AS Berhasil Terbangkan Misil Hipersonik Terbaru dari Bomber B-52

0

Washington, Teritorial.Com –  Lockheed Martin mengumumkan bahwa Angkatan Udara Amerika Serikat (AS) berhasil melakukan uji coba terhadap senjata pengebom hipersonik B-52 pada Senin (17/6).

Mengutip CNBC, senjata hipersonik tersebut merupakan rudal yang dapat bergerak pada kecepatan 5 Mach atau lebih tinggi. Dengan kecepatan yang lima kali lebih cepat dari kecepatan udara, maka memungkinkan senjata hipersonik tersebut untuk menempuh perjalanan sekitar satu mil per detik.

Lockheed Martin mendapatkan kontrak multimiliar dolar kedua dari Pentagon pada bulan Agustus untuk mengembangkan rudal hipersonik AGM-183 A Air-Launched Rapid Response Weapon (ARRW). Angkatan Udara AS mengatakan bahwa sistem ARRW akan lebih banyak berada pada pengujian darat dan penerbangan selama tiga tahun ke depan. Rudal hipersonik ini juga diharapkan selesai pada tahun 2022.

Uji terbang ini mengevaluasi senjata tiruan selama penerbangan dan merupakan langkah terbaru dari Angkatan Udara AS dalam mengemabngkan pertahanan ditengah perlombaan senjata hipersonik antara Cina dan Rusia.

Seperti saat ini, AS tidak memiliki sistem pertahanan terhadap senjata hipersonik, jenis senjata yang tengah dikembangkan oleh Rusia dan Cina.

Pada tahun lalu, Presiden Rusia Vladimir Putin mengumumkan perkembangan gudang senjata hipersonik milik mereka. Dari enam senjata yang diluncurkan oleh Putin pada bulan lalu, diketahui bahwa dua diantaranya merupakan kendaraan meluncur hipersonik dan rudal jelajah yang akan diluncurkan melalui udara dan siap untuk digunakan dalam perang, pada tahun 2020.

Avagard, merupakan julukan bagi kendaraan meluncur hipersonik yang dimiliki oleh Rusia, telah dikembangan selama tiga dekade dan dirancang sebagai rudal balistik antarbenua terbaik. Setelah diluncurkan, Avagard akan menggunakan kekuatan aerodinamis untuk berlayar di atas atmosfer.

Sementara itu, rudal jelajah yang diluncurkan di udara dijuluki sebagai ‘Kinzhal” yang berarti “belati” dalam bahasa rusia, telah diuji setidaknya tiga kali dan dipasang serta diluncurkan 12 kali dari jet tempur Rusia MiG-31.

Sementara itu, pada bulan Agustus, Cina mengumumkan keberhasilan pertama mereka dalam uji coba pesawat hipersonik, suatu prestasi yang pada saat itu belum dicapai oleh AS.

Ketika ditanya perihal motif Cina untuk menggunakan hipersonik, petinggi insyinur Pentagon menjelaskan bahwa upaya Beijing sebagai langkah yang “jauh lebih bijaksana” jika dibandingkan dengan perkembangan yang dilakukan oleh Moskow.

“Cina telah jauh lebih bijaksana dalam pengembangan sistem mereka karena mereka mengembangkan sistem taktis jarak jauh yang akan sangat berpengaruh pada pertarungan konvensional,” ujar Michael Griffin, seorang mantan administrator NASA dalam interviewnya, seperti yang dikutip CNBC.

“Kemampuan Cina untuk menahan pengerahan aset beresiko dengan kecepatan yang sangat tinggi dan sangat sulit untuk dihadang sistem terpadu persisi merupakan sesuatu yang harus kami tanggapi,” tambahnya.

Kembali kepada Rusia, Griffin mencatat bahwa rudal balistik antarbenua milik Rusia atau Interncontinental Ballistic Missiles  (ICBM), merupakan bentuk ancaman yang lebih besar bagi AS daripada senjata hipersonik yang ingin dimiliki oleh Putin.

Pada akhir April lalu, Lockheed Martin memperoleh kontrak sebesar 928 dolar AS untuk membangun sejumlah senjata serang konvensional hipersonik. Merujuk kepada kontrak tersebut, perusahaan akan bertanggung jawab untuk merancang, merekayasa, mendukung pengintegrasian dan logistik senjata. Pengembangan tersebut akan dilaksanakan di Huntsville, Alabama, dimana kota tersebut dikenal sebagai “Kota Roket” karena merupakan tempat awal program roket Amerika.

Selain itu, Lockheed Martin juga tengah dalam proses pengembangan SR-72, sebuah pesawat tanpa awak hipersonik yang dijuluki sebagai “Son of the Blackbird”. Ketika berhubungan dengan pengembangan pesawat pengintai berkecepatan tinggi, pemasok senjata utama Pentagon akan mengambil perannya.

Pada tahun 2014, NASA memberikan 892,292 dolar AS kepada perusahaan yang bergerak dalam bidang pertahanan itu untuk mempelajari pengembangan pesawat mata-mata hipersonik.

Pada tahun 1976, Angkatan Udara menerbangkan SR-71 Blackbird yang diproduksi oleh Lockheed Martin dari New York menuju London dalam kurun waktu kurang dari dua jam – dengan kecepatan yang melebihi 3 Mach, atau tiga kali lebih cepat dari kecepatan suara.

SR-72 diharapkan dapat beroperasi pada kecepatan yang mencapai 6 Mach. Sementara itu SR-72 hipersonik tidak diharapkan beroperasi hingga 2030, perusahaan melihat perkembangan platform sebesar itu sebagai pengubah permainan.

Share.

Comments are closed.