Kapitalisme Dalam Sepakbola: Kasihan Ronaldo

0

Jakarta, Teritorial.Com – Sampai dengan 18 Agustus 2018, uang sejumlah puluhan triliun rupiah berpindah dari satu klub ke klub yang lain, seiring dengan pergeseran pesepakbola. Fenomena ini terjadi di seluruh dunia, termasuk China, dan nilai transaksi yang terbesar terjadi di Eropa. Sebagaimana biasanya, perhatian lebih terarah kepada siapa yang pindah? Ke klub mana? Berapa nilai transfernya? Hanya sedikit atau tidak pernah menyinggung kewajiban pemain yang bersangkutan akibat transfer tersebut. Padahal dalam industri sepakbola, pemain tak lebih dari mesin produksi.

Perpindahan Pemain Christiano Ronaldo atau CR 7 diberitakan pindah dari Real Madrid ke Juventus dengan nilai transaksi Rp 1,96 triliun 117 juta euro pada minggu lalu. Di Juventus, dia akan diberi gaji Rp 9,6 miliar per minggu. Tidak disebutkan apakah angka tersebut sudah dipotong pajak atau belum. Pemain keturunan Indonesia, Radja Nainggolan, bergeser dari AS Roma ke Inter Milan dengan nilai transfer Rp 638,86 miliar. Klub Paris Saint-German melepas Javier Pastore ke AS Roma dengan nilai Rp 415,27 miliar. Ajax Amsterdam juga menjual Justin Kluivert ke AS Roma dengan nilai jual Rp 290,19 miliar.

Manchester City mengeluarkan R 1,14 triliun untuk mendapatkan Riyad Mahrez dari Leicester City. Pesaingnya Liverpool, mengambil Naby Keita dari RB Leipzig dengan harga Rp 1,01 triliun dan Fabinho dari AS Monako Rp 841,25 miliar. Dalam beberapa hari ke depan, jumlah pemain yang ditransfer akan meningkat. Dan yang menarik, sebuah media di Eropa mewartakan nilai transfer beberapa pemain seperti Harry Maguire, Ivan Perisic, Eden Hazard, Thomas Meunier, Denis Cheryshev dan Raphael Arane dipastikan bertambah sebab penampilan mereka yang sangat mengesankan pada Piala Dunia 2018 di Moskow.

Sebegitu jauh nilai rekor transfer termahal masih dipegang Neymar yang dilepas FC Barcelona ke Paris Saint-Germain dengan harga 222 juta euro atau US$265 juta atau Rp 3.816.000.000.000 pada tahun lalu. Lebih mahal dua kali lipat dari transfer Paul Pogba 105 juta euro atau US$120 juta. Sebagian besar hasil transfer umumnya mengalir ke klub. Bapaknya Neymar, agen dan lain-lain mendapat Rp 787.600.000.000,- atau sekitar seperlima dari jumlah transfer. Sementara pemain, selain menerima gaji juga memperoleh persentase dari penggunaan nama atau penampilannya dalam iklan-iklan.

Klub Makin Kaya

Klub-klub yang dikelola laksana perusahaan cenderung makin kaya. Manajemennya yang terdiri dari ahli-ahli keuangan, ahli perpajakan, pakar investasi, hukum dan lulusan sekolah tinggi olahraga mengelola klub dengan cermat. Pimpinan klub sampai pembawa ember semuanya memiliki kompetensi.

Sumber penghasilan klub terbesar berasal dari sponsor dan penjualan merchandise (43%). Disusul hasil kontrak-kontrak, biasanya berjangka tiga tahun, dengan perusahaan-perusahaan televisi yang kelak menyiarkannya ke seluruh dunia (39%) serta penjualan karcis pertandingan (18%). Klub juga menjual kartu keanggotaan klub dengan memberi manfaat antara lain, pemiliknya memperoleh potongan harga.

Klub memperoleh pula pendapatan dari penjualan pemain. Klub-klub yang pas-pasan biasanya memoles pemain ‘kampung” dan bila prestasinya moncer kemudian dijual dengan harga yang menguntungkan. Menurut Business Insider, berdasarkan data dari perusahaan keuangan Deliotte, Manchester United masih menduduki posisi pertama klub terkaya dengan total penerimaan $827,9 juta. Disusul Real Madrid US$825,9 juta, FC Barcelona US$ 793,2 juta, Bayern Munich US$719,8 juta, Manchester City US$646,2 juta, Arsenal FC US$597,1 juta, Paris Saint-Germain US$595,4 juta, Chelses FC US$524,3juta , Liverpool FC US$519,5 juta dan Juventus US$496,9 juta.

Tidak disebutkan berapa jumlah utang masing-masing klub. Ada kemungkinan jumlah utang lebih besar dibandingkan pendapatan. Beberapa tahun lalu, sejumlah klub dinyatakan pailit karena terlalu banyak membeli pemain dan menggajinya diluar kewajaran.

Imbalan Bagi Pemain

Proses transfer tidak selalu berlangsung singkat. Adakalanya, agen perlu membujuk keluarga dan orang-orang dekat agar membantu memindahkan pesepakbola ke klub lain. Pernyataan Maria Dolores dos Santos Aveiro yang menyayangkan Ronaldo pindah ke Juventus menunjukkan pengaruh kuat orang-orang dekat. Mungkin emaknya itu memiliki perasaan negatif tentang masa depan anaknya di Liga Seri A Italia. Pemberitaan tentang keberhasilan memindahkan pemain, selain menyangkut biaya transfer dan gaji diikuti pula dengan tes kesehatan. Kemudian perkenalan kepada khalayak dan pewarta media cetak,televisi serta daring.

Mengapa pemain tertentu dipilih ?Klub jelas tidak mau rugi hingga mentargetkan memperoleh ‘laba lahir dan bathin” dari mengontrak Ronaldo cs. Untuk itu mereka mengajukan syarat-syarat yang tidak perlu diketahui umum, seperti harus tampil sebanyak mungkin guna memuaskan penggemar dan menaikkan peringkat siaran televisi. Pernah ada cerita, seorang pemain yang kakinya bengkak dipaksa tampil meskipun harus disuntik penghilang rasa sakit. Seusai pertandingan bengkaknya menjadi-jadi dan sepatunya terpaksa digunting.

Agar tampil prima, Ronaldo harus berlatih ekstra keras di luar latihan rutin, agar ototnya waja, berbalung besi. Supaya larinya cepat, tendangannya keras, sundulannya prima dan mampu menjangkau bola yang tak mungkin dijangkau akal sehat. Tujuannya satu, menjebol gawang lawan banyak mungkin sebagaimana diinginkan pemangku kepentingan. Tiap hari, pemain seperti kartu terbuka.

Disorot media tentang perilakunya dan prestasinya. Istilah ‘paceklik’ seringkali ditempelkan pemain yang nir gol. Media juga bisa mengetahui kejadian di ruang ganti.Pelatih MU Alex Fergusson melempar sepatu ke wajah David Beckham, begitu berita yang muncul.Tak lama kemudian Beckham ngacir dari MU ke Real Madrid pada 17 Juni 2015 dengan Euro 37,5 juta.

Tahukah anda, manajemen yang akan mengontrak selain mempertimbangkan produktifitas, melihat pula ketampanan pemain. Kalau ‘good looking’ dapat dipastikan yang bersangkutan bisa ‘dijual’ dari rambut sampai ke kaki. Jadi bila para pesepakbola memiliki mobil dan rumah mewah, plesir ke tempat-tempat yang eksoktik mungkin lebih merupakan pelarian dari tekanan kerja yang berat. Tekanan terkait jadwal kompetisi yang ketat, harapan yang tinggi dari berbagai pihak, cidera dan berbagai tantangan lain melanda para pemain. Kitapun sering memberi kontribusi yang membuat pemain stress, dengan berkomentar, wah..Mario Kempes payah. Begitu aja tak bisa bikin gol!

Penulis: Sjarifuddin Hamid Pemimpin Redaksi Teritorial.Com

Share.

Comments are closed.