Washington D.C, Teritorial.Com – Gedung Putih mengumumkan Presiden Donald Trump tidak akan menghadiri KTT Puncak para pemimpin Asia di Singapura dan APEC di Papua Nugini November mendatang. Posisinya digantikan Mike Pence, sedangkan Trump sendiri akan melakukan perjalanan ke Irlandia, Perancis, Argentina untuk menghadiri pertemuan G-20, serta ke Kolombia.
Ketidakhadirannya di Singapura dan PNG itu dinilai sebagai mengabaikan Asia. Tetapi hal itu ditepis karena AS menginginkan keterlibatan yang lebih dalam Asia, sebagaimana sikapnya dalam kasus Laut Cina Selatan. Perhatian kepada Asia itu juga diperlihatkan dalam kunjungan Menhan Tim Mattis dan Menlu Mike Pompeo ke India dan Pakistan minggu pertama September. Keduanya menghendaki agar negaranya bersama India dan Pakistan menggalang kerjasama menahan pengaruh Cina di Asia Selatan.
Buang Waktu
Sebagai Presiden yang berfikir seperti pengusaha, Trump menganggap dua pertemuan di Asia itu sebagai buang waktu. Terlalu banyak basa-basi dan protokoler. Ada kemungkinan, Trump menghindari pertemuan, terutama dengan Presiden Cina Xi Jinping dan PM Jepang Shinzo Abe. AS telah terlibat perang dagang dengan Cina dan akan mengenakan lagi tarif atas impor dari Cina sebesar US$267 milyar. Sementara pada Kamis lalu, 6 September 2018, dia mengancam akan memberlakukan hal serupa terhadap Jepang dengan tujuan memperbaiki defisit perdagangan AS.
Apakah Trump Abaikan Asia?
Seusai Perang Dingin, AS mengurangi penekanan pada isyu keamanan nasional dan menggantinya dengan peningkatan hubungan dagang dan kerjasama ekonomi. Hal ini antara lain ditandai dengan sikap Presiden Clinton yang mengambil konsep APEC dari penggagasnya PM Australia Paul Keating dan Presiden Soeharto. Konsep keamanan nasional itu muncul kembali setelah peristiwa 11 September 2001.
Atas nama memerangi terorisme, Presiden George Bush, Clinton dan Obama melancarkan perang ke Afghanistan, serta membuat para pemimpin Timur Tengah seperti Moammar Gaddhafi dari Libya dan Presiden Irak Saddam Hussein tewas. Selain kehilangan pemimpin, sedikitnya sejumlah negara Arab hancur hingga di bawa titik nol sedangkan ladang-ladang Migas dikuasai perusahaan-perusahaan AS.
Presiden Donald Trump memprioritaskan pembenahan ekonomi untuk memperbaiki defisit perdagangan dengan mitra utama, seperti Uni Eropa, Turki, Jepang, China dan Russia. Namun pada saat yang sama, dia juga menegaskan pembendungan baru terhadap Cina, sebagaimana tercermin dalam lawatan Pompeo cs ke India dan Pakistan. Dalam konteks menanggapi kebijaksanaan Trump di Asia, di Laut Cina Selatan, Presiden Rodrigo Roa Duterte mengambil jalan berbeda.
Bila Washington DC mengajak negara-negara lain berpartisipasi melawan pengaruh Cina sambil menjual Alutsista. Duterte malah mengajak China bekerjasama mengeksploitasi kawasan laut yang disengketakan. Duterte sama sekali tidak percaya, membeli Alustsista akan menciptakan perdamaian. Rupanya, dia tak sepakat dengan faham yang dikemukakan Dr. Henry Kissinger, sebelum menjadi Menlu, bahwa cara terbaik untuk berdamai adalah mempersiapkan diri untuk perang.
Sjarifuddin Hamid. Pemimpin Redaksi Teritorial.Com