Taipe, Teritorial.Com – Situsasi kembali memanas, ribuan orang berunjuk rasa di Ibu Kota Taiwan, Taipei, menyerukan referendum kemerdekaan. Dalam demo besar untuk pertama kalinya ini, massa menerikkan slogan-slogan anti-China. Demo seruan referendum kemerdekaan ini muncul setelah pulau itu memerintah dirinya sendiri menjadi negara demokrasi lebih dari 20 tahun yang lalu.
Pawai besar pada hari Sabtu (20/10/2018) di Taipei terjadi ketika China meningkatkan klaimnya atas Taiwan. China menganggap Taiwan sebagai bagian dari wilayahnya. “Agresi China hanya dapat mendorong kami untuk membela diri,” teriak seorang pengunjuk rasa perempuan kepada Al Jazeera. “Kami akan melindungi hak kami untuk menentukan nasib sendiri,” katanya lagi.
Massa berkumpul di luar markas Partai Progresif Demokrat (DPP), partai yang berkuasa, di Taipei. Slogan-slogan anti-China yang diteriakkan seperti; “Inginkan referendum!” dan “Menentang aneksasi!”. China dan Taiwan telah diperintah secara terpisah sejak perang sipil di China daratan pada tahun 1949. Taiwan menganggap dirinya sebagai negara berdaulat, dengan mata uang, sistem peradilan dan politik sendiri. Namun, Beijing mengancam akan menggunakan kekuatan untuk menyatukan kembali Taipei dengan China.
Dalam beberapa tahun terakhir, Beijing telah meningkatkan tekanan diplomatik, ekonomi dan militer pada pemerintah Presiden Taiwan Tsai Ing-wen dalam upaya untuk memaksanya menyetujui bahwa pulau itu adalah bagian dari “satu China”. Tekanan itu termasuk langkah perusahaan-perusahaan China yang mendaftarkan Taiwan sebagai bagian dari China di situs mereka. Fan Yun, anggota Partai Sosial Demokrat, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa referendum adalah cara demokratis untuk memberitahu China. “Dan untuk memberitahu seluruh dunia bahwa, sebenarnya, kami ingin menjadi negara yang merdeka,” katanya, yang dilansir Minggu (21/10/2018).
Diselenggarakan oleh Aliansi Formosa, yang didukung oleh dua mantan presiden Taiwan yang mendukung kemerdekaan, demo itu merupakan tuntutan besar-besaran untuk pemilihan umum mengenai apakah akan secara resmi mengumumkan kemerdekaan Taiwan dari China atau tidak. “Kami ingin memberitahu China untuk menghentikan bullying (terhadap) Taiwan,” kata pemimpin Aliansi Formosa, Kuo Pei-horng, seperti diberitakan AFP.
Penyelenggara mengatakan bahwa lebih dari 100.000 orang turun ke jalan dan berbaris menyerukan referendum kemerdekaan. Namun, menurut polisi jumlah massa sekitar 10.000. Sementara itu, DPP yang merupakan partai berkuasa secara terbuka melarang para pejabat dan kadernya menghadiri unjuk rasa pada hari Sabtu. Meski demikian, partai itu menggelar demo terhadap aneksasi China terhadap Taiwan di kota selatan Kaohsiung.