Jakarta, Teritorial.com – Dalam dokumen resmi Pemerintah AS yang berjudul Doing Business in Indonesia: 2014 yang merupakan panduan binsis dari perusahaan perusahaan AS (Country Commercial Guide for U.S. Companies, yang dipublikasikan oleh U.S. & FOREIGN COMMERCIAL SERVICE AND U.S. DEPARTMENT OF STATE, 2014, dipaparkan bahwa UU ITE Indonesia telah disalahgunakan untuk membatasi kemerdekaan berbicara, membungkam pemikiran kritis.
“Law No. 11/2008 on electronic information and transactions which was intended to promote open and fair electronic commerce has been abused to limit free speech and created investor uncertainty by failing to define key terms”, demikian disebutkan dalam dokumen tersebut.
Yang artinya: “Undang-Undang Nomor 11/2008 tentang informasi elektronik dan transaksi yang dimaksudkan untuk mempromosikan terbuka dan adil perdagangan elektronik telah disalahgunakan untuk membatasi kemerdekaan berbicara dan menciptakan ketidakpastian investor karena gagal untuk mendefinisikan istilah kunci,” Ungkap Salamudin
Bagi para investor AS, UU ini seharusnya bertujuan untuk membuka peluang investasi, peluang bisnis atau dalam rangka ekonomi inklusif, bukan bertujuan untuk dinamisasi politik apalagi membelenggu demokrasi dan hak azasi.
Hal yang sama juga menjadi pandangan sebagian besar rakyat Indonesia. Tidak pernah terpikirkan oleh bangsa Indonesia sebelumnya bahwa UU ITE akan menjadi alat untuk membelenggu kemerdekaan berpendapat, menjadi alat kriminalsiasi aktivis, menekan oposisi yang kritis dan melindungi penguasa dan pemodal dari berbagai kritikan. Semangat lahirnya UU ITE adalah dalam rangka keterbukaan informasi, memfasilitasi dunia bisnis, dan membuka peluang keterlibatan masyarakat dalam dalam berbagai kegiatan ekonomi yang berkaitan dengan transaksi elektronik.
Itulah mengapa UU ini tidak bernama UU Pelanggaran ITE, atau UU makar. Mengenai segala bentuk kejahatan atau perbuatan pidana yang berhubungan dengan transaksi elektronik sesungguhnya dan seharusnya di ataur dalam Kitab UU Hukum Pidana (KUHAP). Atau pemerintah dapat membuat UU darurat dalam rangka mengatasi makar atau tindakan lainnya yang mebahayakan keselamatan bangsa negara dan rakyat. Itupun UU semacam ini tidak boleh digunakan secara semberono oleh penguasa dalam membungkam lawan lawan politiknya.
Karena kebebasan berserikat, berkumpul, mengeluarkan pendapat sesungguhnya telah diatur dalam UUD 1945 yang merupakan konstitusi dasar negara Republik Indonesia (RI). Jadi hak dasar rakyat ini dijamin oleh UUD dan tidak boleh dilanggar oleh pemerintah. Jika pemerintah melakukannya, maka perintah telah melanggar konstitusi dan pemerintah dapat dijatuhkan oleh parlemen.
Oleh karena itu, Pemerintah Jokowi agar berhenti menggunakan UU No 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) untuk membelenggu kemerdekaan berpendapat dan menimbulkan keresahan di tengah tengah masyarakat. Karena jika pemerintahan Jokowi terus melanjutkan praktek semacam ini, maka akan berpotensi menjadi alat adu domba antara aparat penegak hukum versus rakyat sebagai pemegang kedaualatan tertinggi di Negara Republik Indonesia.
Salamuddin Daeng ekonom sekaligus aktivis dan peneliti tambang