaringan internet di Papua.
“Kemenkominfo pasti sudah tahu perkembangan situasi di Papua, khususnya di Papua Barat yang sudah kondusif. Kalau sudah kondusif seperti begini, segera mengaktifkan kembali jaringan internet,” ungkapnya.
Saat ini akses internet di Manokwari sangatlah terbatas. Jaringan internet di tempat umum sudah sama sekali tidak bisa dilakukan. Sementara itu di cafe-cafe ataupun hotel yang memiliki Wi-Fi akses internetnya sangat terbatas dan kecepatannya jauh lebih lambat dari biasanya.
Pada akhirnya masyarakat Papua terpaksa menggunakan akses internet di cafe-cafe atau warung kopi di Manokwari meskipun sangat terbatas dan lebih lambat dari biasanya.
Menanggapi kondisi terebut Kapolda Papua Barat, Brigjen Herry Nahak, mengaku belum mengetahui pasti kapan internet akan dinormalkan kembali. Ia sendiri justru berharap agar normalisasi akses internet di Papua Barat tidak dilakukan hingga kondisi di sana benar-benar kondusif.
“Kalau misalnya kita minta dinormalkan, nanti setelah assesment kembali terhadap situasi. Saya sudah sampaikan ke forkopimda, mereka juga mengharapkan jangan dulu lah. Tujuannya agar situasi tetap kondusif,” ujarnya.