Jakarta, Teritorial.com – Nama Prabowo Subianto kini tengah menjadi topik hangat di semua kalangan, setelah ia diyakini akan memenangkan pemilihan presiden (pilres) dalam agenda pemilu 2024 Indonesia dalam satu putaran.
Salah satunya adalah kisah persahabatannya dengan Raja Yordania, Abdullah II. Abdullah adalah anggota dari wangsa Hasyimiyah, yang telah memerintah keluarga kerajaan Yordania sejak 1921, dan dianggap sebagai generasi ke-41 keturunan langsung dari Nabi Muhammad.
Persahabatan keduanya terjalin jauh sebelum Prabowo menjadi pengusaha dan politikus sukses dan Abdullah masih menjadi pangeran dan belum menjadi raja.
Keduanya memulai pertemanan erat saat masih menimba ilmu di Fort Benning, salah satu lembaga pendidikan pasukan khusus militer terbaik di dunia yang berlokasi di Amerika Serikat. Kisah persahabatan tersebut tertuang dalam buku berjudul “Prabowo: Dari Cijantung Bergerak ke Istana” oleh Femi Adi Soempeno tahun 2009 lalu.
Dalam salah satu bagian, dikatakan bahwa Yordania adalah negara kedua bagi Prabowo, terutama setelah kisruh 1998 pecah. Saat itu, Abdullah yang masih menjadi pangeran menawari Prabowo yang diduga terlibat beberapa kasus penculikan untuk tinggal sementara di negaranya.
Prabowo disambut hangat oleh Abdullah dan diundang ke markas tentara Yordania. Saat tiba di sana, Prabowo sudah bukan seorang tentara dan tiba dengan pakaian sipil biasa, namun tetap disambut secara militer.
Bahkan, Abdullah yang saat itu memimpin Komando Pasukan Khusus Kerajaan Yordania memaksa Prabowo menginspeksi pasukannya. “Di sini Anda tetap Jenderal,” kata Abdullah sambil memeluk Prabowo.
Sejak saat itu, Prabowo mengaku jatuh cinta dengan Yordania. “Saat saya disingkirkan oleh ABRI, oleh elite politik Indonesia, negeri ini menerima saya dengan baik,” kata dia.
Stanley A Weiss, pendiri lembaga Business Executives for National Security di Washington, Amerika Serikat, mengatakan Prabowo dan Raja Abdullah II adalah murid paling menonjol yang pernah dilatih di Amerika.
Weiss dalam artikel di Huffington Post 2012 lalu mengatakan, hal ini disampaikan sendiri oleh Wayne Downing, jenderal bintang empat yang melatih para tentara asing di Fort Benning. Downing yang telah mangkat mengatakan, di antara tentara asing yang pernah dia latih, Abdullah dan Prabowo adalah dua prajurit paling menarik perhatiannya.
“Dia mengatakan pada saya, dari semua tentara asing yang pernah dia latih, kedua orang ini paling menonjol,” kata Weiss.
“Dia adalah Abdullah II bin Al-Hussein, keturunan Raja Yordania. Satunya lagi adalah Prabowo Subianto, mantan komandan pasukan khusus Indonesia, dan calon presiden Indonesia 2014,” lanjut Weiss lagi saat itu.
Selain pernah bertemu dalam pendidikan infanteri di AS, Prabowo dan Abdullah II juga sempat latihan antiteror bersama di Jerman Barat.
Majalah Gatra edisi Nomor 7, 2 Januari 1999, menceritakan awal pertemuan antara Abdullah dan Prabowo terjadi saat Abdullah masih memimpin Komando Pasukan Khusus Kerajaan Yordania (RJSOC) dibentuk pada April 1963.
Secara pribadi, Abdullah sangat kagum dengan keberhasilan Prabowo memimpin Operasi Rajawali dalam pembebasan sandera yang disekap gerombolan Kelly Kwalik di Mapenduma, Irian Jaya pada Mei 1996. Saking kagumnya, RJSOC yang dipimpin Abdullah dua puluh tahun kemudian berfungsi sebagai payung bagi Brigade Pasukan Khusus dan Pengawal Kerajaan, Unit 71.
Pengembangan unit operasinya, diakui Abdullah, terinspirasi oleh Kopassus ala Indonesia, di mana Prabowo pernah menjadi komandan jendral unit tersebut.
Diisukan, Abdullah II juga meminta Prabowo untuk menjadi penasihat militer negaranya, namun ditolak oleh Prabowo karena ia tetap ingin mengabdi di Tanah Air.
Abdullah konon tetap memandang Prabowo sebagai seniornya. Sewaktu prajurit Kopassus berhasil mencapai puncak tertinggi di dunia gunung Everest, Abdullah mengikutinya dengan antusias. Ia terharu ketika mendengar cerita bahwa suara takbir diteriakkan pertama kalinya dari sana.