Indonesia Pernah Punya Dua Prajurit Perkasa Disegani Dunia

0

Jakarta, Teritorial.Com – Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD sempat berkunjung ke Markas Marinir di Cilandak, Jakarta Selatan, Rabu kemarin (29/7/2020). Menteri Pertahanan era Presiden Gus Dur ini menyaksikan peragaan kendaraan tempur yang dimiliki Marinir di lapangan Brigif-1. Setelahnya Mahfud berserta rombongan melakukan tour facility menuju Detasemen Jalamangkara (Denjaka).

Sesampainya di Denjaka, Mahfud disuguhi atraksi keterampilan yang dimiliki para prajurit Denjaka dan menyaksikan statik show serta meninjau berbagai alat dan senjata yang dipakai pasukan khusus ini. Dalam sambutannya, Mahfud mengapresiasi Denjaka. Sejak berdirinya, pasukan khusus antiteror yang dimiliki TNI Angkatan Laut (AL) telah banyak terlibat dalam tugas khusus anti teror yang berlangsung di wilayah perairan baik di Indonesia maupun di perairan mancanegara.

Sebelumnya, kepada Menko Polhukam, Komandan Korps Marinir, Mayjen TNI Suhartono melaporkan, satuan prajurit pasukan khusus di AL itu telah sukses dalam menghalau sejumlah aksi teror. Pertama, yakni operasi Aru Jaya tahun 1992. Marinir berhasil mengusir Kapal Lusitania Expresso, kapal feri berbendera Portugis tengah berlayar menuju Dili, Timor Timur (sekarang Timor Leste).

Kapal milik perusahaan AA Rocha Cabecas ini disewa kelompok aktivis antiintergrasi Timor Timur terhadap Indonesia, 23 Januari 1992. Kapal berbobot 1.662 ton melaju dengan kecepatan 15 knot membawa 73 aktifis NGO dari 18 negara, termasuk mantan Presiden Portugal, Antonio Ramlho Eanes, serta 56 wartawan dari enam negara. Pelayaran ini memiliki misi provokasi internasional menyusul insiden Santa Cruz.

Suhartono menyebut suksesnya pasukan khusus TNI AL membuat bajak laut alias perompak Somalia kocar-kacir ketika diserang oleh gabungan satuan elit Kopassus, Kopaska, dan Denjaka. Waktu itu, pasukan elit TNI kebanggaan Indonesia berhasil membebaskan WNI yang disandera bajak laut Somalia. Pasukan elite TNI juga memburu perompak Somalia setelah kapal MV Sinar Kudus yang dioperasikan PT Samudera Indonesia dibajak di perairan Laut Arab pada 16 Maret 2011 silam.

Karena itu, Mahfud menyatakan bangga dan mengapresiasi Marinir dengan keberadaan Denjaka. “Saya sangat bangga kepada prajurit Denjaka baik yang bertugas di dalam maupun di luar negeri. Karena selain menjadi prajurit yang perkasa dan disegani dunia, Denjaka telah menorehkan prestasi gemilang baik penumpasan pemberontakan di dalam negeri, operasi pembebasam sandera di mancanegara, dan penumpasan aksi ekstrimis. Sederet prestasi ini membanggakan dan mengharumkan nama Indonesia di mata dunia,” papar Mahfud.

Mahfud pun berharap, kualitas pasukan khusus yang mumpuni dan diakui dunia ini diberdayakan. Yakni dengan pelibatan pasukan khusus dan menangani aksi-aksi terorisme. Eks Menhan ini bercerita awal mula reformasi yang eksesnya adalah mengurangi peran militer. Reformasi, mengubah struktur ketatanegaraan yang orientasinya lebih berpihak kepada penegakkan Hak Asasi Manusia (HAM). Imbasnya UU HAM, Konmnas HAM, peradilan dan sebagainya, berubah total. TNI Polri dipisah melalui TAP MPR Nomor 6 dan 7 Tahun 2000.

“TNI militer, Polri sipil. TNI pertahanan keamanan dan kedaulatan ideologi serta wilayah, polisi penegak hukumnya dan pelindungnya Pasal 28 bertambah 10 poin, panjang sekali. Karena saking inginnya, kita tegaskan ke dunia bahwa Indonesia ingin melindungi HAM,” terang dia.

Namun, lambat laun, Mahfud menilai, TNI dibutuhkan membantu tugas polisi di bidang pemberantasan terorisme. Sebab, ada fungsi dan situasi tertentu yang secara khusus hanya dimiliki dan dilakukan TNI.
Misalnya teror di atas kapal, ekstra teritorial, dan kedubes, menyangkut objek vital, jabatan vital, polisi tidak bisa mengaksesnya. Yang bisa masuk hanya militer, tentu dengan mengedepankan perlindungan HAM.

“Inilah pro dan kontra. Komprominya, terorisme pidana, tetapi karena banyak yang tak cuman pidana dan hukum, maka dicantumkanlah TNI bisa ikut tangani aksi terorisme, dan keterlibatan TNI diatur Perpres. Rancangannya sudah jadi, sudah ke DPR, perdebatan cukup seru. Kita juga sudah bicara dengan sejumlah kalangan, termasuk teman-teman LSM. Bahwa teror itu bukan urusan hukum semata, tidak semuanya diselesaikan hanya oleh polisi,” papar Mahfud.

Share.

Comments are closed.