Papua, Teritorial.com – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat sepanjang 2014-2017 Pulau Maluku dan Papua memiliki persentase penduduk miskin terbesar dibandingkan dengan lima pulau lain di Indonesia, Sumatera, Jawa, Bali dan Nusa Tenggara, Kalimantan, serta Sulawesi. Dua provinsi yang menempati pulau Irian Jaya tersebut, yakni Prov Papua dan Papua Barat mencatat penduduk miskin tertinggi di Indonesia pada September 2016.
Berdasarkan data statistk yang berhasil dihimpun teritorial.com dari beberapa sumber terpercaya menunjukan bahwa penduduk miskin di Papua Barat mencapai 24,88 persen (223,6 ribu jiwa), sedangkan Jumlah penduduk miskin di Prov Papua mencapai 28,4 persen ( 914,9 ribu jiwa). Angka ini merupakan yang terbesar jika dibandingkan dengan 33 provinsi lainnya di Indonesia.
Sempat sedikit mengalami penurunan di tahun 2016, namun demikian tidak berdampak signifikan bagi pertumbuhan kesejahteraan penduduk Papua. Biaya hidup yang tinggi dan terbatasnya pendapatan penduduk membuat angka kemiskinan di provinsi paling timur Indonesia ini cukup tinggi dibandingkan dengan daerah lainnya. Hasil pembangunan yang belum merata dan masih banyaknya daerah tertinggal di Tanah Papua membuat penduduk miskin masih tinggi.
Garis kemiskinan di Papua mencapai Rp 440.021 per kapita per bulan sedangkan di Papua Barat sebesar Rp 492.969 per kapita per bulan, di atas rata-rata garis kemiskinan nasional Rp 361.990 per kapita per bulan. Sebagai wilayah Provinsi terluas di Indonesia, tentunya hal tersebut menjadi ironi ditengah maraknya pembangunan di Kota-kota besar lainnya di Indonesia. Laporan yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) dan Unicef mengungkap dari 85 juta anak Indonesia, 13,31 persen di antaranya hidup dalam kemiskinan.
Disamping faktor kemiskinan, rendahnya tingkat kesehatan di Papua juga membutuhkan perhatian serius, masalah kesehatan yang dihadapi mulai dari rendahnya status kesehatan ibu dan anak, gizi buruk masyarakat, juga tingginya angka penyakit menular terutama malaria, TB dan HIV-Aids.
Tim Peduli Kesehatan dan Pendidikan Rimba Papua mengungkap persoalan kesehatan di Papua yang berujung kematian memang meningkat. Data pada maret 2017 saja, kasus kesehatan di Korowai memakan korban 64 orang meninggal dunia dan di kabupaten Lani Jaya sebanyak 201 orang. Seluruhnya meninggal karena serangan penyakit. Sebagai pembanding di tahun 2015 terdapat 54 warga meninggal dunia di kabupaten Mbua, dan pada tahun 2016 sampai 2017 terdapat 37 warga meninggal dunia di kabupaten Mbua, serta 54 orang di Kabupaten Jayawijaya.
Lagi-lagi kurangnya fasilitas dan tenaga kesehatan di Papua menjadi penyebab utama ketiadaan terhadap penanganan penyakit-penyakit khusus yang diderita oleh masyarakat Papua terlebih di wilayah pedalaman. Angka-angka statistik kematian akibat penyakit yang tidak tertangani dengan baik dirasa sudah sangat memprihatinkan. Padahal, berdasarkan data BPS Papua, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Papua mencapai 58,05, meningkat sebesar 0,08 poin dibandingkan tahun 2015.
IPM Papua berada di urutan terbawah dibandingkan provinsi lain di Indonesia. Selama periode 2015 hingga 2016, komponen pembentuk IPM Papua mengalami peningkatan. Tahun 2016, Angka Harapan Hidup (AHH) 65,12 tahun, meningkat 0,03 tahun dari tahun 2015 sebesar 65,09 tahun Kemudian pada September 2017, warga yang menderita penyakit diare bercampur lendir darah empat orang, ISPA dua orang, ISPA dan diare dua orang, sakit tua satu orang, dan tiba-tiba sakit langsung meninggal satu orang
Keprihatinan atas apa yang terjadi di Papua menyedot banyak perhatian, tidak hanya Kementerian Keshatan, TNI, Kemensos mulai berdatangan guna memberikan bantuan. Baru-baru ini TNI mengirimkan Satuan Tugas Kesehatan (Satgaskes) yang berisi tim medis miltier dari Puskes TNI, Puskes TNI AD, Diskes TNI AL, dan TNI AU. Penugasan Satgaskes tersebut akan berada di Timika Papua selama 270 hari. Satgaskes ini tercatat sebagai penugasan yang terbilang cukup lama dengan rentang waktu lebih dari satu tahun.
Panglima, TNI Hadi Tjahjanto didampingi KSAD Jenderal TNI Mulyono, KSAL Laksamana TNI Ade Supandi, KSAU Marsekal TNI Yuyu Sutisna, saat konfrensi pers di Lanud Halim Perdana Kusuma kamis (25/1/2018) lalu menerangkan bahwa Satgaskes ini merupakan bagian dari tanggungjawab TNI. Tidak menyebutkan berapa jumlah biaya yang dikeluarkan oleh TNI, namun dari keterangan yang ada sejak pengiriman Satgaskes sebelumnya tanggal (16/1/2018), pengiriman tenaga medis diantara Ahli Gizi, Dokter Umum, Dokter Spesialis Ibu dan Anak, Dokter Kandungan, Dokter Kulit hingga Dokter Gigi juga dilengkapi dengan obat-obatan, makanan, minuman, sembako, alat-alat Medis, perlengkapan persalinan bagi Ibu melahirkan hingga perlengkapan bayi secara berangsur telah sampai di Papua.
Dari besarnya bantuan yang diberikan oleh TNI, kepada masyarakat Papua, Panglima TNI Mersekal Hadi Tjahjanto menjelaskan hingga kini TNI masih memiliki cukup kemampuan untuk menopang dan memberikan bantuan obat-obatan kepada saudara-saudara di Papua. Penerjunan Satgaskes selama lebih dari satu tahun lamanya menunjukan komitmen kuat TNI dalam mengawal persoalan yang terjadi di Papua.
Akan tetapi melihat akar permasalahan yang terjadi di Papua tentunya memerlukan perhatian khusus. Persoalan yang menimpa masykarakat Papua hanya dapat diselesai dengan arah kebijakan pembangunan yang jelas, terarah dan transparan dalam mewujudkan kehidupan masyarakat Papua yang lebih baik. Jika tidak segera diwujudkan, lalu kapan musibah yang menimpa masayarakat Papua seperti saat ini dapat segera diselesaikan ?. (SON)