Walhi Desak Pemerintah Tak Libatkan TNI dalam Pemadaman Karhutla

0

Teritorial.com – Pemerintah mengerahakan 5.929 personel gabungan yang berasal dari satuan tugas darat dan udara dari unsur TNI, Polri, BPBD, Masyarakat Peduli Api, dan sejumlah kementerian/lembaga untuk memadamkan karhutla di Riau, Sumatera Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, dan Jambi.

Namun tindakan pemerintah yang meminta bantuan kepada aparat tersebut justru dikritik oleh organisasi Wahana Lingkungan Hidup (Walhi).

Menurut penilaian mereka pengerahan TNI dan Polri untuk membantu memadamkan api di lokasi kebakaran hutan dan lahan justru tidak menyelesaikan akar permasalahan. Pemerintah seharunya memaksa korporasi yang bertanggung jawab untuk memadamkan api di areanya masing-masing.

“Jujur dalam konteks nasionalisme itu kurang ajar menurut kami. Penjaga kedaulatan kita difungsikan sebagai pemadam kebakaran yang disebabkan oleh korporasi,” ujar Manajer Kampanye Pangan, Air, dan Ekosistem Esensial Kelas Walhi Wahyu A Perdana di kantornya, Jakarta, Kamis (1/8).

Berdasarkan data yang dimiliki oleh Walhi dikatakan terdapat 4.258 titik panas atau hotspot sepanjang Januari hingga Juli 2019 dan 2.087 titik di antaranya berada di kawasan konsesi dan Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG). Sementara itu terdapat 613 perusahaan yang beroperasi dalam lahan konsesi tersebut.

Oleh karena itu Wahyu mendesak pemerintah untuk bertindak lebih tegas terhadap perusahaan-perusahaan tersebut dengan menegakan hukum dan melakukan pemulihan serta memberikan ganti rugi kepada pemerintah.

“Jika mengacu pada pasal 88 soal pertanggungjawaban mutlak dalam Undang-Undang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup semua yang melakukan perusakan lingkungan hidup baik itu individu atau badan hukum, mereka punya dua tanggung jawab; ganti kerugian dan memulihkan tanpa perlu unsur pembuktian kesalahan,” terangnya.

Wahyu menilai bahwa pemerintah sebenarnya memiliki wewenang untuk melakukan langkah hukum secara paksa. Bahkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutan telah banyak memenangkan gugatan atas sejumlah perusahaan. Namun hingga saat ini masih belum ada langkah-langkah konkret yang dilakukan oleh pemerintah.

“Akhir 2018, sudah diputuskan pengadilan harus ganti biaya kerugian dan pemulihan lingkungan hidup artinya bukan pakai uang negara. Tapi sampai sekarang tidak dieksekusi. Negara punya upaya paksa, bekukan rekening dan lain-lain,” kata dia.

Menurut Wahyu pemerintah boleh saja melibatkan aparat TNI maupun Polri jika kondisinya sudah dalam tingkatan yang darurat meskipun hal tersebut tidak dapat dijadikan sebuah solusi yang tepat.

“Tapi masa setiap tahun mau membebani keuangan negara oleh kesalahan yang sebenarnya bisa ditangguhkan kepada korporasi. Tidak menyentuh akar masalah, padahal secara dasar hukumnya kuat,” tambah dia.

Share.

Comments are closed.