Pembinaan Kesadaran Bela Negara sebagai Pondasi Sistem Pertahanan Semesta

0

Apabila kita mencoba jujur dengan melihat realitanya, kecintaan tanah air yang tertuang dalam Program Bela Negara hingga saat ini masih belum dapat dimaknai secara baik, karena banyak yang menganggap hanya terbatas pada wajib militer (wamil) seperti yang telah diberlakukan negara-negara lain (baca: Korea Selatan, Koera Utara, Singapura dan sebagainya). Belum adanya sosialisasi yang baik membuat nilai-nilai bela negara belum dapat terinternalisasi dalam diri tiap-tiap warga negara. Padahal jika melihat kondisi saat ini, potensi ancaman yang bisa terjadi kapan saja, seperti peningkatan transnational crime, illegal immigrant, human trafficking, dan perpindahan kewarganegaraan. Hal inilah yang mendasari pentingnya membela negara dan menumbuhkan sikap nasionalisme yang berpartisipasi aktif dalam pembangunan masyarakat, bangsa, dan negara.

Pendidikan bela negara yang digagas pemerintah pada hakikatnya dipandang sebagai cara untuk meletakkan konsep dasar moral dalam individu, transformasi nilai-nilai yang pada akhirnya bukan sebatas melahirkan pemahaman dan kesadaran tapi juga sikap positif terhadap segala dimensi upaya bela negara. Moral reasoning menunjuk pada kemampuan individu mengambil keputusan moral (moral judgment) serta membantu individu memahami upaya bela negara bukan sebagai sebuah doktrin yang memaksa tetapi lebih bersifat pemahaman mendasar dari dialog kritis antara kondisi ideal yang dicanangkan dengan realitas yang muncul dalam kehidupan nyata (Rosovsky, 1989). Kondisi ini sangat diperlukan agar dapat memiliki pemahaman yang baik mengenai bela negara, terutama dalam penyelenggaraan pendidikan bela negara sudah seharusya diperlukan perangkat perundang-undangan yang secara jelas mengatur dalam lingkup pelaksanaan, tujuan, dan pihak-pihak yang terlibat di dalamnya.

Gambaran singkat di atas memberikan sebuah pemahaman bahwa bela negara merupakan persoalan kompleks, dimana bela negara mempunyai sifat multidimensional. Oleh karena itu dalam pelaksanaannya harus dirancang secara baik agar esensi dari bela negara dapat dipahami dan dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab.

Sebuah Pemahaman terhadap Bela Negara

Kewajiban bela negara yang diemban oleh seluruh masyarakat Indonesia didasarkan atas Undang-undang Dasar 1945, mengenai upaya Bela Negara yaitu pada pasal 27 ayat 3 dan 30 ayat 1, yaitu setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan Negara, dan Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara. Regulasi tersebut memberikan gambaran bahwa kesadaran bela negara pada hakikatnya merupakan kesediaan berbakti dan berkorban membela kelangsungan hidup negara.

Dalam regulasi lain yang sebagai afirmatif atas konsep pertahanan negara telah diatur dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun 2002 pasal 1 ayat 2 menjelaskan bahwa sistem pertahanan negara yang digagas merupakan sistem pertahanan yang bersifat semesta (sishanta) yakni dengan melibatkan seluruh warga negara, wilayah, dan sumber daya nasional lainnya, serta dipersiapkan secara dini oleh pemerintah dan diselenggarakan secara total, terpadu, terarah, dan berlanjut untuk menegakkan kedaulatan negara, keutuhan wilayah dan keselamatan segenap bangsa dari segala ancaman.

Lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Pertahanan Nomor 32 Tahun 2016 dijelaskan penyelanggaraan pembinaan kesadaran bela negara merupakan  rancangan penyelenggaraan yang berisi arah kebijakan pelaksanaan pembinaan kesadaran bela negara untuk kurun waktu 2015-2040, dimana penyelenggaraan bela negara ini diharapkan dapat meletakkan fondasi yang kokoh bagi teraktualisasinya warga negara Indonesia yang sadar bela negara.

Pada tataran pelaksanaan, pembinaan Bela Negara mengacu pada Buku Petunjuk Teknik tentang Pembinaan Ketahanan Masyarakat dalam Bela Negara oleh TNI yang terbagi pada tiga bagian: edukatif, persuasif, dan pragmatis (Kemenhan, 2014).

  1. Edukatif – Penggunaan metode edukatif dimaksudkan untuk menggugah kesadaran warga negara melalui proses belajar mengajar antara peserta didik atau masyarakat dan tenaga pendidik atau pembina masyarakat untuk membangun ketahanan masyarakat dalam bela negara.
  2. Persuasif – Penggunaan metode persuasif dimaksudkan untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk ikut serta secara aktif dalam setiap usaha membangun ketahanan masyarakat dalam bela negara yang diselenggarakan terutama dengan memberikan suri tauladan atau contoh yang baik dimanapun ia berada.
  3. Pragmatis – Penggunaan metode pragmatis dimaksudkan untuk memberikan pembekalan dengan kegiatan secara nyata di lapangan agar tidak menyimpang dari tujuan yang telah ditentukan secara bertahap sesuai dengan situasi dan kondisi di lapangan.

Yang perlu dipahami disini, program pelatihan Bela Negara bukan berarti militerisasi atau bukan mengangkat senjata, namun diwujudkan kepada bentuk disiplin pribadi, kelompok dan disiplin nasional. Selain itu, untuk meningkatkan motivasi bekerja, menggalang solidaritas menghadapi bencana dalam skala kecil dan besar, meningkatkan kualitas kebersamaan dan mengurangi potensi konflik. Semua kompomen bangsa diharapkan berperan aktif mengikuti pembentukan kader pembina bela negara. Selain itu dalam program ini juga bertujuan menanamkan jiwa kedisiplinan, cinta tanah air, kesadaran berbangsa dan bernegara Indonesia, keyakinan akan kesaktian (Basrie, 1998).

Bela Negara dalam Sistem Pertahanan Semesta

Suatu Negara akan semakin kuat dan stabil dalam aspek pertahanan apabila bangsa tersebut bersatu padu untuk memperjuangkan negara dalam melindungi dan membela hak hak yang dimiliki di dalam suatu negara itu sendiri. Dalam dasar negara Indonesia pun sudah diterangkan tentang hak-hak negara dalam melindungi dirinya. Bela negara yang merupakan bagian dasar dari kerangka Sishanta akan sangat diperlukan untuk meghadapi ancaman-ancaman yang ada khususnya yang bersifat nirmiliter.

Bela negara menurut Kementerian Pertahanan RI memiliki spektrum program dan kegiatan yang luas dengan melibatkan soft power hingga hard power yang terkandung dalam lima nilai program bela negara, yaitu: cinta Tanah Air; kesadaran berbangsa dan bernegara; keyakinan atas pancasila sebagai ideologi negara; rela berkorban untuk bangsa dan negara; serta memiliki kemampuan awal bela negara (Laporan Kemenhan, 2014).

Terkait dengan sistem pertahanan negara yang bersifat semesta, pembinaan kesadaran bela negara yang dilakukan merupakan langkah dasar untuk mewujudkan tujuan pertahanan negara yang efektif dan efisien. Hal tersebut menjadi dasar dalam melaksanakan strategi pertahanan, dimana setiap kekuatan militer maupun nirmiliter (means) menggunakan cara-cara tertentu sesuai dengan profesi dan bidangnya masing-masing (ways) untuk mewujudkan tujuan pertahanan negara (ends). Berdasarkan logika tersebut kesadaran bela negara akan menjadi dasar kekuatan pertahanan militer (TNI) maupun kekuatan pertahanan nirmiliter (dalam bidang ideologi, politik, sosial, budaya, dan teknologi) yang dapat dilihat pada Gambar berikut:

Kerangka Sistem Pertahanan Semesta dalam Bela Negara / diolah penulis (2016) adaptasi dari slide paparan Prof. Setyo Harwono (12 Agustus 2015), Hak dan Kewajiban Bela Negara, Kuliah Umum UNHAN

Dalam hal ini, konsep definitif bela negara tersebut akan digunakan sebagai alat untuk menerjemahkan nilai-nilai bela negara. Adapun nilai bela negara ini akan dispesifikan pada pembinaan kesadaran bela negara. Untuk melihat implementasi bela negara maka perlu dipahami terlebih dahulu bahwa lima dasar nilai bela negara yang ditanamkan akan mendukung dan memberikan kontribusi serta keikutsertaan dalam penyelenggaraan pertahanan Negara. Untuk itu pendidikan bela negara akan efektif apabila dipersiapkan terhadap generasi muda bangsa yang dalam proses mendapatkan pendidikan di perguruan tinggi. Karena sesuai dengan prinsipnya bahwa pendidikan memiliki peran yang strategis dalam pola perkembangan moral (nation and character building). Berikut alur yang menegaskan posisi pendidikan bela negara dalam kaitannya dengan  sistem pertahanan negara:

Alur Pembangunan Sistem pertahanan negara (sishanneg) dengan Pendidikan Bela Negara/diolah penulis, 2017

Berdasarkan alur tersebut, dapat dipahami bahwa perlunya diadakan kerjasama antara instansi yang mempunyai tugas melakukan pembinaan terhadap pendidikan tinggi dengan Kementerian Pertahanan untuk membangun sinergi dalam spektrum bela negara mulai wujud yang paling halus (soft power) sampai paling keras (hard power), mulai hubungan baik sesama warga Negara sampai bersama-sama menangkal ancaman untuk melindungi kedaulatan bangsa dan negara yang merupakan tugas bersama sesuai bidang dan profesinya. Yang perlu dipahami disini bahwa program pendidikan bela negara merupakan implementasi dari ilmu pertahanan sebagai bentuk perilaku negara (state behavior) dalam upaya mengeleminir khususnya ancaman nir-militer yang terjadi di wilayah perbatasan sehingga pembangunan di wilayah perbatasan khususnya pembangunan SDM, akan memberikan manfaat dalam mempertahankan kedaulatan Negara (Gumilar, 2015).

Secara keseluruhan, Bela Negara dapat dipahami sebagai salah satu upaya untuk membekali masyarakat dengan nilai kedisiplinan, patriotisme, nasionalisme merupakan langkah awal awal yang baik untuk menghadapi ancaman nirmiliter yang kelak dihadapi Indonesia. Walaupun program tersebut masih sebatas penanaman nilai, kesadaran akan pentingnya mempertahankan tanah air akan tumbuh seiring berjalannya waktu. Masyarakat berupaya untuk mempertahankan NKRI dengan cara yang lebih solutif, bukan sekedar membuat propaganda dan turun ke jalanan dalam situasi yang genting. Selain itu, Bela Negara merupakan optimalisasi strategi pertahanan Indonesia. Karenanya tidak menutup kemungkinan bahwa wamil juga dapat dipertimbangkan menjadi program dari Kemhan karena Wamil sejalan dengan strategi tersebut. Namun demikian Indonesia sebenarnya masih jauh dari kebijakan wajib militer karena Indonesia berusaha menunjukan citra diri yang ramah dengan meminimalkan cara represif dalam menyelesaikan permasalahan dan mengedepankan upaya diplomasi.

Kolonel Inf. Anton Yuliantoro, S.IP, M.Tr (Han)
Komandan Rindam Jaya

 

Referensi:

  • Basrie, 1998, Bela Negara: Implementasi dan Pengembangannya. Jakarta: UI Press.
  • Buku Putih, 2008, Buku Putih Pertahanan Indonesia 2008. Jakarta : Departemen Pertahanan Republik Indonesia.
  • Buku Tataran Dasar Bela Negara, 2014, Kementrian Pertahanan Republik Indonesia.
  • Gumilar, Nugraha, 2015, Ilmu Pertahanan dalam Pendidikan Bela Negara, Jurnal Wira Vol. 54, No. 38.
  • Harwono, Setyo, 2015, Peran Pendidikan Keluarga dalam Membentuk Perilaku Bela Negara Remaja di Jakarta dalam Menghadapi Tantangan Globalisasi. Prosiding Seminar. Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Unhan.
  • Kementerian Pertahanan RI, 2014, Tataran Dasar Bela Negara. Jakarta: Direktorat Jenderal Potensi Pertahanan.
  • Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2016 Tentang Pedoman Pembinaan Kesadaran Bela Negara.
  • Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia Nomor 57 Tahun 2014 tentang Pedoman Strategis Pertahanan Nirmiliter
  • Rosovsky, Henry, 1989, Introduction to the Core Curriculum. Developing and Implementing a General Educational Program in Indonesian Universities. CPIS.
  • Subagyo, Agus, 2015, Bela Negara: Peluang dan Tantangan Di Era Globalisasi, Yogyakarta: Graha Ilmu.
  • Subagyo, dkk., 2004, Pendidikan Kewarganegaraan. Semarang: UPT UNNES Press.
  • Suryokusumo, Suryanto, 2016, Konsep Sistem Pertahanan Nirmiliter: Suatu Sistem Pertahanan Komplemen, Sistem Pertahanan Militer dalam Pertahanan Rakyat Semesta. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
  • TNI, 2005, Buku Petunjuk Teknik tentang Pembinaan Ketahanan Masyarakat dalam Bela Negara.
  • Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
  • Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.
Share.

Comments are closed.