TERITORIAL.COM, JAKARTA – Air hujan diyakini sebagai simbol kesegaran, namun bagi warga Jakarta, temuan terbaru dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menjadi peringatan keras. Penelitian menunjukkan bahwa air hujan di ibu kota mengandung partikel mikroplastik berbahaya. Partikel-partikel kecil ini, yang sebagian besar berasal dari polusi aktivitas perkotaan, kini tidak hanya mencemari darat dan laut, tetapi juga atmosfer kita.
Temuan ini membunyikan alarm tentang polusi dari langit yang berpotensi merugikan kesehatan kita sehari-hari.
Mikroplastik adalah fragmen plastik yang sangat kecil, berukuran kurang dari 5 mm, bahkan ada yang sekecil mikrometer (nanoplastik). Partikel ini tidak hilang begitu saja, melainkan terpecah dari sampah plastik yang kita buang sembarangan, dari debu jalanan (termasuk dari keausan ban mobil), asap pembakaran, dan aktivitas industri.
Partikel mikroplastik ini kemudian terangkat ke udara, terbawa angin, dan beredar di atmosfer. Proses ini dikenal sebagai atmospheric microplastic deposition.
“Siklus plastik tidak berhenti di laut. Ia naik ke langit, berkeliling bersama angin, lalu turun lagi ke bumi lewat hujan,” jelas peneliti BRIN.
Dengan kata lain, langit Jakarta sedang “memantulkan” perilaku polusi yang dilakukan manusia di bawahnya.
Pertanyaan terbesar adalah: seberapa bahayakah partikel tak kasat mata ini? Bahaya utamanya bukan pada air hujannya, melainkan pada partikel mikroplastik itu sendiri dan zat yang dikandungnya.
Mikroplastik mengandung bahan kimia aditif berbahaya (seperti pemlastis atau pewarna) yang digunakan dalam proses pembuatan plastik. Selain itu, mikroplastik juga sangat efektif dalam menyerap polutan lain yang ada di udara dan air.
Karena ukurannya yang sangat kecil (bahkan lebih halus dari debu), partikel ini bisa terhirup saat kita berada di luar ruangan saat hujan, atau masuk ke dalam tubuh melalui konsumsi sumber air yang tercemar, termasuk sumber air permukaan (sungai, danau) yang menampung air hujan tersebut.
Berbagai studi global memperingatkan bahwa paparan mikroplastik dalam jangka panjang dapat memicu beberapa masalah kesehatan yang serius. Kondisi ini dapat merusak sel dan jaringan tubuh. Tak hanya itu, bahan kimia aditif tertentu dapat bersifat endocrine disruptor atau pengganggu hormon. Partikel beracun ini juga berpotensi menyebabkan kerusakan pada organ tubuh dan meningkatkan risiko beberapa jenis penyakit, termasuk kanker. Apalagi, beberapa riset bahkan mengaitkan kandungan mikroplastik yang tinggi dalam otak dengan risiko penyakit neurodegeneratif seperti demensia.
Di Jakarta, air hujan yang mengandung mikroplastik akan jatuh ke tanah, lalu mengalir ke sungai dan laut. Di sana, partikel ini akan mencemari ekosistem air, menempel pada plankton, lalu dikonsumsi oleh ikan dan hasil laut lainnya.
Pada akhirnya, melalui konsumsi ikan, makanan laut, atau sumber air yang telah terkontaminasi, mikroplastik ini akan kembali ke piring makan manusia. Ini adalah “lingkaran setan” polusi plastik yang kini telah menjadi bagian dari siklus hidup kita.
(*)