JAKARTA, Teritorial.com – Untuk kesekian kalinya pesawat tanpa awak bawah permukaan tanpa izin ditemukan oleh nelayan . Terakhir sebuah glider diduga milik China ditemukan oleh nelayan di dekat perairan Pulau Selayar. Peristiwa ini pun disinggung harian The Guardian (31/12/2020) dalam rubrik Espionage dengan menyebutnya sebagai bagian misi rahasia China. Sebelumnya diberitakan Glider buatan negara yang sama juga ditemukan nelayan di Tanjung Pinang pada Maret 2019 dan di Masalembo Januari 2020. Lokasi penemuan ini hampir terjadi di empat dari sembilan jalur pelayaran penting dunia yang melewati Indonesia dikenal dengan Choke Point, yaitu Selat Malaka, Selat Sunda, Selat Lombok dan Selat Makassar.
Glider
Glider tidaklah sama dengan drone yang kita kenal selama ini. Sekilas memang mirip roket, dilengkapi sirip di kanan kirinya, pada bagian ujungnya terdapat sensor perekam data elektronik, sementara bagian ekornya terdapat antena berfungsi transmisi data ke satelit yang bekerja saat muncul ke permukaan. Pergerakan glider adalah arah vertikal menggunakan sistem hidrolik umumnya pompa minyak yang dapat mengatur ruang udara sehingga mampu mengapung dan tenggelam. Baterai yang ada digunakan sebagai sumber energi saat glider mengirim data ke satelit. Ini berbeda dengan drone yang pergerakannya oleh baterai yang dibawanya. Saat posisi mengapung, glider memancarkan data ke satelit penerima seperti posisi, parameter insitu seperti arah dan kecepatan arus, temperatur, kadar garam, tekanan, kandungan oksigen, visibilitas pada level kedalaman tertentu. Dengan gaya gravitasinya, glider tenggelam perlahan merekam profil data hingga kedalaman yang diinginkan dan selanjutnya bergerak keatas hingga timbul ke permukaan, sekali lagi glider memancarkan data yang sudah direkam dan begitu seterusnya. Dengan power baterai kering, glider dapat bertahan hingga dua tahun. Dari aspek teknologi, glider bukan termasuk teknologi sulit, sayang sekali di Indonesia tidak banyak insinyur yang tertarik mengembangkan teknologi ini.
Pentingnya Data Bawah Permukaan
Perkembangan teknologi satelit mata mata telah mencapai resolusi sangat tinggi, hampir seluruh obyek di permukaan bumi dapat dilihat dengan gambar sangat jelas dalam hitungan centimeter dan pergerakannya pun dalam detik. Namun tidak berlaku pada objek bawah laut, yang dibatasi oleh kemampuan penetrasi cahaya matahari terhadap kedalaman. Inilah alasan mengapa deteksi objek bawah laut masih bertahan menggunakan komunikasi akustik tak terkecuali sistem navigasi kapal selam. Sistem komunikasi dimana gelombang elektromagnetik tidak tidak dapat bekerja karena faktor absorbsi kuat molekul air pada lapisan pertamanya. Hewan laut seperti paus dan lumba-lumba adalah satwa yang paling sukses menggunakan sistem komunikasi ini.
Gelombang Dalam
Perairan Selayar dan Masalmebo, tempat dimana glider ditemukan secara geografis sangat dekat dengan Selat Makassar. Selat ini merupakan salah satu Alur Laut Kepulauan Indonesia yang banyak dilewati kapal-kapal berbagai negara. Dalam kajian oseanografi, selat ini juga menjadi lintasan utama transpor massa air Samudera Pasifik menuju Samudera Hindia yang dikenal dengan Arus Lintas Indonesia. Ini dapat dibayangkan ini sebuah sungai besar yang mengalirkan massa air antar samudera. Kira-kira di barat laut Makassar, terdapat punggung laut dikenal dengan nama Dewakang. Keberadaan punggung laut kedalaman 600-700 m ini menjadi penghalang pergerakan massa air berasal dari Samudera Pasifik yang menuju Laut Flores. Akibat gelombang pasang surut dalam kemudian mengintensifkan proses percampuran massa air diwilayah perairan ini. Tempat ini juga berlangsung pertemuan massa air Samudera Pasifik yang berkarakter lebih asin dengan massa air Laut Jawa yang lebih tawar. Proses percampuran ini begitu dinamis dan menimbulkan pola percampuran yang kompleks. Bahkan sejumlah peristiwa kecelakaan kapal yang pernah terjadi di Kawasan Segitiga Masalembu sering dikaitkan dengan teori ini.
Apa yang terjadi di ujung selatan Selat Makassar ini menjadi hal yang menantang, bagi sistem navigasi kapal selam. Hampir semua sistem komunikasi bawah permukaan menggunakan gelombang akustik, termasuk kapal selam. Sayang sekali, sistem komunikasi ini sangat sensitif dengan perubahan densitas air laut. Dalam fisika, densitas air laut tergantung oleh tekanan, temperatur dan kadar garam.
Gelombang akustik yang menjadi andalan sistem deteksi dan navigasi kala selam ini di air laut bisa saja dibelokkan dalam jarak beberapa meter saja ketika densitas air laut berubah dengan cepat. Beberapa area bahkan tidak mampu dideteksi sonar yang dikenal dengan shadow zone. Zona ini bahkan dapat berpindah-pindah lokasi, tergantung dari kondisi atmosfir di atasnya. Informasi inilah yang paling dicari glider ini, tempat dimana kapal selam dapat berlindung dari sonar lawan atau daerah persiapan dalam mengadakan serangan. Kedalaman Shadow Zone yang berubah ubah tentu menjadi informasi dalam menentukan strategi manuvra tempur kapal selam. Glider yang ditemukan di Perairan Selayar dan Masalembo menjadi petunjuk awal glider yang ditemukan bukti menjadi bagian dari pengumpulan informasi mandala bawah permukaan ini. Kapal selam banyak dikenal adalah karena keunggulannya dalam melancarkan serangan mendadak dan belum tergantikan. Seorang ahli strategi perang pun menempatkan kapal selam dalam urutan bobot tertinggi dalam menghitung kekuatan pertahanan suatu negara. Bila hal ini terus terjadi, bisa jadi selat selat penting lainnya yang menjadi lintasan ALKI dan juga Arus Lintas Indonesia seperti Selat Lombok dan Selat Ombai juga menjadi spot-spot tujuan glider ilegal ini. Alasan yang masuk akal mengingat selat penting ini juga sering dilewati armada kapal perang rivalnya.
Kedaulatan Data Nasional
Lingkungan perairan Indonesia menjadi daya tarik dunia dalam mempelajari dinamika oseanografi dan meteorologi baik regional maupun global. Jangan heran, jika banyak peneliti asing mengajukan proposal ke Pemerintah Indonesia untuk tujuan penelitian tersebut. Meskipun disangsikan juga sebagian mereka bahkan mempunyai misi pertahanan.
Masalah kedaulatan data kelautan sangat krusial, mengingat hampir tiga perempatnya adalah lautan yang berarti mandala pertahan terbesarnya adalah laut. Seorang ahli strategi Perang Cina, Sun Tzu menyebut “Kenali dirimu, kenali
musuhmu dan kenali medan tempurmu. Dan kau akan memenangi seribu pertempuran”. Kedaulatan data kelautan nasional lekat dengan sebarapa kemampuan teknologi dalam menggunakan data kelautan kita yang saat ini pun masih tertinggal. Oleh karena itu, strategi yang bisa dilakukan saat ini antara lain: aturan hukum tentang keamanan data laut nasional, menguatkan jejaring data kelautan nasional melalui National Ocean Data Center (NODC), serta menguatkan peran pembinaan potensi maritim melalui peningkatan pengetahuan dan kesadaran nelayan dalam mengenali objek mencurigakan yang dapat mengancam kedaulatan negara. Dapat kita bayangkan, bagaimana alur alur penting pelayaran dunia di wilayah kita dikontrol oleh bangsa asing. Menjadi kewajiban kita menjaga kedaulatan negara dari ancaman bangsa pencurian data dan informasi yang dapat digunakan bangsa lain mengusai wilayah kita.
Oleh : Staf Pengajar Universitas Pertahanan Letkol Laut (KH) Dr. Gentio Harsono