Indonesia Tak Punya Kebanggaan?

0

Jakarta, Teritorial.Com – “Negara ini haus kebanggaan Presiden Afrika Selatan Nelson Mandela” Ucapan tersebut dikemukakan Mandela ketika akan menyaksikan pertandingan kejuaraan final Rugby Dunia antara Afrika Selatan dengan Selandia Baru.Dia memahami bangsanya perlu memiliki sesuatu yang membanggakan dan itu adalah keharusan menang atas Selandia Baru.

Mandela dengan mengenakan topi dan shirt tim Afsel turun ke lapangan. Menyalami para pemain sambil menyebut nama-nama mereka. Dorongan moril ini luar biasa.Tim negaranya, Springboks mengalahkan All Black, 15-12. Afrika Selatan pada tahun 1985 itu memerlukan kebanggaan sebab dalam proses menuju penghapusan sistem pemisahan warna kulit yang telah diterapkan penjajah Inggris sejak awal abad 20 sampai dengan tahun 1990. Oleh sebab itu kemenangan spektakuler atas Selandia Baru memberi kontribusi berarti dalam membangun Afrika Selatan dan rekonsiliasi damai dengan pemerintahan kulit putih.

Kebanggaan Indonesia?

Indonesia memerlukan sesuatu yang bisa dibanggakan. Bukan pemilikan sumber daya alam yang memang karena ia sudah ada sejak dahulu kala, melainkan suatu prestasi yang dicapai oleh bangsa pada masa kini. Prestasi yang membangkitkan motivasi dan kebanggaan sebagai bangsa Indonesia. Kemampuan bangsa Indonesia untuk membuat prestasi itu ada tetapi dihambat ‘tangan-tangan tidak terlihat’ atau sebab-sebab lain. Penghambatan berlangsung terus menerus mengakibatkan hanya kabar-kabar negatif yang menyelimuti bangsa.

Salah satu contoh adalah kegagalan tingkat operasional pesawat N-250 yang potensial membangkitkan kebanggaan bangsa. Tidak sedikit yang meragukan keberhasilan penerbangan perdana Gatot Kaca pada 10 Agustus 1995, tetapi ternyata ia mampu terbang selama 55 menit. Keberhasilan itu disiarkan ke seluruh dunia, tetapi persyaratan yang ditetapkan IMF membuat N-250 mati suri beberapa waktu kemudian.

Ratusan teknisi N-250 lalu diterima bekerja di pabrik-pabrik Boeing, Bombardier, Airbus dan lainnya. Keahlian mereka diakui pihakyang asing tetapi sekelompok anti nasionalis di dalam negeri meremehkannya dan membuat mereka mesti merantau. Menurut seorang penerbang Merpati Nusantara Airlines beberapa tahun lalu, pesawat produksi PT DI seperti CN-235 sangat tangguh dan serba guna hingga ia enggan beralih ke pesawat lain. Pendapat pilot itu bertentangan dengan segelintir orang yang mengejek produk domestik tersebut dengan dalih belum saatnya.

Entah kenapa, Indonesia juga selalu terhambat dalam membangun Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir. Alasan yang dikemukakan bermacam-macam, mulai dari isyu lingkungan, kecemasan peristiwa Chernobyl akan berulang dan lain sebagainya. Kegagalan membuat PLTN ini menyebabkan ketergantungan dan pengeluaran devisa terhadap sumber energi yang tidak terbarukan.

Sebenarnya sekalian kecemasan itu tidak beralasan sebab Indonesia memiliki banyak tenaga ahli nuklir. Di Bapeten misalnya, sejumlah tenaga ahlinya kerap diundang Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) untuk memeriksa pembangkit tenaga nuklir di negara lain. Di Korea Selatan, Jepang, Prancis dan lainnya, PLTN berlokasi di tempat pemukiman.

Perang Asimetris

Dalam aspek informasi, bangsa Indonesia terus menerus menemukan berita-berita yang tidak mencerahkan, tanpa diimbangi berita-berita yang postif. Hal ini mempengaruhi alam bawah sadar dan melunturkan rasa kebanggaan. Tambahan lagi karena dunia informasi tak terbatas, bangsa asing meremehkan Indonesia.Dewasa ini, koruptor yang nyata-nyata menghabiskan miliaran uang negara, tinggal nyaman di penjara dan tak ada perasaan malu. Begitupun dengan para pengemplang pajak yang notabene kaum cerdik cendekia, tidak merasa terhormat bila mengeluarkan harta untuk kemaslahatan rakyat.

Semuanya itu diberitakan secara transparan hingga mempengaruhi pola pikir rakyat di pedalaman dan menyebabkan bangsa asing berpersepsi terhadap Indonesia. Kelakuan para koruptor tersebut berdampak sangat luas. Masyarakat menterjemahkannya sebagai contoh untuk melakukan pelanggaran di berbagai kegiatan.Jangan heran bila dalih melanggar peraturan lalulintas dihubungkan dengan kelakuan para koruptor tersebut.

Bidang ekonomi masih dihantui ketidakpastian data sementara kebijakan dan realita tidak nyambung. Tingkat kemiskinan, kesulitan memperoleh pekerjaan dan kemerosotan nilai tukar rupiah bukan fatamorgana tetapi sangat faktual. Gara-gara kemerosotan rupiah terhadap dolar AS, deposan dapat ‘kehilangan’ Rp 1 miliar dalam tiga bulan.

Ketiadaan kebanggaan ini selayaknya memerlukan perhatian mendalam. Para pemimpin perlu memiliki gagasan-gagasan besar yang realistis agar rakyat juga bergairah. Bila pemimpin hanya memiliki gagasan-gagasan kecil, maka itu berarti hanya orang kecil.Gagasan Presiden John F. Kennedy mendaratkan manusia di bulan, merupakan pula upaya untuk membuat rakyat bangga akan negaranya. Gagasan besar ini berdampak juga terhadap kemajuan teknologi. Apakah Asian Games 2018 dapat dijadikan momentum melahirkan kebanggaan? Wallahu ‘alam.

Penulis: Sjarifuddin Hamid, Pemimpin Redaksi Teritorial.Com

Share.

Comments are closed.