Jakarta, Teritorial.Com – Pengesahan beberapa Rancangan Undang-Undang (RUU) masih menjadi polemik di tengah masyarakat, salah satunya yakni Rancangan Undang-Undang Keamanan dan Ketahanan Siber (RUU KKS).
Salah satu kritik atas pembahasan RUU KKS disampaikan oleh pakar Keamanan Siber Pratama Delian Persadha yang menyebut RUU KKS ini bagai “jin” karena dibahas secara sembunyi-sembunyi.
“Tiba-tiba muncul seperti mahluk jin, kita kaget karena prosesnya sangat cepat di DPR. Padahal banyak pasal-pasal yang perlu dibicarakan secara serius,” kata Pratama sebagaimana dikutip dari Antara, Jumat (27/9/2019)
Pramata menilai bahwa dunia digital dan siber di Indonesia perlu aturan yang kuat dan aman karena perkembangannya sudah semakin maju di Indonesia, bahkan pengguna digital juga sudah semakin masif. Dengan demikian maka tanggung jawab dari multiaktor baik pemerintah, swasta atau masyarakat diperlukan dalam hal ini.
Keamanan siber harus diatur dan dibahas secara mendalam, serta harus melibatkan semua pihak,tidak dilaksanakan secara diam-diam.
Dia mencontohkan dalam pasal 14 RUU KKS mensyaratkan BIN harus melaporkan pantauan intelijen siber kepada BSSN. Padahal dalam UU 17 tentang Intelijen Negara, BIN hanya boleh melapor kepada Presiden.
Pratama yang juga Direktur CISSRECC juga menyebut akan lebih berbahaya jika RUU KKS disahkan, karena dapat menganggu kebebasan akademik.
“Kalau kita belajar hacking walaupun untuk tujuan pendidikan bisa kena pidana kalau tidak lapor, ini kan membatasi ilmu pengetahuan,” ujar Pratama.
Pendapat senada disampaikan Shiskha Prabawaningtyas. Mengutip Detik.com, Shiskha yang juga dosen diplomasi Universitas Pramadina menyebut aturan-aturan dalam RUU KKS bertabrakan dengan prinsip diplomasi internasional.
Terdapat usulan untuk mengangkat dubes atau atase siber di mana hal tersebut rancu karena bertentangan dengan fungsi diplomat. Terkait sistem diplomasi siber yang dinginkan, Shiska menilai RUU KKS harus melibatkan Kementerian Luar Negeri dalam proses pembahasannya.
“Kalau tiba tiba disahkan, ini justru akan menimbulkan masalah baru,” ucapnya, menegaskan.
Sementara itu, Damar Juniarto dari SAFENET menilai tiak ada keterlibatan masyarakat sipil dalam pembahasan RUU KKS.
“Kalau tiba tiba dalam lima hari disahkan itu mengkhianati prinsip pembuatan undang undang yang harus mendengar aspirasi rakyat,” tegas Damar.
RUU KKS juga dinilai dapat mengancam kebebasan individu di ranah siber. “Kalau BSSN diizinkan membuka data apa yang kita beli secara online, beli make up ketahuan, beli makanan apa saja ketahuan, itu bahaya sekali,” ujar Damar.
Merespons berbagai kritik atas RUU KKS, anggota DPR RI Dr Sukamta melalui staf ahlinya Aulia menyatakan Panja RUU KKS mendengarkan seluruh aspirasi masyarakat dan tidak ingin terburu-buru mengesahkan undang-undang sebelum mendengarkan saran publik. Hingga Rabu (25/9) dilaporkan belum terdapat kepastian mengenai RUU KKS yang akan disahkan.