JAKARTA, Teritorial.com – Hingga Jumat (27/3/2020) sore, jumlah terinfeksi virus corona baru SARS-CoV-2 di Indonesia adalah 1.046 kasus. Dari angka tersebut, 913 pasien masih dalam perawatan, 46 sembuh, dan 87 di antaranya meninggal dunia.
Dari angka ini, kita bisa melihat bahwa angka kematian akibat Covid-19 di Indonesia sangat banyak. Beberapa orang mungkin juga heran, kenapa pasien Covid-19 yang meninggal di Indonesia jauh lebih banyak dibanding yang sembuh.
Sebenarnya apa saja yang bisa menyebabkan pasien Covid-19 meninggal dunia?
Dijelaskan oleh Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Prof. Dr. dr. Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH, MMB, dalam konferensi pers daring #FKUIPeduliCovid19 pada Jumat (27/3/2020), ada beberapa faktor yang menyebabkan seseorang meninggal karena Covid-19.
Faktor penyebab kematian
1. Faktor umur
Dalam laporan yang terbit di jurnal Lancet edisi 9 Maret 2020, disebutkan bahwa faktor umur sangat memengaruhi tubuh dalam melawan corona. “Berdasarkan kepustakaan yang ada dan dari jurnal Lancet, umur menjadi faktor penting (terkait kematian akibat Covid-19). Semakin tinggi usia, maka semakin berisiko pada kematian,” kata Ari.
2. Skor SOFA
Sepsis adalah gangguan fungsi organ akibat infeksi yang dapat menyebabkan kematian.
Gangguan fungsi organ tersebut dapat dinilai menggunakan kriteria yang sudah disepakati yaitu skor Sequential (Sepsis-Related) Organ Failure Assesment (SOFA), yang melibatkan sistem respirasi, pembekuan darah, kardiovaskular, sistem saraf, fungsi hati, dan fungsi ginjal.
Mudahnya, ketika pasien datang ke rumah sakit, dokter dapat melakukan prognosis atau prediksi mengenai perkembangan suatu penyakit setelah melihat tekanan oksigen di dalam tubuh, jumlah trombosit, fungsi hati, tekanan darah, tingkat kesadaran, dan fungsi ginjal.
“Prognosis agak berat itu ketika diperiksa jumlah trombosit sudah mulai turun, ini kita sudah bisa bilang sepsis,” ujar Ari.
“Kemudian fungsi hati meningkat mungkin sampai 200-300, tekanan darah turun karena dia memang syok, kesadarannya sudah mulai sulit diajak bicara misalnya, dan fungsi ginjal turun,” imbuhnya. “Dikatakan berisiko berat bila skor itu semua lebih dari 10.”
3. D-dimer > 1 mcg/mL
D-dimer atau fragmen D-dimer (bahasa Inggris: fibrin degradation fragment) adalah suatu jenis uji sampel darah di laboratorium yang bertujuan untuk membantu melakukan diagnosis penyakit dan kondisi yang menyebabkan hiperkoagulabilitas: suatu kecenderungan darah untuk membeku melebihi ukuran normal.
“Ini adalah faktor prognosis (prediksi mengenai perkembangan suatu penyakit, red) yang bisa didapatkan ketika pasien datang,” ujar Ari.
4. Pasien datang terlambat.
“Jadi pasien-pasien ini datang terlambat, seperti kita tahu rumah sait rujukan sudah penuh, di sisi lain mungkin ada rumah sakit dengan fasilitas terbatas, sehingga harus dikirim ke rumah sakit lain. Jadi hal-hal ini yang membuat pasien datang terlambat (ke rumah sakit),” ungkap Ari.
Saat pasien datang terlambat dan pemeriksaan juga terlambat dilakukan, bisa saja kemudian sudah muncul komplikasi penyakit lain. “Sebagai contoh, mungkin saja pasien memiliki komplikasi gangguan ginjal, gangguan liver, atau mungkin trombositnya sudah turun pada saat datang ke IGD,” jelas Ari.
5. Penyakit penyerta
Beberapa penyakit penyerta yang bisa berpengaruh pada kondisi kesehatan pasien Covid-19 adalah kencing manis, penyakit paru kronis yang menyebabkan kelainan pada paru, dan jantung. Jika seseorang sudah memiliki penyakit paru, itu artinya organ paru sudah tidak dapat berfungsi dengan baik.
“Orang-orang ini (dengan penyakit penyerta) juga berisiko tinggi pada kematian bila terjadi infeksi (Covid-19,” ujarnya.
Rekomendasi Oleh karena itu Ari mengingatkan bagi para orang tua di atas usia 60 tahun untuk berdiam diri di rumah. “Karena apa? Karena mereka inilah yang paling berisiko, jika terinfeksi bisa berujung pada kematian,” tegasnya.