Anies: 95% Wilayah DKI Terlayani Transportasi Massal

0

Jakarta, Teritorial.Com – Tingkatkan sarana dan prasana pelayanan publik terutama dalam hal trasportasi, Pemprov DKI Jakarta akan menyusun perencanaan tata ruang sejalan dengan kebijakan transportasi. Dengan integrasi antarmoda dan tata ruang, maka 95% wilayah DKI akan terlayani transportasi massal. Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan mengatakan, kebijakan transportasi dengan kebijakan tata ruang tidak bisa jalan sendiri-sendiri.

Untuk itu, dalam rapat terbatas soal transportasi Jabodetabek di Istana pada 9 Januari 2019 lalu, Anies menyampaikan siap untuk menjadi pengendali kebijakan dan pelaksanaan seluruh moda transportasi di Ibu Kota. Saat ini, lanjut Anies, tata ruang tidak sejalan dengan pembangunan transportasi. Di mana perumahan besar dibangun, tetapi kendaraann umumnya tidak sampai ke tempat itu. Begitu juga sebaliknya, pembangunan kendaraan umum massal tidak dirancang untuk membentuk perilaku.

“Kalau yang sekarang ada kan hanya mengelola existing rute, hanya mengcover 19% penduduk Jakarta. sementara kita punya kepentingan mengcover 95%. Nah ketika mengcover 95% rute kereta misalnya harus ditambah, yang menentukan rute keretanya siapa? Yang menentukan tata ruang,” kata Anies di Balai Kota DKI Jakarta pada Selasa (29/1/2019).

Anies menjelaskan, berdasarkan Undang-Undang No 26/2007 tentang Tata Ruang, rencana tata ruang sebagaimana dimaksud dalam pasal ini ditetapkan dengan perda. Artinya, kewenangan yang diberikan kepad DKI untuk mengatur transportasi bukan karena anggarannya cukup, tetapi karena yang mengatur tata ruang adalah Pemprov DKI.

Tahun ini, lanjut Anies, Rencana Tata Ruang wilayah (RTRW) DKI Jakarta tengah diperoses dengan fokus pembangunan kawasan berbasis kendaraan umum massal, bukan berdasarkan kendaraan pribadi dan jalan raya yang terjadi selama ini. “Butuh waktu 10 tahun untuk mencakup 95% wilayah dengan transportasi massal,” ungkapnya.

Dalam RTRW nantinya, lanjut Anies, masyarakat bisa membangun di sekitar tempat transit kendaraan umum, tempat yang lebih tinggi tanpa harus menyediakan tempat parkir, dan tanpa menggunakan kendaraan pribadi. Sehingga, mencerminkan tata ruang dan transportasi. Kemudian, pembangunannya agak masif. Sebab, untuk menjadikan Jakarta sebagai Ibu Kota yang efisien, diperlukan Transjakarta yang menjangkau 2.149 kilometer. Sedangkan hari ini baru 1.100 kilometer. Artinya, armadanya harus ditambah.

Light Rail Transit (LRT) yang hari ini hanya 5,8 kilometer itu dibutuhkan sekitar 130 kilometer untuk menjangkau semua. Begitu juga dengan Mass Rapid Transit (MRT) yang sekarang 16 kilometer, itu harus dibangun sampai 112 kilometer. Angkutan mikro, harus menjangkau lebih dari 20.000 unit. “Tidak dikerjakan secara bertahap 30-40 tahun. Dikerjakan bersamaan dalam waktu 10 tahun, seluruhnya dikerjakan. jadi bangunnya bareng. Daripada bangunnya seperti sekarang ini, fase I, II, III dan IV. Itu akhirnya nanti ketika fase kesekian harganya pun jauh lebih mahal,” ujarnya.

Selanjutnya untuk pembangunan jalur kereta api di dalam kota dengan konsep loopline. Dimana kereta api tidak lagi melintasi persimpangan sebidang. Sebab, simpangan di Jakarta saat ini lebih dari 80. “Dari luar masuk ke dalam. Manggarai akan jadi tempat untuk transit, digunakan untuk kereta api antar-kota berhenti. Di dalam kota berputar terus menerus. Jadi dari luar masuknya ke Manggarai, dalam kota akan berputar secara terus menerus dan itu dinaikkan ke atas sehingga tidak mengganggu lalu lintas,” ungkapnya.

Sementara itu, pengamat perkotaan Universitas Trisakti, Nirwono Joga menuturkan, beberapa langkah yang harus dilakukan untuk mengintegrasikan tata ruang dan transportasi. Di antaranya yaitu, penyelarasan RTRW tiga provinsi yakni DKI, Jawa Barat dan Banten serta delapan kota atau kabupaten seperti Bogor, Depok, Tangerang, Tangerang Selatan dan Bekasi.

Fokus penyelarasan pada pengembangan transportasi (sesuai rencana induk transportasi Jabodetabek) dan pembangunan permukiman dan perumahan di pusat kota, seperti pengembangan kawasan terpadu dan transit oriented development/tod. “Tindak lanjut kesepakatan harus dibuktikan dalam revisi RPJMD, RKPD, RAPBD masing-masing provinsi dan kota/kabupaten. Sehingga benar-benar dapat dilaksanakan di lapangan,” ucapnya.

Share.

Comments are closed.