Melibatkan Keluarga Operasi Bom Bunuh Diri, Pola Terorisme Gaya Baru ?

0

Jakarta, Teritorial.com – Peritiwa serangkaian bom bunuh diri yang terjadi di Surabaya dan Sidoarjo, Jawa Timur tentunya sangat mengkhawatirkan. Hampir diseluruh wilayah Republik Indonesia pada saat itu berada dalam keadaan siaga satu guna mengantisipasi kejadian serupa.

Berbeda dengan persitiwa bom bunuh diri sebelumnya, apa yang terjadi di Surabaya kemarin memperlihatkan pola serangan gaya baru yakni pelaku pemboman dengan sengaja melibatkan anggota keluarga saat melakukan eksekusi.

Sebagaimana keterangan dari Divhumas Mabes Polri, pelaku pengeboman di tiga gereja Surabaya terdiri atas ayah, ibu, dan empat anak. Kemudian di Rusun Wonocolo, Sidoarjo dan Polrestabes Surabaya juga melibatkan orang tua dan anak.

Pelaku serangan bom di Polrestabes menggunakan dua sepeda motor terpisah. Mereka terdiri atas pasangan suami-istri dan tiga anak. Namun, satu anak itu terlempar dari sepeda motor saat terjadi ledakan. Dugaan kuat, semua pelaku anggota kelompok Jamaah Ansharut Daulah (JAD) Cabang Surabaya.

Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian mengungkapkan, serangan bom bunuh diri tersebut menguak pola baru. Para pelaku turut melibatkan perempuan dan anak-anak mereka dalam aksinya. “Pelibatan anak-anak baru pertama di Indonesia. Ini memprihatinkan,” kata Tito dalam jumpa pers di Polda Jawa Timur, Surabaya, Senin (14/5/2018).

Dari hasil analisi sementara, pola serangan bom menggunakan anak-anak dan perempuan kerap dilakukan kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS). Artinya kata dia, serangan bom di Surabaya dan Sidoarjo memperlihatkan ada keterkaitan pelaku dengan ISIS. Namun, keluarga tersebut tidak pernah datang ke Suriah, tapi mereka satu jaringan yakni JAD Cabang Surabaya.

Meski tidak pernah datang ke Suriah, keluarga-keluarga ini memiliki hubungan ideologis dengan satu keluarga yang pernah datang ke Suriah dan saat ini berada di Indonesia. “Keluarga ini merupakan rangkaian ideologis dari pelaku bom bunuh diri di Surabaya dan Sidoarjo,” terang mantan kapolda Metro Jaya ini.

Motif kelompok ini lebih pada balas dendam, lantaran pimpinan JAD Aman Abdurrahman di tangkap karena kasus pelatihan militer ilegal di Aceh. Aman lalu ditangkap kembali karena pendanaan dan perencanaan kasus Bom Thamrin, Jakarta.

Pimpinan JAD Jatim Zaenal Ansori juga ditangkap karena kasus memasukkan senjata api dari Filipina Selatan ke Indonesia. “Mereka mendapatkan instruksi untuk melakukan balas dendam. Jadi, aksi ini tidak ada kaitannya dengan agama apa pun,” ungkap Tito. (SON)

Share.

Comments are closed.