Jakarta, Teritorial.com – Amerika Serikat dan Tiongkok sepakat memperpanjang gencatan senjata dalam perang dagang mereka selama 90 hari ke depan, hingga 10 November 2025. Kesepakatan ini dicapai hanya beberapa jam sebelum kedua negara dijadwalkan saling menaikkan tarif impor, yang berpotensi memperburuk ketegangan ekonomi global.
Presiden AS Donald Trump menandatangani perintah eksekutif pada Senin waktu setempat untuk meresmikan perpanjangan tersebut. Berdasarkan kesepakatan ini, tarif impor AS terhadap produk asal Tiongkok tetap berada di level 30 persen, sementara Beijing mempertahankan tarif sebesar 10 persen untuk barang-barang dari AS.
Langkah ini diambil untuk memberi waktu tambahan bagi kedua negara melanjutkan perundingan terkait upaya mengatasi defisit perdagangan, praktik dagang yang dianggap tidak adil, serta isu-isu yang berkaitan dengan keamanan nasional dan ekonomi. Gedung Putih mencatat bahwa defisit perdagangan AS dengan Tiongkok pada 2024 mencapai hampir US$300 miliar (sekitar Rp4.620 triliun), tertinggi dibandingkan mitra dagang lainnya.
Pemerintah Tiongkok dalam pernyataannya menyerukan agar AS mencabut berbagai pembatasan perdagangan yang dinilai “tidak masuk akal”. Beijing menegaskan bahwa kerja sama yang saling menguntungkan merupakan satu-satunya jalan yang membawa hasil, serta menyoroti pentingnya menjaga stabilitas rantai pasok global, khususnya dalam produksi semikonduktor.
Ketegangan dagang antara dua ekonomi terbesar dunia ini kembali meningkat pada April lalu setelah AS mengumumkan kenaikan tarif impor terhadap sejumlah negara, dengan Tiongkok menghadapi beban tarif paling besar. Beijing kemudian merespons dengan kebijakan serupa, memicu perang tarif yang sempat membuat arus perdagangan nyaris terhenti. Pada Mei, kedua negara tersebut sempat mencapai kesepakatan awal yang berhasil meredakan situasi, meski sejumlah tarif tambahan tetap diberlakukan.
Hingga saat ini, pembicaraan antara Washington dan Beijing masih terus berlangsung. Topik yang dibahas meliputi akses AS terhadap mineral tanah jarang dari Tiongkok, pembelian minyak Rusia oleh Beijing, serta pembatasan ekspor teknologi tinggi buatan AS—terutama semikonduktor—ke pasar Tiongkok.
Baru-baru ini, Presiden Trump melonggarkan sebagian pembatasan tersebut. Beberapa perusahaan seperti AMD dan Nvidia kini diizinkan menjual chip tertentu ke perusahaan-perusahaan di Tiongkok, dengan syarat menyerahkan 15 persen dari pendapatan penjualan kepada pemerintah AS. Washington juga terus mendorong agar aplikasi TikTok dipisahkan dari induk perusahaannya yang berbasis di Tiongkok, ByteDance, meskipun langkah itu mendapat tentangan keras dari Beijing.
Meski gencatan senjata dagang kembali diperpanjang, data perdagangan menunjukkan bahwa hubungan dagang kedua negara masih lesu. Menurut data pemerintah AS, nilai impor barang dari Tiongkok pada Juni 2025 tercatat turun hampir setengah dibanding periode yang sama tahun lalu. Selama enam bulan pertama tahun ini, nilai impor AS dari Tiongkok mencapai US$165 miliar (sekitar Rp2.530 triliun), turun sekitar 15 persen dibanding periode yang sama pada 2024. Di sisi lain, ekspor AS ke Tiongkok juga tercatat turun sekitar 20 persen secara tahunan.
Penulis: Kayla Dikta Alifia, 12 Agustus 2025