Jakarta, Teritorial.com – Komisi Pemilihan Umum (KPU) menuruti hasil rapat dengar pendapat dengan Komisi II DPR RI soal pembulatan pecahan desimal ke bawah calon anggota legislatif perempuan di setiap daerah pemilihan atau dapil yang diatur dalam Peraturan KPU (PKPU) Nomor 10/2023. Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hasyim Asy’ari mengatakan pihaknya tidak akan merevisi Pasal 8 ayat (2) PKPU tersebut sebagaimana hasil kesimpulan rapat pada Rabu (17/5) lalu.
Menurut Hasyim, tidak direvisinya beleid dalam PKPU itu juga disebabkan karena semua partai politik peserta Pemilu 2024 telah mendaftarkan bakal calon anggota legislatif perempuan di atas ketentuan minimum 30%. Kendati demikian, pihknya masih membuka kemungkinan untuk merevisi aturan tersebut.
“18 partai yang daftar bakal calon di KPU, angka keterwakilan perempuannya sudah di atas batas minimal yang ditentukan oleh undang-undang, yaitu 30% minimal keterwakilan perempuan,” terang Hasyim di Kantor KPU RI, Jakarta Pusat, Jumat (19/5).
Diketahui, sepekan sebelum rapat dengar pendapat dengan Komisi II DPR RI digelar, KPU menyatakan akan merevisi beleid dalam PKPU terkait pembulatan desimal ke bawah keterwakilan perempuan. Pakar hukum kepemiluan dari Universitas Indonesia, Titi Anggraini, menilai kemandirian KPU diuji setelah DPR RI menolak usulan reivisi yang diajukan KPU.
Sebab, Mahkamah Konstitusi (MK) melalui putusan Nomor 92/PUU-XIV/2016 telah memberikan legitimasi bagi KPU dalam mengambil keputusan. MK juga mengatakan keputusan dari konsultasi dengan DPR tidak bersifat mengikat bagi KPU.
Jika tetap mempertahankan PKPU tersebut atas usulan Komisi II DPR, Titi menyebut KPU akan dipandang sebagai corong partai-partai politik dan tidak mampu bekerja di atas nilai-nilai konstitusi yang telah menjamin kemandirian KPU. Di sisi lain, hal itu akan menjadi preseden buruk karena KPU tersandera pada kepentingan partisan peserta pemilu.
“Oleh karena itu, di saat-saat inilah kemandirian dan kredibilitas KPU diuji,” pungkas Titi