Sejarah Peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949 yang Perlu Diketahui

0

Jakarta, Teritorial.com – Peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949 merupakan sebuah respons atas Agresi Militer Belanda ke-II yang terjadi di Yogyakarta.

Indonesia mempunyai sejarah yang panjang dalam meraih kemerdekaan. Untuk bisa meraih kemerdekaan yang hakiki, bukan perkara mudah bagi bangsa Indonesia.

Namun, setelah Indonesia menyatakan merdeka pada 17 Agustus 1945, tidak serta merta bebas dari belenggu penjajah. Pasca kemerdekaan masih banyak pertempuran terjadi di berbagai daerah, terutama setelah Belanda kembali datang ke Indonesia.

Belanda tidak mau mengakui proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Alhasil, masih terjadi pertempuran di berbagai daerah di Indonesia.

Satu di antara peristiwa yang terjadi setelah Indonesia menyatakan merdeka adalah Serangan Umum 1 Maret 1949 di Yogyakarta. Serangan Umum 1 Maret 1949 merupakan pelaksanaan Surat Perintah Siasat Nomor 1 Tahun 1948.

Serangan ini berawal dari Agresi Militer Belanda II pada 19 Desember 1948 di Yogyakarta. Perlu diketahui, kala itu, Yogyakarta merupakan ibu kota RI sementara karena situasi di Jakarta tidak aman setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia.

Untuk lebih jelasnya, berikut ini sejarah singkat serangan umum 1 Maret 1949 di Yogyakarta, dilansir dari sibakuljogja.jogjaprov.go.id, Selasa (28/2/2023).

Sejarah Serangan 1 Maret 1949 di Yogyakarta

Sejak awal 1949, segenap jajaran militer TNI sudah siap siaga melakukan penyerangan dan penjagaan di Yogyakarta. Kemudian pada Februari 1949, ada perintah operasi dari Staf Komando Aktif Bibis yang menyatakan agar segera melakukan serangan umum di Yogyakarta.

Letkol Soeharto mendapatkan perintah untuk merumuskan strategi dan taktik penyerbuan. Setelah pembagian sub, Soeharto mulai menjalankan rencananya. Dua minggu sebelum hari H, kesatuan-kesatuan dalam kelompok mulai menyusup ke Kota Yogyakarta.

Namun, tak ada yang menyangka, pasukan di bawah pimpinan Letnan Komaruddin justru lebih dulu melakukan penyerangan pada 29 Februari 1949, karena mengira bulan Februari berakhir pada tanggal 28.

Pasukan ini melakukan penyerbuan di daerah Kota Yogyakarta sampai daerah Kantor Pos, selatan jalan Malioboro. Penyerangan berhasil, hingga menguasai daerah tersebut.

Namun, lantaran salah perhitungan tanggal, pasukan ini bergerak sendiri sehingga mudah dipukul mundur oleh Belanda.

Ketika itu, Yogyakarta berada di bawah pimpinan Kolonel Van Langen yang bermarkas di Hotel Tugu. Pasukan ini juga terdiri dari batalyon dan diperkuat satuan-satuan KNIL.

Letkol Soeharto sebagai Komandan Brigade X memikirkan rencana untuk melakukan serangan balasan terhadap tentara Belanda.

Kemudian dia juga membagi kelompoknya dalam tujuh sub-wehrkreise yang berada pada masing-masing tempat. Setelah sepakat dengan Jenderal Soedirman dan Kolonel Bambang Sugeng, akhirnya misi penyerangan dilakukan.

Detik-Detik Serangan Umum 1 Maret 1949

Serangan Umum 1 Maret 1949 dimulai sekitar pukul 06.00 WIB saat sirine keras dibunyikan di segala penjuru. Pertempuran itu berlangsung di jantung ibu kota.

Dalam penyerangan itu, Letkol Soeharto sebagai Komandan Brigade 10/Wehrkreise III langsung memimpin pasukan ke sektor barat sampai ke batas Malioboro.

Sementara itu, sektor timur dipimpin oleh Venjte Sumual. Sektor selatan dan timur dipimpin Mayor Sardjono. Sektor utara oleh Mayor Kusno.

Kemudian, wilayah kota dipimpin oleh Letnan Amir Murtono dan Letnan Masduki. Selama enam jam, Tentara Nasional Indonesia bersama rakyat berhasil menguasai Ibu Kota Yogyakarta.

Pertempuran memuncak pada pukul 11.00 WIB, ketika bala bantuan musuh datang dari arah Magelang yang terdiri dari pasukan kavaleri NICA dan komando Gajah Merah.

Tepat pukul 12.00 WIB, pasukan mundur ke front masing-masing setelah selama enam jam menguasai Yogyakarta, dan menuju Tanjung Tirto serta Maguwo pada keesokan harinya.

Berita Serangan Umum 1 Maret 1949 Tersiar ke Luar Negeri

Keberhasilan penyerbuan besar-besaran ini tersiar sampai ke luar negeri melalui Radio PC AURI. Saat itu, pimpinan penyiaran radio pada 1949 yang berhasil mengabarkan Serangan Oemoem 1 Maret adalah Opsir Udara III Budiardjo.

Agar tidak ketahuan pasukan Belanda yang saat itu mengusai Ibu Kota Indonesia, Yogyakarta, boks perangkat radio diletakkan di belakang rumah, tepatnya di bagian dapur.

Jika siang hari perangkat radio disembunyikan dengan di “grobog” (tempat penyimpanan padi). Ketika berita Serangan Oemoem tersiar, berita itu ditangkap dan disiarkan oleh Bidaralam, Sumbar.

Kemudian di-relay AURI Takeungon Aceh, lanjut ke Rangoon-Birma, New Delhi, India, hingga akhirnya ke Washington.

Menariknya, siaran ini menjangkau ke forum PBB di New York. Hasilnya, serangan umum 1 Maret ini sekaligus memperkuat posisi tawar Indonesia dalam perundingan di Dewan Keamanan PBB.

Selain mendapatkan pengakuan PBB, keberhasilan ini membuktikan bahwa kekuatan militer Indonesia masih ada. Meski tidak secara langsung, serangan ini memberikan dampak pada penyerahan kedaulatan RI pada 27 Desember 1949.

Peninggalan Sejarah

Untuk menghargai jasa pahlawan yang gugur dalam pertempuran itu, dibangunlah Monumen Serangan Umum yang berada di pelataran Benteng Vredeburg Yogyakarta.

Selain itu, rumah berbetuk limasan yang dulu dijadikan tempat PC Radio AURI telah diubah menjadi museum. Di depan rumah, terdapat monumen stasiun Radio PHB AURI- PC-2 yang dibangun pada 1984.

Sementara, untuk perangkat radio yang saat itu digunakan untuk menyiarkan Serangan Umum 1 Maret 1949 disimpan di Monumen Jogja Kembali.

Share.

Comments are closed.