Cyber Army dan Cyber Militia

0

Terdapat beberapa kejadian di dunia maya yang dianggap oleh beberapa pihak sebagai suatu “perang siber”. Salah satu contoh yang menarik adalah ketika pada tahun 2013 tersebar isu penyadapan terhadap kepala negara saat itu yaitu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono beserta beberapa pejabat negara lainnya oleh sebuah negara asing [1]. Sebagai respon terhadap aksi penyadapan itu, maka terjadilah suatu aksi balasan yang masif dari para hacker (peretas) baik secara perseorangan maupun kelompok terhadap situs-situs dari negara asing tersebut baik milik pemerintah maupun milik masyarakat umum. Aksi-aksi balasan yang umum dilakukan adalah berupa serangan DDoS (Distributed Denial of Service) serta defacing terhadap halaman situs. Dalam berbagai halaman situs yang dideface tersebut seringkali muncul identitas dari kelompok-kelompok yang mengklaim sebagai suatu “cyber army“.

Klaim sebagai suatu “cyber army” disertai dengan grafis-grafis dan simbolisasi bernuansa peperangan dan keprajuritan memang menimbulkan suatu kesan tertentu mulai dari gagah hingga angker ataupun kemampuan dalam kekuatan siber maupun jumlah “petarung siber” yang ada dibelakangnya. Dengan reputasi yang tersohor, maka suatu “cyber army” akan mampu mendapat dukungan dari para netizen mulai dari sekedar komentar positif terhadap aksi-aksinya hingga keinginan bergabung ke dalam tim “cyber army” tersebut.

Perlu diketahui berdasarkan Perpres No. 62 Tahun 2016 telah disebutkan bahwa Satuan Siber Tentara Nasional Indonesia (TNI) merupakan salah satu Badan Pelaksana Pusat dalam Markas Besar TNI[2]. Panglima TNI Gatot Nurmantyo juga telah meresmikan Satuan Siber TNI tersebut pada tanggal 13 Oktober 2017 lalu[3]. Hal ini menunjukkan bahwa TNI yang merupakan elemen militer resmi dengan tugas sebagai alat pertahanan negara Indonesia telah memiliki satuan siber sehingga dapat disimpulkan telah memiliki tentara siber yang resmi pula. Suatu tentara siber dari segi kata tentara-nya saja sudah dapat diartikan bahwa pergerakannyapun didasarkah suatu perintah sesuai dengan struktur organisasi yang berlaku dan berbagai pertimbangan strategis lainnya untuk kepentingan negara.

Dengan melihat keadaan tersebut maka Satsiber TNI merupakan tentara siber yang resmi. Untuk elemen-elemen yang tergabung dalam “cyber army” di luar Satsiber TNI walaupun telah muncul lebih dulu, sebenarnya lebih tepat dikategorikan sebagai cyber militia atau milisi siber. Milisi disini dapat diartikan sebagai pihak yang siap bertempur untuk membela negara namun bukan berasal dari kalangan prajurit profesional. Milisi Siber dapat dibina dan dikembangkan sebagai salah satu Komponen Pendukung (Komduk) yang dapat dimobilisasi bila negara dalam keadaan darurat atau bahaya. Para hacker yang nasionalis dapat disiapkan sebagai milisi siber terutama dengan perspektif pertahanan nasional. Bagaimana cara membedakan hacker yang baik dan yang jahat? Tentu saja jangan dilupakan bahwa hacker yang patriot akan menjaga nama baik bangsa dan negara serta siap membelanya bila diperlukan.

Referensi:

  1. Brissenden, Michael. (2014). Australia spied on Indonesian president Susilo Bambang Yudhoyono, leaked Edward Snowden documents reveal. [http://www.abc.net.au/news/2013-11-18/australia-spied-on-indonesian-president,-leaked-documents-reveal/5098860]
  2. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 62 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi Tentara Nasional Indonesia.[http://peraturan.go.id/search/download/11e6c5b9f308f160beb4313430383331.html]
  3. Puspen TNI. (2017). Panglima TNI Resmikan Satuan Siber TNI. [http://tni.mil.id/view-121058-panglima-tni-resmikan-satuan-siber-tni.html]
Share.

Comments are closed.