TERITORIAL.COM, JAKARTA – Presiden Prabowo Subianto secara langsung membantah keras isu yang menyebut dirinya berada di bawah kendali atau takut terhadap Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi). Penegasan ini disampaikan Prabowo di tengah acara peresmian pabrik petrokimia milik PT Lotte Chemical Indonesia (LCI) di Cilegon, Banten, pada Kamis (6/11/2025).
Dalam pidatonya, Prabowo justru menekankan bahwa hubungannya dengan Jokowi terjalin sangat baik, bahkan ia menyebut keduanya adalah ‘hopeng’ atau sahabat.
“Saya bukan Prabowo, apa, takut sama Jokowi, ‘Prabowo masih dikendalikan oleh Pak Jokowi’. Nggak ada itu. Pak Jokowi itu ndak pernah nitip apa-apa sama saya. Ya, saya harus katakan yang sebenernya,” ujar Prabowo, menepis spekulasi publik.
“‘Pak Prabowo takut sama Pak Jokowi’… nggak ada itu. Untuk apa saya takut sama beliau. Aku hopeng sama beliau, kok takut,” tegasnya lagi.
Prabowo juga menggunakan kesempatan tersebut untuk mengakui keberhasilan yang telah dicapai selama 10 tahun kepemimpinan Jokowi. Ia menyebut bahwa keberhasilan tersebut, termasuk inflasi yang terkendali dan pertumbuhan ekonomi yang baik, bahkan diakui oleh dunia.
Sebagai bentuk penghormatan, Prabowo mengungkapkan bahwa ia sebenarnya mengundang Jokowi untuk hadir dalam peresmian pabrik LCI karena proyek ini merupakan salah satu hasil kesepakatan dan lobi yang berhasil dilakukan pada era kepemimpinan Jokowi dengan pimpinan Korea.
Meski demikian, Jokowi berhalangan hadir dan telah menghubungi Prabowo untuk menyampaikan permintaan maaf. “Beliau telepon saya, beliau tidak bisa hadir dan saya kita juga sampaikan kita maklumi,” ungkap Prabowo.
Lebih lanjut, Prabowo mengingatkan seluruh masyarakat Indonesia, khususnya generasi penerus, untuk senantiasa menghormati jasa-jasa semua pemimpin bangsa. Ia menekankan bahwa tidak ada pemimpin yang sempurna, melainkan semuanya adalah manusia dengan kekurangan dan kelebihan.
Mengakhiri pesannya, Prabowo menyitir pepatah Jawa ‘mikul dhuwur mendhem jero’. Filosofi ini diartikannya sebagai tradisi budaya untuk menjunjung tinggi hal-hal baik dari seseorang dan memperbaiki atau memendam segala kekurangan, alih-alih terus-menerus melanggengkan budaya hujat-menghujat atau ejek-mengejek.
(*)

