Lombok, Teritorial.Com – Musibah gempa bumi yang telah memporak-porandakan sebagian wilayah di pulau Lombok, Nua Tenggara Barat sejak akhir Juli lalu masih menyisakan duka cukup mendalam bagi warga terdampak gempa bumi, Daerah terparah akibat guncangan gempa bumi itu berada di Kabupaten Lombok Utara, tiga kecamatan di Kabupaten Lombok Tengah dan Kecamatan Sembalun di Kabupaten Lombok Timur.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat akibat gempa 7 skala Richter tersebut hingga Rabu (15/8) sebanyak 460 orang meninggal dunia, tersebar di Kabupaten Lombok Utara sebanyak 396 orang, Lombok Barat (39), Lombok Timur (12), Kota Mataram (9), Lombok Tengah (2) dan Kota Denpasar 2 orang. Jumlah korban jiwa itu diprediksi masih bisa bertambah mengingat Tim SAR gabungan masih melakukan pencarian korban tertimbun longsor.
Untuk jumlah korban luka-luka tercatat 7.773 orang, dimana 959 orang luka berat dan rawat inap dan 6.774 orang luka ringan atau rawat jalan. Sebanyak 417.529 orang mengungsi di ribuan titik pengungsian. Salah seorang putra daerah Lombok yang beraktivitas di Jakarta, Lalu Mara Satriawangsa menegaskan, musibah gempa bumi yang meluluhlantahkan pulau Lombok sejak akhir Juli lalu harus ditetapkan sebagai bencana nasional, mengingat banyaknya kerugian materil yang diderita masyarakat di daerah itu.
Menurut Lalu Mara, meski pemerintah melalui berbagai kementerian akan membantu proses pemulihan (rehabilitasi) dan rekonstruksi seluruh fasilitas publik yang rusak atau hancur akibat gempa beruntun berkekuatan rata-rata di atas 6 SR itu, belum sepenuhnya bisa diharapkan secara langsung pada tahun ini.
Sebab, katanya, masing-masing kementerian memiliki mata anggaran yang sudah jelas peruntukannya untuk tahun 2018 dan 2019. “Tidak. Anggaran itu disusun satu tahun sebelumnya. Misalnya APBN 2019 sudah diketok di tahun 2018 oleh DPR. Dan tak ada mata anggaran untuk rehabilitasi dan rekonstruksi gempa Lombok! Apalagi anggaran 2018? Pasti tidak ada karena dibahas dan disetujui tahun 2017,” ungkap Lalu Mara Satriawangsa dihubungi Lombokita.com, Minggu (19/8/2018).
Karenanya, kata Lalu Mara, anggaran untuk rehabilitasi dan rekonstruksi fasilitas publik akibat gempa Lombok baru bisa diusulkan untuk APBN 2020, dan dibahas oleh Panggar DPR pada 2019. Jadi dikerjakannya nanti tahun 2020. Dan itu waktu yang cukup lama. Kalaupun sekarang ada anggaran bencana di APBN itu untuk seluruh Indonesia, kata dia, lebih tertuju pada penanganan tanggap darurat bukan untuk pembangunan rehabilitasi atau rekonstruksi.
“Jadi kenapa saya mengusulkan agar Pemerintah Provinsi NTB meminta agar ditetapkan sebagai bencana nasional? Karena dengan ditetapkan sebagai bencana nasional, ada ruang untuk mengajukan APBN-P yang memasukkan anggaran rehabilitasi dan rekonstruksi gempa Lombok pada anggaran 2019 melalui sebuah badan adhoc yang dibentuk pemerintah yang biasanya diberi nama Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR),” ujar Lalu Mara.
Dengan dibentuknya BRR yang setingkat Menteri yang beranggotakan lintas kementrian, termasuk TNI/Polri maka penanganannya akan lebih koordinatif dan fokus. Bukan saja itu, BRR adalah lembaga yang boleh menampung bantuan atau donor dari negara asing (sahabat) yang mau membantu. “Tanpa ada sebuah lembaga seperti BRR bantuan asing tidak bisa masuk,” katanya lagi.