TERITORIAL.COM, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperluas penyelidikan dugaan korupsi pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dengan membidik skandal nasional yang mencakup 31 proyek RSUD di berbagai wilayah Indonesia.
Proyek-proyek Kemenkes ini merupakan bagian integral dari program percepatan fasilitas kesehatan yang menggunakan Dana Alokasi Khusus (DAK).
Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menekankan bahwa timnya menduga kuat adanya pola tindak pidana serupa di banyak rumah sakit lain.
“Kami mendalami untuk 31 rumah sakit yang lainnya karena kami menduga tidak hanya di Kolaka Timur peristiwa pidana seperti ini terjadi,” jelas Asep, di Gedung Merah Putih KPK, Senin (24/11).
Kasus Kolaka Timur Jadi Fokus Awal KPK
Kasus pembangunan RSUD Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara, menjadi landasan penyelidikan meluas ini, yang terungkap melalui Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada Agustus 2025.
Akan tetapi, KPK menilai kasus Kolaka Timur hanyalah puncak gunung es. Pihak berwenang menyeret sejumlah tokoh kunci, termasuk unsur pemerintah daerah seperti Bupati Kolaka Timur Abdul Azis, dan beberapa pihak swasta.
Kemudian, pada 24 November 2025, KPK mengumumkan dan menahan tiga tersangka baru antara lain Yasin (YSN), ASN di Bapenda Sultra, Hendrik Permana (HP), Ketua Tim Kerja Sarana Prasarana Kemenkes; dan Aswin Griksa (AGR), Direktur Utama PT Griksa Cipta.
Ketiga orang ini diduga memainkan peran vital dalam mengatur proyek dan menerima suap/gratifikasi terkait peningkatan fasilitas RSUD dari Kelas D menjadi Kelas C tersebut.
Modus Mark-up, Dana Rp4,5 T
KPK menggunakan kasus Kolaka Timur sebagai model atau “peta” untuk mengungkap penyimpangan pada 31 RSUD lainnya.
Pola korupsi yang diduga timbul meliputi mark-up anggaran, penentuan fee proyek ilegal, dan pelaksanaan spesifikasi pembangunan yang tidak memenuhi standar. Oleh karena itu, KPK memprioritaskan pendalaman peran pejabat Kemenkes yang mengawasi proyek DAK.
Secara keseluruhan, Kemenkes mengalokasikan total dana Rp4,5 triliun untuk 32 RSUD (termasuk Kolaka Timur) dalam program ini pada tahun 2025.
Korupsi dalam sektor ini secara langsung merusak kualitas pelayanan publik dan membahayakan masyarakat yang sangat bergantung pada fasilitas RSUD.
Tindak Lanjut KPK dan Harapan Publik
Selanjutnya, KPK mengharapkan Kementerian Kesehatan bersikap kooperatif dan menyatakan dukungan penuh terhadap proses hukum demi menjaga transparansi.
KPK juga akan memanggil sejumlah saksi dari berbagai daerah yang terlibat dalam proyek 31 RSUD serta pihak terkait di tingkat Kementerian untuk melengkapi keterangan.
Namun demikian, skala kasus yang besar, yang melibatkan proyek multi-tahun dan tersebar di banyak provinsi, menantang lembaga anti-rasuah ini.
Perluasan penyelidikan ini menegaskan komitmen kuat KPK untuk membersihkan sektor kesehatan dari praktik korupsi. Dengan demikian, publik menanti transparansi dan kejelasan dari KPK mengenai siapa saja yang harus bertanggung jawab atas dugaan penyimpangan anggaran triliunan rupiah yang seharusnya membangun fasilitas kesehatan vital rakyat Indonesia.

