Jakarta, Teritorial.com – Presiden Joko Widodo bertemu dengan lima orang anggota Kongres Amerika dari Partai Demokrat untuk membicarakan mengenai persoalan lingkungan khususnya perubahan iklim hingga rantai pasok global.
“Jadi lima anggota Kongres dari Demokrat dan dalam pembicaraan pertama, dari pihak (anggota kongres) Amerika memberikan komitmen mengenai pentingnya ‘berpartner’ dengan Indonesia,” kata Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi di lingkungan istana kepresidenan Jakarta pada Rabu.
Dalam pertemuan tersebut, Presiden Joko Widodo didampingi oleh Menlu Retno Marsudi, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar dan turut hadir Duta Besar (Dubes) Amerika Serikat (AS) untuk Indonesia Sung Y. Kim. “Kemudian yang kedua, komitmen untuk memperdalam dan memperluas ‘strategic partnership’ dengan Indonesia,” ungkap Menlu.
Isu ketiga dibahas adalah menyampaikan kembali apresiasi atas kepemimpinan Indonesia dalam G20. “Istilahnya mereka, ‘Indonesia is shining now’ dan mereka memberikan dukungan yang kuat terhadap keketuaan Indonesia di ASEAN,” tambah Menlu.
Menurut Menlu, Presiden Jokowi dalam pertemuan tersebut menyampaikan komitmen Indonesia terhadap isu perubahan iklim dan isu tersebut memang menjadi ketertarikan dari delegasi anggota kongres AS.
“Makanya Bapak Presiden bicara dengan data untuk menunjukkan bahwa kita telah ‘achieved of things’ di bidang ‘climate change’ termasuk ‘environment’ termasuk mengurangi kebakaran hutan yang menurun lebih dari 80 persen itu yang disampaikan Bapak Presiden, sekali lagi Bapak Presiden memberikan semua data melalui paparan,” jelas Menlu.
Selanjutnya Presiden Jokowi juga meminta dukungan dari anggota kongres untuk perpanjangan fasilitas GSP dari Amerika Serikat. GSP atau “Generalized System of Preferences (GSP)” merupakan fasilitas perdagangan berupa pembebasan tarif bea masuk, yang diberikan secara unilateral oleh Pemerintah AS kepada negara-negara berkembang di dunia sejak tahun 1974. Indonesia pertama kali mendapatkan fasilitas GSP dari AS pada tahun 1980.
“Kemudian Presiden juga menekankan pentingnya isu ‘market access’ di dalam IPEF. Memang selama ini dalam organisasi IPEF belum memasukkan isu ‘market access’, tapi Bapak Presiden menyampaikan bahwa isu ‘market access’ ini sangat penting kalau kita bicara kerja sama dengan negara berkembang seperti Indonesia,” jelas Menlu.
IPFE adalah kerangka kerja sama ekonomi Indo-Pacific Economic Framework (IPEF) yang secara resmi diluncurkan Presiden Joe Biden pada 23 Mei 2022 di Tokyo, Jepang dengan 14 negara yang berpartisipasi yaitu AS, Australia, Fiji, India, Jepang, Korea Selatan, Selandia Baru, dan negara-negara ASEAN (Brunei Darussalam, Filipina, Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, dan Vietnam).
“Kemudian Bapak Presiden juga menyampaikan keinginan Indonesia agar menjadi bagian dari ‘supply chain’ dunia dan ‘supply chain’ dengan Amerika Serikat,” ungkap Menlu.
Pembahasan terakhir adalah Presiden Jokowi menyampaikan kesiapan kerja sama transisi energi termasuk melalui “Just Energy Transition Partnership” (JETP). “Jadi JETP ini sudah ada uang yang sudah ada 20 miliar dolar AS, sekrang tinggal bagaimana dengan uang yang tersedia itu kita mengimplemetnasikannya umntuk mendukung transisi energi,” tambah Menlu.
Namun, menurut Menlu, tidak dibicarkan secara khusus mengenai investasi perusahaan AS di Indonesia. “Jadi investasi secara keseluruhan dibahas karena kan mereka kan dari Kongres, bukan dari ‘private sector’ atau ‘executive branch’ tetapi dibahas sekilas hanya menunjukkan bahwa komitmen Amerika Serikat untuk meningkatkan investasi di Indonesia cukup tinggi dan hari ini mereka akan pergi ke Kalimantan dan besok juga akan mengunjungi (Ibu Kota) Nusantara,” kata Menlu.